Fahri Minta Hakim Praperadilan Novanto Tak Diintimidasi

23 November 2017 14:03 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:13 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pimpinan DPR RI Fahri Hamzah (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pimpinan DPR RI Fahri Hamzah (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
ADVERTISEMENT
Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah meyakini KPK akan kalah melawan Setya Novanto dalam praperadilan jilid 2 yang digelar pada Kamis (30/11) mendatang. Sama seperti praperadilan sebelumnya, Fahri menyebut KPK tidak memiliki persiapan untuk menghadapi gugatan yang diajukan Ketua DPR tersebut.
ADVERTISEMENT
"Ya itu kan terjadi. Saya percaya KPK kalah karena persiapannya enggak ini (ada)," ujar Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (23/11).
Fahri juga meminta seluruh pihak untuk tidak mengintimidasi hakim yang menyidangkan Novanto. Kali ini, Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kusno, akan menjadi hakim tunggal yang menyidangkan perkara gugatan Novanto di PN Jaksel.
"Saya minta tolong jangan hakimnya diintimidasi. Saya lihat ada tren hakimnya Novanto diintimidasi, enggak boleh itu. Hakim harus independen, harus bebas tidak boleh ditekan. Menurut saya, hakim ditekan itu pidana," kata Fahri.
Berdasarkan jadwal persidangan di situs resmi PN Jaksel, gugatan Novanto sudah teregistrasi dalam nomor perkara 133/Pid.Pra/2017/PN JKT.SEL. Novanto melawan KPK kembali atas status tersangka dugaan korupsi e-KTP.
ADVERTISEMENT
Tak hanya Novanto, beberapa anggota DPR seperti politikus Hanura Miryam S Haryani, politikus Golkar Ade Komaruddin dan Markus Nari, disebut ikut menerima suap dari proyek tersebut.
Setya Novanto Dengan Rompi Oranye (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Setya Novanto Dengan Rompi Oranye (Foto: Iqbal Firdaus/kumparan)
Menanggapi hal itu, Fahri pun geram dengan tingkah KPK yang terus menerus menuding proyek e-KTP menjadi bancakan para anggota DPR. Imbasnya, posisi Novanto sebagai orang nomor satu di DPR tengah digoyang.
"Dengan memanufaktur isu bahwa DPR ini bancakan Rp 2,3 triliun dan lain-lain itu menurut saya orangnya dicari. KPK harus tanggung jawab kalau dia tidak bisa buktikan," ujar Fahri.
Menurutnya, KPK secara kolektif telah membuat kebohongan publik atas kasus e-KTP. Padahal, kata Fahri, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghitung nyaris tidak ada kerugian yang ditimbulkan dari proyek e-KTP.
ADVERTISEMENT
Fahri meminta agar investigasi KPK dalam kasus e-KTP bisa dibuka secara transparan. Fahri menuturkan, jika KPK tak bisa menemukan pelaku yang menjadi dalang dari proyek e-KTP, jangan memaksa diri dengan terus mengincar Novanto yang membuat buruk citra lembaga DPR.
"Menurut saya KPK secara kolektif membuat kebohongan publik maka itu harus ditrail secara terbuka, diinvestigasi terbuka. Saya bisa katakan KPK akhirnya bukan penegakan hukum, KPK itu lembaga fitnah," jelas wakil ketua DPR dari PKS ini.
Pemeriksaan Setya Novanto (Foto: Wahyu Putro/Antara)
zoom-in-whitePerbesar
Pemeriksaan Setya Novanto (Foto: Wahyu Putro/Antara)
Fahri juga melarang KPK untuk tidak terus menerus melakukan fitnah. Dia pun menyinggung soal kesaksian penyedia perekaman biometrik e-KTP, yaitu Dirut PT Biomorf Lone, Johannes Marliem, yang diduga mengetahui ke mana saja uang e-KTP itu mengalir.
ADVERTISEMENT
Namun, penyelidikan melalui Marliem terhenti lantaran Marliem yang mendadak ditemukan tewas bunuh diri di Amerika Serikat.
"Buktinya ini kan mengkhayal mau dapatkan dari Johannes Marliem, mana ada orang sudah mati, cari aja kuburnya mana ketemu barangnya. Fitnah-fitnah saja yang berkembang ke mana-mana," imbuhnya.
Novanto kini sudah ditahan di Rutan KPK. Di kasusnya, Novanto disangka melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan proyek e-KTP tahun 2011-2012 pada Kementerian Dalam Negeri. Ia disangka melakukan perbuatan itu bersama dengan Anang Sugiana Sudihardjo, Andi Agustinus alias Andi Narogong, Irman, Sugiharto, dan kawan-kawan.
Pasal yang disangkakan kepada Setya Novanto adalah Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
ADVERTISEMENT