Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Faisal Amir (22) harus menjalani dua kali operasi. Satu di bagian pundak tangan kanan, satu lainnya di bagian kepala sebelah kiri.
ADVERTISEMENT
Faisal adalah mahasiswa jurusan Hukum Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) yang menjadi salah satu korban luka pada demonstrasi mahasiswa pada Selasa (24/10) di depan Gedung DPR RI.
Kepada kumparan, ia bercerita bagaimana awal mula ia bisa ikut demo. Semua berawal dari pertemuan antarmahasiswa di salah satu kampus di Jakarta.
Faisal masih ingat betul saat bersama dengan rekan-rekan mahasiswa lainnya dari berbagai kampus berkumpul pada Sabtu (21/10). Mereka membicarakan persiapan aksi demonstrasi menentang berbagai rancangan undang-undang yang akan disahkan DPR RI masa akhir periode kepengurusan 2014-2019.
Ada berbagai macam substansi yang mereka sepakati dalam forum itu. Dua di antaranya adalah menolak revisi UU KUHP dan revisi UU KPK. Dua tuntutan itu yang kemudian paling terdengar gaungnya dalam berbagai aksi mahasiswa.
ADVERTISEMENT
Kesepakatan di forum itu kemudian dibahas masing-masing kampus yang hendak bergabung aksi. Selain substansi yang disuarakan dianggap sudah clear bermasalah, mereka merumuskan bagaimana bentuk dan strategi aksi yang akan dilakukan.
"(Di Al Azhar) kita fokus menyampaikan aspirasi kita enggak maju ke depan. Kita sepakat temen-temen cowok dan cewek di tengah, kita enggak maju ke depan," kata Faisal saat ditemui di kediamannya di kawasan Karawaci, Tangerang, Selasa (15/10). Faisal berbicara dengan baik atau normal, seolah tak tampak dia baru saja mengalami luka parah. Sesekali dia bercanda.
Faisal saat itu bertindak sebagai koordinator lapangan dari kampus Al Azhar, yang bertanggung jawab atas massa aksi dari kampusnya. Awal pergerakan pada Selasa (24/10) sekitar pukul 12.30 WIB.
ADVERTISEMENT
Mereka mulai bergabung dengan massa aksi dari berbagai kampus yang lebih dulu tiba.
Suasana di lokasi saat itu riuh. Sesuai rencana awal, massa dari kampusnya berada di tengah massa aksi saat itu. Aksi berjalan kondusif, tak ada provokasi, perwakilan dari berbagai kampus bergantian melakukan orasi.
Faisal juga merupakan salah satu perwakilan dari Al Azhar yang berorasi di mobil komando. Poin orasinya mengenai RKUHP yang dia anggap bermasalah dan revisi UU KPK yang dinilai bersifat melemahkan.
"Karena kan momentum seperti ini kita bawa substansi kita perjuangan hak-hak rakyat. Legitimasinya enggak jelas contohnya RUU KPK wewenangnya diperkosa, ada pengawas, dan RKUHP ada banyak pasal ngawur," ujarnya.
Menurut Faisal, aksi di hari itu berjalan dengan tertib. Hingga sekitar pukul 16.00 WIB, ia sadar bahwa massa sudah mulai tak terkendali.
ADVERTISEMENT
Ketua BEM-nya saat itu menginstruksikan agar massa Al Azhar mundur mencari tempat yang aman.
Ia sebagai koordinator lapangan pun segera bergerak, mengevakuasi massa aksi ke tempat aman.
Yang pertama kali dievakusi adalah massa perempuan. Mereka aman, dibawa ke area sekitar TVRI untuk berlindung.
"Temen-temen cewek ini kita bawa mundur, aman. Saya jemput yang cowok," kata dia sembari berusaha mengingat kejadian saat itu.
"Ketua BEM saya bilang ini rusuh kita mundur. Ini temen-temen yang cowok agak batu, udah ditembaki gas air mata dari jam empat," sambung Faisal yang merupakan anggota Satuan Pelajar dan Mahasiswa (SAPMA) Pemuda Pancasila ini.
Kemudian Faisal mengitari massa aksi untuk mencari rekan-rekannya yang tercecer. Seingatnya, ada sekitar empat kali ia bolak-balik menjemput rekan-rekannya ke tempat aman.
ADVERTISEMENT
Sambil mengingat-ingat, ia menceritakan kondisi saat itu sangat memprihatinkan. Banyak mahasiswa yang terkena gas air mata hingga pingsan.
