Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.100.2

ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting menyebut, surat perintah penyidikan telah terbit per 13 Maret 2025.
"Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat Dr. Safrianto Zuriat Putra, S.H., M.H. menerbitkan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Print-488/M.1.10/Fd.1/03/2025 tanggal 13 Maret 2025 dan memerintahkan sejumlah Jaksa Penyidik untuk melakukan penyidikan terhadap perkara tersebut," kata Bani dalam keterangannya kepada wartawan, Jumat (14/3) dini hari.
Lalu seperti apa fakta-faktanya? Berikut kumparan rangkum.
Kronologi Kasus
Kejari Jakpus membeberkan, ada pengkondisian pemenangan kontrak PDNS antara pejabat Kominfo dengan pihak swasta dalam hal ini adalah PT. AL. Pengkondisian itu berjalan hingga lima tahun.
Berikut rinciannya:
Terdapat pejabat dari Kominfo bersama-sama dengan perusahaan swasta melakukan pengkondisian untuk memenangkan PT. AL dengan nilai kontrak Rp 60.378.450.000.
ADVERTISEMENT
Perusahaan swasta yang sama memenangkan tender dengan nilai kontrak Rp 102.671.346.360.
Terdapat adanya pengkondisian lagi antara pejabat di Kominfo dengan perusahaan swasta PT. AL untuk memenangkan perusahaan yang sama dengan cara menghilangkan persyaratan tertentu sehingga perusahaan tersebut dapat terpilih sebagai pelaksana kegiatan dengan nilai kontrak Rp 188.900.000.000.
Kembali perusahaan yang sama memenangkan pekerjaan komputasi awan dengan nilai kontrak tahun 2023 senilai Rp 350.959.942.158 dan tahun 2024 senilai Rp 256.575.442.952.
Padahal, kata Bani, perusahaan tersebut bermitra dengan pihak yang tidak mampu memenuhi persyaratan pengakuan kepatuhan ISO 22301.
"Akibat dari tidak dimasukkannya pertimbangan kelaikan dari Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) sebagai syarat penawaran, sehingga pada Juni 2024 terjadi serangan ransomware yang mengakibatkan beberapa layanan tidak layak pakai dan tereksposenya data diri penduduk Indonesia," kata Bani.
ADVERTISEMENT
Bani menyebut, meskipun anggaran pelaksanaan pengadaan PDSN ini telah menghabiskan total sebesar lebih dari Rp 959.485.181.470, tetapi pelaksanaan kegiatan tersebut tidak sesuai dengan Perpres Nomor 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik.
Kejari Jakpus Geledah Sejumlah Lokasi Terkait Korupsi PDNS, Sita Dokumen-Uang
Kejari Jakpus juga telah melakukan penyidikan terhadap kasus itu. Lalu, penggeledahan pun dilakukan pada 13 Maret 2025, pada tanggal yang sama saat surat perintah penyidikan diterbitkan.
"Pada hari yang sama, diterbitkan juga Surat Perintah Penggeledahan dan Surat Perintah Penyitaan lalu Jaksa Penyidik melakukan penggeledahan di beberapa tempat di antaranya di Jakarta Pusat, Jakarta Selatan, Bogor, dan Tangerang Selatan," kata dia dalam keterangannya, Jumat (14/3).
Belum diketahui lokasi yang digeledah ini apakah kantor atau rumah pribadi. Bani belum merincinya.
ADVERTISEMENT
Namun, dari hasil penggeledahan tersebut, penyidik berhasil mengamankan sejumlah barang bukti.
"Berdasarkan penggeledahan tersebut jaksa penyidik telah menemukan dan menyita beberapa barang bukti seperti dokumen, uang, mobil, tanah dan bangunan serta barang bukti elektronik, dan lain-lain yang patut diduga berhubungan dengan tindak pidana korupsi a quo," ujarnya.
Belum ada Tersangka di Kasus Dugaan Korupsi PDNS Kominfo
Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat tengah melakukan penyidikan terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) di Kominfo periode 2020-2024.
Kepala Seksi Intelijen Kejari Jakpus, Bani Immanuel Ginting, mengatakan pihaknya belum menjerat tersangka dalam perkara ini.
"Belum (ada tersangka)," kata Bani, Jumat (14/3).
