Fakta-fakta di Balik Revenge Porn Pandeglang yang Seret Jaksa

28 Juni 2023 7:44 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
7
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Pemerkosaan. Foto: Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Pemerkosaan. Foto: Shutterstock
ADVERTISEMENT
Kasus revenge porn di Kabupaten Pandeglang viral setelah kakak korban, Iman Zanatul Haeri, mengunggah kronologinya melalui media sosial. Korban adalah perempuan berusia 20 tahun, dan pelaku adalah mantan pacar korban, Alwi husen Maolana (22).
ADVERTISEMENT
Dalam cuitannya, Iman menyebut kasus ini sudah dibawa ke jalur hukum, namun persidangannya malah dipersulit. Bahkan Iman mengaku keluarganya mendapat intimidasi saat melapor ke posko PPA Kejaksaan.
Iman juga menyebut setidaknya ada tiga hal yang dilakukan jaksa yang dianggap memberatkan korban:

1. Ada Jaksa Minta Korban Mengikhlaskan

Pada 6 Juni 2023, korban dan kakaknya dipanggil oleh jaksa penuntut umum kasus tersebut, ke ruangan pribadi jaksa tersebut. Jaksa ini, menurut Iman, meminta korban mengikhlaskan dan memaafkan pelaku.

2. Ada Jaksa Intervensi Korban Saat Mengadu di Posko PPA

Pada 13 Juni 2023, pihak keluarga korban dan kuasa hukumnya melapor ke posko Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kejari Pandeglang. Yang dilaporkan adalah:
ADVERTISEMENT
Di tengah pelaporan ke posko PPA ini, seorang jaksa penuntut umum kasus tersebut masuk ke ruangan dan memarahi keluarga korban karena membawa kuasa hukum dalam pengaduan.
"Saat itu Ibu Kejari Pandeglang mendemotivasi kami dengan menyatakan kekerasan seksual dan pemerkosaan kasus ini tidak bisa dibuktikan karena tidak adanya visum," kata kakak korban.

3. Ada Jaksa Meminta Korban Bertemu di Cafe

Usai peristiwa tersebut, ada seseorang yang mengaku sebagai jaksa yang meminta bertemu dengan korban di suatu cafe dengan live music. Ini tidak dituruti karena pihak keluarga merasa aneh kenapa ada jaksa yang meminta korban keluar dari safe house-nya.
Selain itu, Iman menyebut keluarganya tak mendapatkan informasi soal sidang. Pada 16 Mei 2023, tiba-tiba keluarganya mendapat info jika sidang perdana kasus ini sudah digelar di PN Pandeglang.
ADVERTISEMENT
kumparan mengecek nomor perkara tersebut, dan dalam Sistem Informasi Penelusuran Perkara, nomor perkara itu tidak dapat dibuka karena tercantum keterangan "disamarkan".
Yang dapat dilihat hanyalah nama-nama jaksa penuntut umum, yakni Nanindya Nataningrum, Mario Nicolas, Nia Yuniawati, Teuku Syahroni, Adyantana Meru Herlambang.
Sedangkan nama-nama hakimnya tidak ada. Hanya tercantum "belum dapat ditampilkan".

Korban Lapor Pemerkosaan, yang Diusut UU ITE

Ilustrasi pelanggaran UU ITE. Foto: Shutter Stock
Saat sidang digelar, pelaku Alwi Husen Maolana dijerat dengan UU ITE karena menyebarkan video asusilanya dengan korban. Meski kasus ini sudah masuk tahap sidang lanjutan, namun ternyata awalnya keluarga korban bukan melaporkan Alwi dengan UU ITE, melainkan kekerasan seksual dan pemerkosaan.
"Jadi awalnya kuasa hukum itu memang melaporkan kekerasan seksual dan pemerkosaan, namun penyidik cyber crime Polda Banten ini mengarahkan ke UU ITE," ungkap Iman Zanatul Haeri, di PN Pandeglang, Selasa (27/6).
ADVERTISEMENT
"Alasannya bukti-bukti yang bisa mereka dapatkan adalah tentang bukti-bukti yang berbentuk elektronik ataupun digital," sambungnya.
Iman mengaku kecewa karena bukti-bukti yang bisa menguatkan soal adanya kekerasan tidak dipertimbangkan oleh penyidik. Saat ini Iman belum memastikan apakah keluarganya akan melaporkan lagi kasus kekerasan seksual tersebut.
"Kita akan lihat kelanjutan dari persidangannya, apakah ini berkeadilan atau tidak, tapi itu sudah direncanakan oleh kami untuk melakukan pelaporan kembali," kata dia.

