Fakta-fakta Diskusi FTA Dibubarkan Paksa, Didahului Orasi-Polisi Buru Pelaku

29 September 2024 7:26 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Suasana pembubaran diskusi tokoh di Hotel Grand Kemang dibubarkan sekelompok orang. Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Suasana pembubaran diskusi tokoh di Hotel Grand Kemang dibubarkan sekelompok orang. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Diskusi yang digelar Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan dibubarkan paksa, Sabtu (28/9) pagi.
ADVERTISEMENT
Acara ini dihadiri oleh beberapa tokoh, seperti Din Syamsudin, Pakar Hukum Tata Negara Refly Harun, Said Didu, eks Danjen Kopassus Soenarko, Marwan Batubara, Rizal Fadhilah, selain Tata Kesantra dan Ida N Kusdianti yang merupakan Ketua dan Sekjen Forum Tanah Air.
Orang-orang itu merangsek acara diskusi tersebut. Lalu, mereka juga merusak banner yang ada di mimbar diskusi tersebut.
Seperti apa faktanya?, berikut kumparan rangkum:
Massa Datang Jam 09.00 WIB, Sempat Orasi di Depan Hotel
Tata Kesantra, ketua FTA menyebut massa itu sudah datang pukul 09.00 WIB. Mereka berorasi di depan hotel, dan menuntut bahwa diskusi harus dibatalkan.
"Puluhan perusuh sudah berorasi di depan hotel dan menuntut diskusi dibubarkan," kata Tata.
ADVERTISEMENT
Pada pukul 10.00 WIB, acara yang tengah berlangsung diserbu massa.
"Sekitar pukul 10 pagi, mereka masuk ke ruangan ballroom tempat diskusi berlangsung. Mereka dengan garang dan berteriak mengancam siapa acara dibubarkan sambil mencabut backdrop dan banner lainnya, merusak layar Infocus, kursi, mikrofon, kamera, dan lainnya," ujar Tata.
Kecurigaan Said Didu, Massa Kiriman
Said Didu yang hadir di acara tersebut menyayangkan penyerangan tersebut. Ia ngaku baru dua kali melihat orang yang tengah berbicara di serbu massa.
Yang pertama saya di Barcelona karena protes tentang tambang batu bara. Sekarang di negaraku, sedang terjadi," kata Didu dikutip dari YouTube Refly Harun. Refly telah mempersilakan mengutipnya.
Sementara itu, ia juga menduga, orang-orang yang menyerang diskusi tersebut merupakan massa kiriman.
Sekretaris Kementerian BUMN 2005-2010, Said Didu. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
"Saya sangat menduga bahwa yang mengirim ke sini adalah memang pihak-pihak yang ingin tidak ada perubahan di negeri ini, yang ingin ada gaya kepemimpinan Jokowi berlanjut, yang ingin agar pembagian tanah-tanah rakyat oleh para oligarki yang dilakukan Jokowi berlanjut sehingga mereka mengirim orang agar pembicaraan seperti ini mengambil hak-hak rakyat itu dihentikan," ucap Didu.
ADVERTISEMENT
Din Syamsudin: Ini Kejahatan Demokrasi
Din Syamsuddin mengatakan aksi yang dilakukan oleh massa sudah masuk dalam ranah kriminal. Ia menilai ini adalah kejahatan demokrasi.
"Bagi saya ini adalah penjelmaan dari perilaku yang memang cenderung berbuat kejahatan dan apa yang terjadi tadi adalah kejahatan demokrasi. Ketika masuk dan merusak ini adalah anarkisme yang tidak hanya memalukan tetapi mengganggu dan merusak kehidupan kebangsaan," kata Din.
Din Syamsuddin memberi tanggapan soal tewasnya pimpinan Hamas, Ismail Haniyeh di kawasan Jakarta Selatan, Rabu (31/7/2024). Foto: Rachmadi Rasyad/kumparan
Refly Harun Minta Polisi Segera Bertindak
Refly mengecam aksi sekelompok orang itu. Ia meminta pihak kepolisian bertindak dan mengamankan orang-orang tak dikenal yang merusak properti saat diskusi berlangsung.