Bahkan ada yang terkena lemparan batu. Belum lagi siraman water canon.
Mahasiswa saling bopong, membantu menyelamatkan diri dari situasi chaos yang terjadi sore itu.
Setelah banyak mengevakuasi massa dari kampusnya, Faisal masih mencoba mencari rekan lainnya. Hingga dalam pencarian keempatnya, ia tak ingat apa yang selanjutnya terjadi.
"Ada 4 kalian gitu (evakuasi), abis itu pas mundur, saya enggak sadar," kata Faisal.
"Ngerasa badan kamu dibopong?" tanya kumparan.
"Enggak, saya enggak ingat sama sekali," jawab Faisal.
Dia betul-betul tak mengingat kejadian selanjutnya. Faisal blank.
"Enggak inget. Itu jauh di gedung tempat buruh-buruh itu, itu jauh. Iya lupa sama sekali," kata Faisal.
ADVERTISEMENT
Ia tak sadarkan diri saat ditemukan di basemen oleh salah satu pegawai restoran di kawasan Senayan.
Faisal kemudian dibawa dengan mobil pikap oleh rekan-rekannya ke RS Pelni, Petamburan, Jakarta. Saat itu berembus isu bahwa dia tewas karena kekerasan yang dideritanya. Namun, RS Pelni beberapa kali menggelar jumpa pers untuk menyangkal isu itu.
Faisal sadarkan diri usai mendapatkan perawatan medis yakni dua kali operasi. Faisal lantas mencoba mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi sore itu.
"Inget-inget di rumah sakit. Seusai operasi. Itu saya ada kacamata patah, saya lepas. Itu saya mondar-mandir saya lepas. Enggak tahu jujur atau bohong, kesaksiannya buruh, wartawan, saya pakai kacamata, saya diangkut pake mobil bak. Saya lihat videonya saya disenderin, nah itu saya hampir enggak selamat. 30 menit itu (telat) saya hilang, sudah mati," kata pemuda berkacamata ini.
ADVERTISEMENT
Saat sadar, Faisal mencari tahu luka apa saja yang ia terima. Berdasarkan keterangan dokter, Faisal menuturkan, tangan bagian kanan mengalami patah tulang.
Ada retak di bagian kiri kepala dan bocor di bagian belakang. Sementara dua lengannya mengalami luka-luka memar.
Banyak spekulasi bertebaran terkait penyebabnya. Mulai dari jatuh dari ketinggian, terinjak, hingga opsi paling ekstrem: dipukuli. Ia pun meragukan apabila luka yang ia terima akibat jatuh dari ketinggian.
"Ya meragukan dikit. Saya dibilang jatuh dari ketinggian dua meter. Saya sering loncat-loncat itu dua meter. Oke saya jatuh diinjek-injek, terus satu lagi apa? Dipukul, kan. Nah kan ada tiga luka," kata dia.
Meski begitu Faisal sama sekali tak mengingat apa pun soal penyebab dirinya tak sadarkan diri. Ia mengikhlaskan apa yang terjadi padanya.
ADVERTISEMENT
Menurut dia, hal itu merupakan risiko dari aksi demonstrasi. Namun begitu, langkah hukum yang ia tempuh akan terus berlanjut.
Orang tua Faisal, Siti Asma Ratu Agung, telah melaporkan apa yang terjadi pada anaknya ke dua instansi yakni Bareskrim Mabes Polri dan Komnas HAM. Faisal saat ini didampingi 12 pengacara dalam mengawal kasusnya.
"Gimana ya, misalnya apa ya, saya bisa belajar dari situ. Saya dibela 12 pengacara, saya dibela teman-teman BEM. Saya dibela teman-teman SAPMA. Apa layak saya enggak ngambil jalur hukum?" sambung anak kedua dari tiga bersaudara ini.
"Tapi ya, nanti kan ada pembuktiannya kalau ada bukti saya jatuh ya, udahlah ya," ungkap Faisal.
Terkait apa yang dialaminya, Faisal tidak trauma. Ketika disinggung mengenai revisi UU KPK yang akan resmi digunakan pada 17 Oktober, Faisal menghela napas panjang.
ADVERTISEMENT
"Kayak enggak serius banget Presiden nunda-nunda tanda tangan, ya di DPR (UU) langsung sah. Tanggal 17 (Oktober) enggak tau deh, akan terjadi apa. Bisa jadi saya turun aksi lagi. Ya bisa jadi," kata dia.
"Dengan kondisi begini?" tanya kumparan.
"Paksain aja," kata dia.