Klarifikasi Kajari Pandeglang

Kepala Kejaksaan Negeri Pandeglang Helena Octaviane. Foto: kejari.pandeglangkab.go.id
Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Pandeglang, Helena Octaviane, memberikan tanggapannya atas tudingan keluarga korban tersebut. Dalam pembelaannya, Helena mengaku ia memahami kondisi korban karena pernah mengalami hal serupa.
"Kalau korban mau jujur, saya pernah mengatakan bahwa saya pernah mengalami yang korban rasakan, saya pernah mengalami perlakuan kayak catcalling dan sebagainya," kata Helena saat menggelar pertemuan dengan wartawan via Zoom pada Senin malam (26/6).
ADVERTISEMENT
"Kemudian saya bilang, karena korban ini finalis Kaka Teteh Pandeglang, dan saya sudah bertemu dengan korban sebelum adanya kasus ini, korban juga enggak ada masalah mengobrol sama saya," ujar Helena.
Helena melanjutkan, "Korban juga waktu itu, kalau boleh diomongin, sudahlah saya juga enggak mau panjang-panjangin."
"Jadi malah saya bilang, ke depannya kamu harus semangat karena saya pun sudah mengalami tapi bisa jadi Kejari kenapa kamu enggak bisa? Apalagi kamu kuliah di Fakultas Hukum, tentunya kamu bisa mengembangkan ilmu-ilmu yang kamu dapatkan," kata Helena.
Helena juga membantah mengintervensi korban di posko. "Di posko, kami sempat memberikan suvenir boneka sampai korban bilang 'Kok dikasih boneka, kayak anak kecil saja'," katanya.
"Apa itu bentuk intimidasi? Saya bingung. Boneka itu bentuk kasih sayang kami bahwa boneka itu lambang cinta," kata Helena.
ADVERTISEMENT
Kakak korban kasus revenge porn, Iman Zanatul Haeri (tengah). Foto: kumparan
Pernyataan Helena itu lalu direspons kembali oleh kakak korban, Iman, dan pengacaranya, Rizki Arifianto. Rizki mengatakan, ada sejumlah kejanggalan, salah satunya soal Kejari Pandeglang yang meminta korban tak didampingi pengacara.
"Jadi kalau statement Kejari bilang enggak usah pakai pengacara karena pengacara itu biasanya dipakai oleh terdakwa itu menurut saya jadi hal keliru," kata Rizki di Pandeglang, Selasa (27/6).
Selain itu, Rizki menyebut, pihaknya hingga kini belum mendapat surat dakwaan. Menurutnya, jaksa selalu menolak permintaan pihaknya yang ingin mendapatkan surat dakwaan.
"Lalu kemudian kami dari kuasa hukum juga akan melaporkan jaksa, ke pengawas karena kami menganggap tidak kooperatif. Seharusnya posisi jaksa itu berdasarkan hukum acara pidana itu, dia yang mewakili korban. Tapi sampai saat ini korban juga enggak tahu dan enggak dapat surat dakwaannya," ujarnya.
ADVERTISEMENT
"Kita belum tahu pasal yang di-juncto itu pasal berapa, kita nggak tahu ancaman hukumannya itu berapa. Kita sudah 2 kali minta ke jaksa surat dakwaan itu, tapi jaksa cuma bilang 'buat apa'," tambahnya.