"Itu bukan delik aduan dan mereka melakukan itu di depan polisi. Jadi kalau polisi tidak bertindak, aneh bin ajaib," ujar Refly di video YouTube di channel Refly Harun yang dilihat kumparan Sabtu (28/9).
ADVERTISEMENT
Ia dan undangan lain yang ada di diskusi tersebut juga berencana untuk melaporkan aksi perusakan ini, bila polisi tak bertindak.
"Menurut saya kita perlu nanti datang ramai-ramai ke kantor polisi untuk menyampaikan hal itu, kalau mereka tidak melakukan apa-apa," kata dia.
Refly Harun saat dijumpai usai acara Diskusi Progresif Transformatif dan Konsolidasi Rakyat Indonesia di Diponegoro 72, Menteng, Jakpus, Sabtu (20/4/2024) Foto: Thomas Bosco/kumparan
Ketua FTA: Ini Jauh Lebih Buruk dari Orde Baru
Peristiwa itu sungguh mengagetkan Tata Kesantra. Ia menilai, penyerangan yang menggagalkan diskusi ini lebih buruk dari Orde Baru.
"Ini sangat memalukan sekali. Kondisi ini jauh lebih buruk dari Orde Baru, kita mundur 40 tahun ke belakang. Sepertinya mereka bermaksud untuk memberikan shock therapy, tapi mereka salah memilih tempat dan salah sasaran," kata Tata, dalam keterangan tertulis yang diterima kumparan, Sabtu (28/9).
ADVERTISEMENT
Tata menyayangkan terkesan ada aksi pembiaran, sehingga perusuh bisa masuk ke venue acara di dalam hotel. Semestinya kepolisian yang berada di sekitar tempat acara bisa mencegah aksi anarkistis ini.
SETARA Institute Kecam Pembubaran Diskusi FTA : Teror Terhadap Kebebasan Berekspresi
Organisasi Pengamat HAM, SETARA Institute mengecam pembubaran acara diskusi tersebut. Bagi mereka, ini adalah teror kebebasan berekspresi.
"Pertama, SETARA Institute mengecam keras terjadinya pembubaran diskusi secara paksa tersebut oleh aksi premanisme tersebut. Tindakan pembubaran diskusi tersebut merupakan teror terhadap kebebasan berekspresi dan ancaman atas ruang sipil yang semakin menyempit," kata Halili Hasan, Direktur Eksekutif SETARA Institute, lewat siaran persnya, Sabtu (28/9).
Kedua, menurut Halili, SETARA Institute juga mengecam tindakan pembiaran yang dilakukan oleh aparat kepolisian atas aksi premanisme dalam pembubaran diskusi oleh sejumlah orang tersebut.
ADVERTISEMENT
"Ketiga, aksi premanisme yang meneror kebebasan sipil bukan kali pertama ini terjadi. Sebelumnya terjadi kekerasan serupa yang mengintimidasi dan menakut-nakuti masyarakat sipil dan media dalam berekspresi, antara lain perusakan kendaraan Jurnalis Majalah Tempo Hussein Abri Dongoran. SETARA Institute mendesak pemerintah, khususnya aparat kepolisian, untuk mengusut tuntas sejumlah aksi premanisme dan mempertanggungjawabkan kepada publik penanganan aksi premanisme dimaksud," ujarnya.
"Keempat, pembubaran diskusi melalui aksi premanisme tersebut dalam pandangan SETARA Institute merupakan alarm nyaring yang menandai bahwa kebebasan sipil semakin menyempit di tengah demokrasi yang semakin surut (regressive democracy)," ujar Halili.
LBH PP Muhammadiyah Kecam Pembubaran Diskusi di Hotel Grand Mampang
Ketua Riset dan Advokasi Publik LBH AP PP Muhammadiyah, Gufroni, mengecam aksi pembubaran paksa acara tersebut. Menurut dia, tindakan itu merupakan pelanggaran terhadap hak kebebasan berkumpul dan berpendapat yang dijamin oleh Undang-undang Dasar 1945.
