Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Fahri Hamzah Dukung Setya Novanto Mangkir dari Panggilan KPK
14 November 2017 17:53 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mendukung Setya Novanto untuk tidak memenuhi panggilan KPK. Menurut Fahri, langkah Setya Novanto yang menggugat Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan mengungkit hak imunitas anggota dewan sudah benar.
ADVERTISEMENT
"Kenapa imunitas ada? Kok boleh sih ngasih imunitas? Karena kalau mau jabatan besar (DPR) kepada mereka. Karena mereka harus imun. Mau musuhnya besar kasihlah senjata pamungkas daya tahan yang kuat. Jangan anggota DPR panggil-panggil enggak betul itu, salah itu, justru (Novanto) itu bagus. Pak Nov bagus, jangan datang kalau tidak izin presiden. Biar presiden mengerti ada pasal soal imunitas di konstitusi kita," ujar Fahri saat ditemui usai diskusi bertajuk 'Pansus Angket, Apa Lagi?' di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (14/11).
Diketahui, KPK mengumumkan status tersangka Setya Novanto di kasus korupsi e-KTP sejak Jumat (10/11). KPK pun sudah berkali-kali memanggil Novanto sebagai saksi, namun ia selalu mangkir. Terakhir, alasan kemangkirannya dikarenakan pihak Setya Novanto ingin agar KPK mendapat izin tertulis dari Presiden Joko Widodo terlebih dahulu.
ADVERTISEMENT
Fahri pun sependapat dengan Setya Novanto yang mempelajari konstitusi terkait perizinan presiden. Sebab, kata Fahri, selama ini banyak anggota DPR yang namanya tercoreng kala bersaksi di KPK.
"Orang (DPR) itu enggak ngerti apa-apa kemudian dipanggil hanya karena rapat (misalnya). Jangan lupa loh, ini konstitusi soal hak imunitas, jangan diputar-putar. Dalam konstitusi anggota DPR tidak boleh dipersoalkan dalam persoalan tugasnya, itu imunitas," kata dia.
Di lokasi yang sama, politikus PDIP Masinton Pasaribu menilai wajar jika ada pihak-pihak yang mangkir dari pemeriksaan KPK. Sebab menurut dia, justru KPK yang mencontohkan soal mangkir itu. Ia pun mengungkit sikap KPK yang berkukuh enggan menghadiri rapat Pansus Hak Angket beberapa waktu lalu.
"Ada satu institusi merasa paling hebat, paling benar dan enggak mau diawasi, dan dia sedang ajarkan bangsa ini untuk anarki. Maka kalau ada uang dipanggil KPK, kalau tidak datang, wajar bagi saya. Dianya juga enggak mau datang, KPK ke DPR," kata Masinton.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Masinton juga sepakat jika ada pihak yang menggugat UU KPK ke MK. Bahkan, kata dia, kepolisian bisa saja menolak untuk membantu KPK menjemput paksa seseorang.
"Boleh saja orang melakukan upaya gugatan ke MK, panggil paksa katanya, tidak wajib polisi tidak perlu (bantu). Kalau masih ada tafsir yang berbeda dalam, seumpama apakah DPR itu harus perlu menunggu izin tertulis dari presiden. Kalau ada yang menafsirkan bahwa perlu izin presiden, maka dia berhak tidak datang memenuhi panggilan itu," tuturnya.
Sebelumnya, kuasa hukum Novanto, Fredrich Yunadi, mengajukan uji materi terkait UU KPK ke MK. Ia menggugat dua pasal di dalam UU KPK, yakni Pasal 46 mengenai pemeriksaan tersangka dan Pasal 12 mengenai pencegahan ke luar negeri bagi saksi dan tersangka. Menurut dia, kedua pasal tersebut dianggap bertentangan dengan Pasal 20A UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang mengatur soal hak imunitas anggota DPR.
ADVERTISEMENT