Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Betapa kecewanya Asmarani Dongku. Siswa kelas VI SD di Desa Pandiri, Kecamatan Lage, Kabupaten Poso, itu bahkan tak kuasa menahan tangis saat tahu lomba lari yang ia ikuti tak berhadiah.
ADVERTISEMENT
Padahal, Asmarani sudah berusaha keras untuk bisa mencapai garis finish di lintasan sejauh 21 kilometer itu. Namun, begitu sampai di garis finish, ia baru diberi tahu jika lomba lari ini tak ada hadiahnya.
Menurut Kepala Dinas PU Sulteng Saiifullah Djafar, lomba lari tersebut memang tidak memiliki hadiah karena bukan kontes. Lomba tesebut sebenarnya hanya bagian dari syukuran atas selesainya pekerjaan peningkatan jalan.
"Jadi sejak awal, kita sudah sampaikan, bahwa acara ini tanpa hadiah dan gratis," kata Djafar.
Menurutnya, para peserta umumnya sudah tahu dengan hal itu. Meski tak memiliki hadiah, namun panitia menyediakan medali sebagai tanda keikutsertaan dalam acara itu bagi pemenangnya.
Berikut fakta-fakta klaim menang tanpa hadiah Asmarani:
Mengaku juara satu
ADVERTISEMENT
Asmarani yang masih duduk di kelas VI SD itu mengaku berhasil mengalahkan 40 peserta lainnya. Padahal, lomba tersebut memiliki lintasan yang cukup panjang, yaitu 21 kilometer.
"Saya menangis, capek dan tidak ada hadiahnya, Nanti di finish baru dibilang tidak ada hadiahnya. Kalau saya tahu tidak ada hadiahnya, saya tidak akan ikut," ujar Asmarani, di Poso, seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/1).
Asmarani berasal dari keluarga yang sederhana. Ia mengaku tertarik mengikuti lomba tersebut karena ajakan tetangganya.
Apalagi, dalam pikiran Asmarani, setiap lomba lari yang diikutinya selalu menyediakan hadiah uang tunai. Mulai dari Rp 1 juta hingga Rp 3 juta untuk juara pertama.
Ternyata Tak Juara
Pengakuan Asmarani itu lalu disanggah oleh peserta lari lainnya, Nurlina (35). Nurlina merupakan peserta pertama yang tiba di garis finish.
ADVERTISEMENT
“Dari pengumumannya, saya adalah cewek pertama yang tiba di finis terakhir dan dipasangkan pita,” kata Nurlina kepada PaluPoso, Kamis (30/1).
Menurut Nurlina, ajang tersebut memang tidak menyediakan hadiah karena bukan perlombaan, melainkan partisipasi komunitas dalam syukuran pemerintah. Nurlina mengaku ia tidak tahu dengan pasti soal pengakuan Asmarani.
“Kata panitia ada yang sampai pertama tetapi naik motor makanya tidak dipasangkan pita dan saya nomor 125 yang diumumkan sampai di garis finis pertama,” kata Nurlina.
Sementara itu, menurut Kadis PU Sulteng Saifullah Djafar, Asmarani tidak meraih juara I. Namun, Asmarani merupakan juara 19 gabungan putra yang lari bersama.
Orangtua Yakin, Asmarani Menang
Ibu Asmarani, Yumilda Todagi, yakin anak keempatnya itu merupakan perempuan pertama yang sampai di garis finis. Keyakinan itu semakin kuat ketika Asmarani diberi pita kuning dan cap tangan.
ADVERTISEMENT
“Saya ikuti anak saya dari start dan kami tunggu di Jembatan Poso. Saya lihat anak saya memang sendiri perempuan yang terus berlari. Saya tunggu sampai di finis dan saya liat memang anak saya,” tutur Yumilda.
Sebenarnya, Yumilda tidak keberatan jika anaknya mengikuti lomba lari tanpa hadiah. Namun, sebelum didaftarkan, Yumilda sempat dimintai biaya pendaftaran Rp 50 ribu.
Beberapa hari kemudian, Asmarani lalu mendapatkan kaos dan nomor peserta 151. Sayang, saat lomba berlangsung, Yumilda tidak memiliki bukti dokumentasi foto, sehingga pemenang lomba tersebut tetap simpang siur.
“Kami tidak permasalahkan karena kami juga kaget dengar seperti ini,” ucapnya.
Rela Berangkat Subuh
Orang tua Asmarani, Alfrianus Dongku, mengaku kecewa anaknya tidak mendapat hadiah. Padahal, menurutnya, anaknya itu sudah berhasil mengalahkan 40 peserta lari lainnya yang berusia dewasa.
ADVERTISEMENT
Afrianus mengisahkan, ia awalnya mendapatkan informasi soal lomba lari itu dari staf Dinas PU Kabupaten Poso. Menurut staf tersebut, kata Afrianus, lomba maraton itu ada hadiahnya.
"Saya disampaikan salah satu staf PU Poso bahwa lomba itu ada bonusnya. Maka, saya dan anak, serta istri bonceng tiga, berangkat dari rumah sekitar jam tiga subuh agar bisa mengikuti lomba itu," ujar Alfrianus seperti dikutip dari Antara, Kamis (30/1).
Dapat Sumbangan dari Donatur
Meski batal dapat hadiah dari lomba lari, Asmarani tetap bisa tersenyum. Pasalnya, beberapa bantuan dari donatur yang iba dengan ceritanya sudah berdatangan ke rumahnya.
Misalnya dari Komunitas Pecinta Lari Club Poso yang memberikan uang tunai dan kaos. Selain itu, ada pula Runners Kabupaten Tolitoli yang juga memberikan sejumlah uang.
ADVERTISEMENT
Salah satu donatur di Kabupaten Salatiga, Jawa Tengah, juga memberikan bantuan. Tak diketahui berapa total bantuan dan sumbangan dari berbagai pihak itu untuk Asmarani.
Menurut ayah Asmarani, Alfrianus Dongku, mereka yang bersimpati tersebut memberikan apresiasi atas usaha dan kerja keras Asmarani yang memenangi lomba maraton 21 kilometer meski tak mendapat hadiah dari penyelenggara.
"Kami juga berterima kasih kepada seluruh pihak yang peduli dengan anak kami," ujar Alfrianus.