Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.98.1
Fakta-fakta Bimbel di Makassar Sebut Masuk Akpol Bayar-Desakan Upaya RJ
23 Januari 2025 8:37 WIB
·
waktu baca 3 menit
ADVERTISEMENT
Sebuah tempat bimbingan belajar (Bimbel) di Kota Makassar, ASN Institute, harus berurusan dengan polisi. Sebab, perusahaan milik PT Digi Teknologi Indonesia itu menyebut rincian biaya yang harus dibayar jika ingin masuk Akademi Kepolisian (Akpol).
ADVERTISEMENT
Informasi itu mereka tuangkan dalam sebuah artikel yang berjudul 'Nominal Biaya Pendidikan Akpol 2025 Yang Wajib Kamu Ketahui'. Tulisan itu diunggah di website miliknya, dan menulis bahwa tes masuk Akpol butuh biaya hingga puluhan juta rupiah.
“Pada kenyataannya, biaya masuk Akpol itu tidak ada,” kata Kasubdit Cybercrime Polda Sulsel, Kompol Bayu Wicaksono saat jumpa pers di Polda Sulsel, Selasa (21/1) sore tadi.
Ia menjelaskan, kasus terungkap berawal dari patroli siber yang dilakukan Bareskrim Polri. Temuan itu ditindaklanjuti, dan polisi berhasil menemukan pelaku di tempat bimbel ASN Insititute.
“ASN Institute ini membuat artikel terkait biaya masuk Akpol. Lalu, dipublikasikan di situs resmi ASN Institute,” sambungnya.
Dalam kasus ini, polisi telah memeriksa tiga orang terduga pelaku. Mereka, berinisial AIS (22 tahun), selaku pembuat artikel; AF (28 tahun), selaku marketing; dan TM (34 tahun), pimpinan PT. Digi Teknologi Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Pengakuan mereka melakukan itu lantaran untuk menarik peserta bimbingan belajar ke ASN Institute,” jelasnya.
Hal senada disampaikan Kasubbag Selek Bagdalpers Ro SDM Polda Sulsel, Kompol I Made Suarma bahwa masuk seleksi Akpol atau penerimaan Polri, tidak dipungut biaya atau gratis.
“Jadi saya tegaskan, masuk Polri gratis,” ujarnya.
Sementara itu, pimpinan ASN Institute, AF, mengaku salah telah menyebarkan berita bohong terkait penerimaan Akpol. Karena itu, ia meminta maaf atas perbuatannya.
“Kami memohon maaf sebesar-besarnya atas kekeliruan atas informasi yang kami berikan,” katanya.
Atas perbuatannya, mereka disangkakan Pasal 45A ayat (1) dan (2) jo Pasal 28 ayat (1) dan (2) UU ITE. Ancaman hukumannya pidana penjara maksimal enam tahun dan/atau denda maksimal Rp 1 miliar.
ADVERTISEMENT
Sahroni soal Kasus Pemilik Bimbel Sebut Masuk Akpol Bayar: Sebaiknya Damai Saja
Wakil Ketua Komisi III DPR Ahmad Sahroni menanggapi kasus yang menimpa tempat bimbingan belajar di Kota Makassar, ASN Institute, yang harus berurusan dengan polisi.
Sahroni mengatakan, masalah ini sebaiknya bisa diselesaikan dengan bijak. Ia mendorong jika bisa menggunakan restorative justice, sebaiknya diselesaikan dengan itu.
"Sebaiknya kepolisian tetap kedepankan restorative justice bila sudah di kantor polisi," kata Sahroni kepada wartawan, Rabu (22/1).
Bendahara Umum NasDem ini menegaskan, memang benar nama baik institusi Polri harus dijaga. Namun, jika kasus itu sepele, ia menyarankan agar diselesaikan dengan damai.
"Institusi wajib dijaga marwahnya, tapi kedepankan restorative justice, bebaskan wajib dengan cara restoratif justice," ucap Sahroni.
ADVERTISEMENT
Ahli Hukum Dorong RJ
Ahli hukum pidana Universitas Gadjah Mada (UGM), Fatahillah Akbar, mengatakan penetapan tersangka ini aneh. Dia pun mempertanyakan penerapan pasal yang diterapkan.
"Aneh ya, kena pasal apa? Kena pasal hoaks dalam perlindungan konsumen 28 ayat 1 atau hoaks terkait sara 28 ayat 2?" kata Akbar dikonfirmasi, Rabu (22/1).
"Kalau 28 ayat 1 jelas enggak. Kalau 28 ayat 2 apakah ada suku agama ras dan sebagainya?" jelasnya.
Lalu jika disangkakan pencemaran nama baik, Akbar mengatakan pencemaran nama baik harus perorangan korbannya. Bukan institusi.
"Kalau sekadar hoaks 28 ayat 3 harus ada kerusuhan fisik," jelasnya.
Menurut Akbar, jika pasal-pasal itu yang diterapkan kepada para tersangka, maka sejatinya tidak tepat.
ADVERTISEMENT
"Jadi menurut saya enggak ada pasal yang bisa digunakan untuk menjerat pelaku. Ditunggu saja paling sebentar lagi di-SP3," terangnya.