Bani mengungkapkan, pihaknya hingga saat ini baru menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Umum dalam mengusut perkara ini. Sprindik Umum diterbitkan untuk mencari sosok tersangka.
"Masih sprindik umum," ujarnya.
ADVERTISEMENT
Pemeriksaan terhadap saksi-saksi pun belum dilakukan. Sprindik tersebut baru diterbitkan pada Kamis (13/3) kemarin.
"Belum ada pemeriksaan saksi. Rencana [pemeriksaan saksi mulai] minggu depan," ungkap Bani.
Kejari Jakpus: Temuan Korupsi PDNS Kominfo Berawal dari Kebocoran Big Data
Penyelidikan kasus ini diawali dengan peretasan PDNS pada Juni 2024.
"Dasarnya yang tadi, di bulan 6 itu terjadi kebocoran big data itu. Dari situ lah kita selama ini sudah mulai melakukan penyelidikan secara tertutup," ujar Bani, Jumat (14/3).
Bani mengungkapkan, Kejari Jakpus berkolaborasi dengan Kejaksaan Agung untuk melakukan penyelidikan tersebut. Dari serangkaian penyelidikan yang telah dilakukan, Kejaksaan sepakat untuk meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan.
"Dari situ baru kemarin (13 Maret 2025) itu dinyatakan naik ke penyidikan umum," tuturnya.
Kejari Jakpus Sita Rekening Rp 1 M hingga 3 Mobil, Diduga Terkait Korupsi PDNS
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Bani menyebut, mereka telah menggeledah sejumlah tempat. Yakni Kantor Komdigi; Apartemen Oasis; Kantor Menara Salemba; Docotel Ruko Permata Hijau; serta rumah di Cinere, Bogor, dan Cilandak.
"(Barang bukti yang disita) uang dolar AS dan SGD; rekening (dengan saldo) Rp 1 M. Mobil ada 3: CRV 2024, CRV 2020, City Hatchback. Kemudian dokumen dan barang bukti elektronik," Jumat (14/3).
Bani menjelaskan, Kejari Jakpus bersama Kejaksaan Agung mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan korupsi ini setelah PDNS terkena serangan siber pada Juni 2024 lalu.
Setelah dilakukan penelusuran, didapati bahwa proyek pengadaan PDNS tersebut sudah dilakukan sejak 2020 dengan nilai proyek Rp 958 miliar.
Kantor Komdigi Digeledah Kejari Jakpus, Nezar Patria: Kita Serahkan Proses Hukum
Wakil Menteri Komunikasi dan Digital (Wamenkomdigi) Nezar Patria menyerahkan proses hukum terkait pengusutan dugaan korupsi pengadaan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) kepada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat.
ADVERTISEMENT
Adapun kantor Kemkomdigi digeledah oleh Kejari Jakpus pada Kamis (13/3).
“Ya kita serahkan aja ke proses hukum ya, karena itu kan terkait dengan kasus PDNS dan itu follow up-nya jadi kita serahkan kepada proses hukum,” ujar Nezar di Plaza BPJS Ketenagakerjaan, Jakarta pada Jumat (14/3).
Adapun dugaan korupsi itu terjadi pada 2020-2024, masih bersinggungan dengan awal masa Nezar menjabat Wamen di Kabinet Presiden ke-7 Jokowi. Kendati begitu, ia mengaku tak tahu bila ada korupsi.
“Oh, enggak, itu dari tahun 2020 ke 2024,” ucapnya.
Komdigi Siap Bantu Kejaksaan Usut Kasus Korupsi PDNS
Sekjen Komdigi, Ismail, mengatakan pihaknya berkomitmen untuk membantu penyidikan yang telah dilaksanakan saat ini. Sebagai bentuk mewujudkan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan tata kelola yang baik dalam proses pengadaan barang dan jasa.
"Kami siap memberikan informasi dan data yang dibutuhkan guna memastikan proses hukum berjalan dengan lancar," ujar Ismail dalam siaran pers, Jumat (14/3).
ADVERTISEMENT
Ismail menjelaskan bahwa proyek PDNS dirancang untuk memperkuat infrastruktur data nasional dalam rangka mendukung transformasi digital Indonesia. Khususnya dalam aspek keamanan data dan efisiensi layanan publik.
Dia menegaskan transparansi dan akuntabilitas adalah nilai fundamental yang terus dijunjung tinggi dalam setiap kebijakan dan program kementerian.