Korban Pernah Diminta Guru BP Balikan dengan Pelaku

Ilustrasi revenge porn. Foto: sutadism/Shutterstock
Kajari Pandeglang, Helena Octavianne, menceritakan ulang kisah korban yang pernah diminta balikan dengan pelaku (pacarnya). Saat itu korban masih berstatus sebagai siswa SMA dan saat ini sudah kuliah.
"Saat dia SMA kelas 3, sempat putus dengan pelaku. Lalu salah satu guru di SMAN 1 Pandeglang yang katanya guru BP itu bilang ke korban, 'Sudah kamu balikan lagi saja kasihan pelaku mau bunuh diri, mau ujian'," kata Helena saat menggelar pertemuan dengan wartawan via Zoom pada Senin malam (26/6).
ADVERTISEMENT
Helena, setelah mendengarkan kisah korban soal guru itu, kemudian mengambil sikap.
"Dan saya juga bilang ke abangnya, harus kita cari tuh orang itu, enggak bener tuh, masa orang yang harusnya sekolah bener disuruh pacaran. Terus kata si korban juga, 'Iya Bu saya juga kesel'," kata Helena.

Pelaku Pernah Minta Korban Bunuh Diri

Ilustrasi perempuan jadi korban kekerasan seksual siber berbasis gender. Foto: TheVisualsYouNeed/Shutterstock
Dalam akun Twitternya, Iman menyebut ada banyak hal yang dilakukan pelaku terhadap korban. Pelaku, kata Iman, sudah berkali-kali berniat membunuh korban.
"Pelaku berkali-kali berniat membunuh korban (adik kami), pernah menghunuskan pisau pada leher adik kami, bahkan meminta adik kami sebaiknya membunuh dirinya sendiri," kata Iman.
Iman pun mengunggah tangkapan layar yang memuat kata-kata kasar pelaku kepada korban. Iman juga mengungkap bahwa pelaku kerap melakukan kekerasan—dan mengunggah bukti berupa foto korban lebam.
ADVERTISEMENT
"Tentu saja, kami sekeluarga sudah bersepakat menutup rapat pintu komunikasi dengan keluarga pelaku. Satu hal yang membuat kami tidak mundur sekali pun, adalah cerita korban (adik kami) saat dipukul, ditonjok, dijambak, digusur, dan terbentur tangga saat ditarik paksa oleh pelaku," kata Iman.
Saat ini, pihak keluarga korban mengajukan perlindungan ke Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Adapun pelaku telah dalam penahanan sebagai terdakwa kasus UU ITE, menyebarluaskan video saat korban diperkosa.

Korban Kecewa Pelaku Tak Dihadirkan di Sidang

Sidang tuntutan kasus Porn Revenge dengan terdakwa Alwi Hosen Maulana (22) dilakukan secara tertutup dan online di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang pada Selasa (27/6/2023). Foto: Dok. Istimewa
Saat sidang kasus pembacaan tuntutan hukuman di PN Pandeglang, Selasa (27/6), pelaku tak dihadirkan dan mengikuti sidang secara daring. Hal ini membuat keluarga korban kecewa.
"Terdakwa ini tidak dihadirkan, dan kami sangat kecewa karena yang seharusnya dijaga privasinya itu adalah korban tapi di sini malah terdakwa, dilindungi seperti sultan di Pandeglang," kata Iman.
ADVERTISEMENT
Iman mengaku telah berupaya menanyakan kepada pihak pengadilan kenapa pelaku tidak dihadirkan, namun tidak ada alasan yang jelas.
"Alasannya lebih enggak jelas lagi karena kami tidak mendapatkan keterangan, dan alasannya ini gelap-gulita dan tidak transparan," kata Iman.
Iman melanjutkan, "Ini akan menjadi catatan buruk bagi PN Pandeglang dan juga Kejaksaan karena kami tidak mendapatkan informasi bahwa hari ini sidangnya online."