Fahri: Capres yang Ikuti Presidential Threshold 20% Ibarat Mengemis Tiket Palsu

1 Mei 2022 14:02 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fahri Hamzah saat peluncuran buku di Pressroom DPR, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Fahri Hamzah saat peluncuran buku di Pressroom DPR, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah mengkritik aturan pemilu 2024. Yang dikritisi Fahri Hamzah adalah aturan presidential threshold (PT) 20 persen yang harus diperoleh parpol sebagai syarat mengajukan capres-cawapres.
ADVERTISEMENT
Ia mengatakan, seharusnya para kandidat capres justru mengupayakan agar PT dihapuskan.
"Seharusnya para capres mengupayakan agar aturan 20 persen ambang batas pencalonan presiden dihapuskan," kata Fahri Hamzah dalam keterangannya, Minggu (1/5).
Fahri mengatakan para capres baru dianggap mempunyai harga diri jika menolak PT 20 persen. Para capres juga baru bisa dianggap layak didukung jika mereka menolak tiket kedaluwarsa untuk dijadikan tiket pilpres 2024.
"Capres yang meminta dukungan partai lain dan mengikuti aturan 20 persen presidential threshold diibaratkan mengemis tiket palsu. Hal ini juga menjadikan para capres terlihat tidak memiliki kualifikasi. Ikut-ikutan mengemis tiket palsu membuat mereka nampak tidak punya kualifikasi sama sekali," ujar Fahri.
Fahri Hamzah saat peluncuran buku di Pressroom DPR, Jakarta, Jumat (27/9/2019). Foto: Irfan Adi Saputra/kumparan
Eks Wakil Ketua DPR RI ini menyebut sistem PT 20 persen semakin melanggengkan oligarki politik sekelompok elite.
ADVERTISEMENT
"Di akhir ramadhan, para capres belum sadar juga bahwa mereka tidak punya tiket dan mereka diiming-imingi tiket palsu oleh oligarki!" kata Fahri.
Selain itu, Fahri menambahkan, dalam konteks PT, sistem pemilu lebih memperkuat peran oligarki politik sekelompok elite. Dan, justru mengunci peluang capres alternatif untuk maju.
"Aturan ambang batas untuk capres hanya mempersempit peluang munculnya capres alternatif dari yang sudah dikenal selama ini," tuturnya.
Lebih lanjut, Fahri mengatakan, dengan sistem PT 20 persen, maka capres yang ditawarkan parpol di parlemen, bukanlah sosok yang memiliki ide untuk membangun bangsa. Sebab, mereka hanya calon yang disokong pemodal yang memiliki uang.
"Nanti kita bicara tentang capres yang bukan ide lagi yang dijual, (tapi) menawarkan bahwa saya punya uang dan saya punya bohir (pemodal). Kira-kira begitu yang sekarang terjadi," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Bahkan akibat aturan tersebut, parpol saat ini sudah tidak lagi menjadi organisasi intelektual bagi masyarakat, melainkan telah menjadi power trader dan power dealer. Maka, parpol sudah mulai kehilangan ide dan gagasannya," tutup politisi asal NTB ini.