ADVERTISEMENT
"Kami sangat menyayangkan bahwa aksi kekerasan dan intimidasi seperti ini masih terjadi di negara demokrasi seperti Indonesia. Tindakan premanisme ini tidak hanya mengancam keselamatan fisik para peserta, tetapi juga mencederai prinsip-prinsip demokrasi yang telah diperjuangkan oleh bangsa ini. Kebebasan berpendapat dan berekspresi adalah hak fundamental yang harus dilindungi oleh pemerintah dan seluruh elemen masyarakat," kata Gufroni dalam keterangan tertulis.
Ilustrasi Muhammadiyah Foto: Wikimedia Commons
Gufroni mengatakan pihaknya menuntut aparat penegak hukum untuk menyelidiki dan menindak tegas para pelaku pembubaran paksa acara tersebut.
Berikut tuntutan lengkap LBH AP PP Muhammadiyah:
1. Penyelidikan cepat dan transparan oleh aparat penegak hukum atas insiden pembubaran paksa ini.
2. Perlindungan yang lebih baik terhadap hak kebebasan berkumpul dan berpendapat.
3. Penghentian aksi-aksi premanisme yang mengancam ruang demokrasi di Indonesia.
ADVERTISEMENT
4. LBH-AP PP Muhammadiyah siap mendampingi Din Syamsudin dan tokoh lain untuk melaporkan aksi premanisme tersebut ke kepolisian.
Penjelasan Kapolsek Mampang soal Pembubaran Diskusi di Hotel Grand Mampang
Kapolsek Mampang, Kompol Edy Purwanto, angkat bicara terkait pembubaran paksa diskusi yang diselenggarakan Forum Tanah Air (FTA) di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, pada Sabtu pagi (28/9).
Edy mengatakan Polisi memang ada di kawasan Hotel Grand Kemang karena mendapat perintah untuk melaksanakan pengamanan aksi unjuk rasa Aliansi Cinta Tanah Air di depan hotel tersebut.
“Kami melaksanakan pengarahan pukul 08.00 (WIB), lalu pukul 09.00 Aliansi Cinta Tanah Air Ini datang melakukan orasi di Gerbang Pintu Grand Kemang bagian depan,” kata Edy kepada wartawan di Polres Jakarta Selatan, Sabtu (28/9).
ADVERTISEMENT
Tapi, Edy mengatakan, polisi tak mengetahui ada acara diskusi yang sedang berlangsung di dalam hotel karena tak ada izin acara kepada kepolisian. Sementara unjuk rasa Aliansi Cinta Tanah Air sudah berizin.
Para perusuh pulang dari Hotel Grand Kemang. Foto: Dok. Istimewa
Lalu, Edy menyebut, tiba-tiba sekitar 25 orang yang mengenakan masker masuk melalui pintu belakang yang tak dijaga polisi.
“Saat kami fokus pengamanan kegiatan unras (unjuk rasa) di depan, tiba-tiba kami mendapatkan informasi ada sekelompok orang tak dikenal masuk lewat gerbang pintu belakang,” ujarnya.
Edy memastikan orang-orang yang merangsek masuk dan membubarkan paksa acara diskusi berbeda dengan massa aliansi yang tengah berdemo di depan hotel.
"Jadi orang berbeda dengan kelompok yang melakukan Unras," kata Edy.
Polisi Kantongi Rekaman Pembubaran Paksa Diskusi di Kemang, 5-10 Pelaku Diburu
ADVERTISEMENT
Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal telah mengambil beberapa barang bukti untuk mengidentifikasi para pelaku.
Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Ade Rahmat Idnal memimpin upacara PTDH di Mapolres Jaksel. Foto: Dok. Istimewa
"Iya, sudah kita ambil beberapa rekaman hp dan CCTV untuk identifikasi pelaku untuk ditangkap lanjut proses hukumnya," ujar Kapolres Metro Jakarta Selatan, Kombes Ade Rahmat Idnal, saat dikonfirmasi, Sabtu (28/9).
Ade mengungkapkan, dari hasil penyelidikan sementara, ada 5-10 orang pelaku pembubaran paksa. Identitas mereka sedang ditelusuri polisi.
"(Pelaku) 5-10 (orang), sedang diidentifikasi identitas yang bersangkutan," ujarnya.