Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.1
Fakta Baru Kasus dr Aulia: Undip Akui Ada Bullying; Aliran Uang Diselidiki
14 September 2024 7:00 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
Fakta baru terkuak di balik kematian dokter Aulia Risma Lestari. Aulia merupakan dokter RSUD Kardinah Tegal yang juga mahasiswa PPDS Program Studi Anestesi Universitas Diponegoro (Undip). Ia ditemukan meninggal dunia pada Senin (12/8) di kamar kosnya.
ADVERTISEMENT
Ada perundungan atau bullying yang diduga melatarbelakangi kematian korban. Kasus ini kemudian dilaporkan keluarga korban ke Polda Jawa Tengah.
Pihak keluarga melaporkan sejumlah senior korban terkait pemerasan, pengancaman, hingga intimidasi terhadap korban. Chat hingga rekening korban menjadi bukti dalam laporan tersebut.
Kini fakta baru terungkap dari kasus tersebut. Berikut rangkumannya:
Aliran Dana dari dr Aulia mencapai Rp 225 Juta
Misyal Achmad, kuasa hukum keluarga dokter Aulia Risma Lestari, mengungkapkan soal aliran dana Rp 225 juta dari rekening Aulia ke sejumlah orang. Aliran dana itu masih diselidiki aparat kepolisian.
"Iya, masih ditelusuri lewat pemeriksaan ibu dari Aulia di Polda Jateng," ujar Misyal saat dihubungi, Jumat (13/9).
Misyal enggan menyebut identitas penerima dana tersebut. Sebab, ia tak ingin mengganggu proses penyelidikan yang sedang ditangani polisi.
ADVERTISEMENT
"Kalau penerimanya disebut, nanti penetapan tersangkanya kacau. Ibu korban yang menjelaskan ke penyidik soal rekening koran tersebut, uang mengalir ke mana saja," ujar Misyal.
Undip Akui Ada Bullying
Universitas Diponegoro (Undip) adanya perundungan atau bullying dalam Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS). Mereka meminta maaf dan berjanji akan membenahi sistem mereka.
"Kami menyadari sepenuhnya, kami menyampaikan, dan kami mengakui bahwa di dalam sistem pendidikan dokter spesialis di internal kami terjadi praktik-praktik atau kasus-kasus perundungan dalam berbagai bentuk, dalam berbagai derajat, dalam berbagai hal," ujar Dekan FK Undip, Yan Wisnu Prajoko, di Aula FK Undip, Semarang, Jumat (13/9).
Yan kemudian meminta maaf kepada masyarakat, Kementerian Kesehatan, Kementerian Dikbudristek, dan kepada Komisi IX juga X DPR RI atas adanya hal tersebut.
ADVERTISEMENT
"Kami memohon maaf bila masih ada kekurangan kami dalam kami menjalankan proses pendidikan khususnya kedokteran spesialis ini," ucap Yan Wisnu.
RSUP Dr Kariadi Juga Akui Ada Bullying dan Minta Maaf
Direktur Layanan Operasional RS Kariadi Mahabara Yang Putra akhirnya mengakui adanya perundungan mahasiswa PPDS di rumah sakitnya. Ia juga menyebut pihak rumah sakit juga bertanggung jawab atas kasus ini.
"Kami sebagai RS pendidikan tidak lepas dari kekurangan dan kealpaan ketika terjadi perundungan, kami mengatakan bahwa turut bertanggung jawab dalam proses pendidikan dokter spesialis tersebut," imbuh Mahabara.
Ia juga ikut menyampaikan permohonan kepada masyarakat atas situasi yang terjadi selama ini. Ia juga berjanji akan melakukan pembenahan.
"Segala kekurangan dan sebetulnya terjadi belum bisa mencapai ekspektasi kita sebagai wahana RS pendidikan turut bersimpati dan juga mohon maaf harapannya ke depan menjadi lebih baik," kata Mahabara.
ADVERTISEMENT
Undip Akui Ada Pungutan ke Maba PPDS
Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, dr. Yan Wisnu Prajoko, mengakui adanya bullying di Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Prodi Anestesi berupa iuran Rp 20 hingga Rp 40 juta. Pungutan itu dibebankan kepada mahasiswa baru (maba) PPDS selama 1 semester atau 6 bulan.
Yan Wisnu mengatakan, bullying berupa pungutan itu terjadi karena kesalahan sistem kerja yang berat. Sehingga ada pungutan uang dari junior untuk kebutuhan mereka dan senior selama menjalani PPDS di RSUP dr. Kariadi.
"Jadi kalau di Anestesi, di semester 1 mereka per bulan satu orang Rp 20-40 juta untuk 6 bulan pertama. Untuk gotong-royong konsumsi, tapi nanti ketika semester 2, nanti gantian yang semester 1. Terus begitu, jadi semester 2 tidak itu lagi," ujar Yan Wisnu dalam jumpa pers di kantornya, Jumat (13/9).
ADVERTISEMENT
Tak hanya untuk makan, uang iuran yang berasal dari 7 hingga 11 mahasiswa semester 1 itu digunakan untuk membayar operasional yang lain. Mulai dari menyewa mobil hingga membayar kos.
"Jadi mereka memenuhi kebutuhan manusiawi mereka cukup besar. Kalau di sini untuk operasional, mereka sewa mobil, menyewa kos dekat rumah sakit terkait dengan operasional. Anestesi antara 7-11 mahasiswa per semester, mereka menyampaikan ke tim investigasi, temuan yang signifikan itu," jelas dia.
Ia juga mengakui, iuran mahasiswa baru itu paling banyak di prodi anestesi. Sedangkan di prodi yang lainnya, ia mengeklaim tidak ada iuran sebesar di Prodi Anestesi.
"Di tempat lain mungkin praktiknya ada, tapi sebagian besar sudah mengikuti imbauan saya, di Anestesi itu yang agak nominalnya besar," ungkap Yan Wisnu.
ADVERTISEMENT
Ia juga menegaskan, apa pun alasannya pungutan tersebut bukanlah hal yang benar. Sehingga itu masuk dalam perundungan.
"Saya sampaikan di balik rasionalisasi apa pun, orang luar melihatnya kurang tepat, bahkan diksi dipalak, dipungut. Jadi perundungan tidak selalu penyiksaan, tapi by operational-nya, konsekuensi dari pekerjaan mereka," kata Yan Wisnu.
ADVERTISEMENT