Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Fakta-fakta Batalnya PN Jaksel Eksekusi Rumah Guruh Soekarnoputra
4 Agustus 2023 8:41 WIB
·
waktu baca 5 menitADVERTISEMENT
Rumah mewah yang ditempati putra Presiden Soekarno, Guruh Soekarnoputra, akan dieksekusi oleh Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan. Buntut Guruh kalah gugatan di pengadilan sehingga ia diperintahkan mengosongkan rumah.
ADVERTISEMENT
Rumah yang sempat jadi objek sengketa tersebut berada di Jalan Sriwijaya III, Kebayoran, Jakarta Selatan.
Namun proses eksekusi itu menemui kendala. Sebab pihak Guruh tak menerima dan mempertanyakan putusan tersebut. Di sisi lain, eksekutor menyatakan hanya menjalankan putusan pengadilan.
Eksekusi yang sejatinya dilakukan pada Kamis (3/8) pun akhirnya batal. Berikut kumparan rangkum fakta-fakta batalnya eksekusi tersebut:
Awal Mula Sengketa
Duduk perkara sengketa rumah ini bermula dari gugatan Susy Angkawijaya terhadap Guruh di PN Jaksel. Gugatan ini sudah berlangsung lama sejak 2014.
Gugatan ini terkait sengketa jual beli rumah pada 2011. Susy menyatakan diri sebagai pemilik tanah dan bangunan yang terletak di Jalan Sriwijaya III Nomor 1, Kelurahan Selong, Kecamatan Kebayoran Baru, Kotamadya Jakarta Selatan. Jual beli itu berdasarkan Akta Jual Beli Nomor 36/2011, tanggal 3 Agustus 2011.
ADVERTISEMENT
Susy kemudian melakukan balik nama Sertifikat Hak Milik di kantor Pertanahan Jakarta Selatan. Pada 28 Februari 2013 tercatat peralihan kepemilikan rumah dari pemilik lama atas nama Guruh Soekarnoputra kepada pemilik baru Susy Angkawijaya.
Menurut Susy, pada saat tanda tangan Akta Jual Beli tahun 2011, Guruh juga menandatangani Akta Pernyataan dan Pengosongan di hadapan notaris. Maka, Guruh seharusnya mengosongkan rumah selambat-lambatnya pada 3 Desember 2011.
Menurut Susy, Guruh juga sepakat dalam Akta Pengosongan untuk membayar denda keterlambatan sebesar Rp 40 juta untuk setiap hari keterlambatan. Nilai itu disebut 1% dari harga jual beli.
Dengan asumsi 1% harga jual beli ialah sebesar Rp 40 juta, maka harga rumah dan tanah itu ialah Rp 4 miliar.
ADVERTISEMENT
Namun, Guruh disebut tidak mengosongkan dan menyerahkan tanah dan bangunan itu, bahkan hingga lebih dari 2 tahun. Susy mengaku dirugikan dengan adanya wanprestasi yang dilakukan Guruh.
Bahkan bila merujuk kesepakatan soal denda pengosongan rumah hingga kurang lebih 800 hari, maka nilainya hingga Rp 32 miliar.
Selain itu, Susy juga mengaku dirugikan karena telah mengeluarkan dan membayar uang pembayaran harga tanah dan bangunan. Sebab, bila ditempatkan di bank, maka akan mendapat bunga kurang lebih nilainya Rp 44 miliar.
Susy pun mengaku depresi berat karena dipersalahkan keluarganya lantaran wanprestasi Guruh. Ia menilai kerugiannya itu sebesar Rp 100 miliar.
Masih dalam salinan putusan, Guruh selaku Tergugat mengajukan eksepsi. Ia menilai gugatan Susy Kurang Pihak serta Kabur.
ADVERTISEMENT
Kurang Pihak karena dinilai seharusnya turut menggugat Dinas Kebudayaan dan Permuseuman DKI. Sebab tanah dan bangunan yang menjadi objek sengketa ialah ‘Benda Cagar Budaya’ yang perlu izin Gubernur DKI Jakarta bila terjadi peralihan.
Namun demikian, Susy dimenangkan atas gugatan tersebut.
Eksekusi
PN Jaksel sudah mengeluarkan peringatan kepada Guruh untuk mengosongkan rumah lebih dari tiga kali sejak 2020. Namun, Guruh disebut tidak melaksanakannya. Eksekusi teranyar dilakukan pada 3 Agustus 2023 atas perintah pengadilan, tetapi gagal.
Lokasi Tak Kondusif, Ada Massa
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, mengatakan pihaknya kesulitan untuk mengeksekusi rumah Guruh karena situasi yang tidak kondusif.
“Petugas kami juru sita kami Pengadilan Jakarta Selatan tidak bisa masuk ke lokasi oleh karena situasi dan kondisi di tempat lokasi objek eksekusi tidak memungkinkan atau tidak kondusif,” kata Djuyamto.
ADVERTISEMENT
Rumah Guruh dijaga oleh massa yang menamakan diri Front Pecinta Tanah Air.
Sebagian dari massa mengenakan seragam putih bertuliskan Bajul Rowo, tapi ada juga yang berpakaian bebas. Mereka membawa mobil komando, minibus, dan angkot.
Posisi mobil dibuat memblokade jalan sehingga akses untuk melewati rumah Guruh pun terbatas. Karena kondisi yang tidak kondusif, eksekutor pun memutuskan untuk mengurungkan proses pengosongan.
“Situasi menjadi tidak memungkinkan untuk dilaksanakannya proses eksekusi,” ujar Djumanto.
Guruh: Saya Terzalimi
Guruh Soekarnoputra buka suara soal penyitaan rumahnya oleh PN Jaksel.
“Kami tidak bisa menerima itu karena saya merasa dalam kasus ini saya adalah di pihak yang benar,” kata Guruh.
Berdasarkan surat pemberitahuan penyitaan yang dikeluarkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan nomor W1O.U3. 11.260.HK 02.VII.2023.BIL 11 Juli 2023 lalu pihak eksekutor akan melakukan eksekusi pengosongan 3 Agustus.
ADVERTISEMENT
"Saya merasa mereka juga merasakan, bahwa bukan saya saja pribadi, apalagi sebagai keluarga atau saya [sebagai] anak proklamator, terzalimi. Tapi ini juga sebuah kezaliman terhadap negara dan bangsa," ucap Guruh.
Sebab, Guruh merasa kasus ini adalah bukti bahwa mafia peradilan dan mafia tanah masih ada dan marak. Oleh karena itu, ia yang merasa terzalimi hingga saat ini masih yakin berada di pihak yang benar.
PN Jaksel: Putusan Pengadilan Harus Dilaksanakan
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kesulitan dalam mengeksekusi rumah Guruh Soekarnoputra. Eksekusi sedianya dilakukan pada Kamis (3/8) pun batal.
Namun, pihak pengadilan menyatakan putusan hakim harus dilaksanakan.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Djuyamto, mengatakan sejatinya tidak ada alasan untuk tidak melaksanakan eksekusi. Apalagi, keputusan pengosongan rumah itu merupakan keputusan majelis hakim.
ADVERTISEMENT
“Kalau pelaksanaan eksekusi pada jadwal yang sudah ditentukan, berarti apa yang sudah diputuskan oleh majelis hakim di dalam putusan tentu harus dilaksanakan karena ada pihak yang mengajukan permohonan terkait dengan kedudukannya sebagai pihak yang dimenangkan oleh putusan,” kata Djuyamto.