Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
ADVERTISEMENT
Seorang mahasiswi di Telkom University, Bandung, Jawa Barat, diduga telah menjadi korban pelecehan seksual. Mirisnya, diduga pelaku berinisal F (21), merupakan kakak tingkat/senior di jurusan yang sama dengan korban.
ADVERTISEMENT
Peristiwa itu terjadi sekitar November 2018 tepatnya saat korban baru masuk kuliah. Dugaan pelecehan seksual yang dialami mahasiswi itu telah diposting melalui akun media sosial Instagram @unitedvoicebdg.
Postingan tersebut telah mendapat lebih dari 500 komentar pengguna media sosial, sebagian besar mengaku miris dan menuntut pihak terkait agar memberi keadilan kepada korban.
Berikut kumparan rangkum fakta-fakta dugaan pelecehan seksual yang dialami mahasiswi Telkom University:
Bahrul Bangsawan dari United Voice memberikan pendampingan kepada korban dalam kasus ini. Ia mengatakan peristiwa itu berawal saat pelaku hendak mengembalikan lampu Tumblr yang dipinjamnya dari korban.
Pelaku sejak saat itu terus mendekati korban hingga terjalin hubungan yang intens. Korban menanggapi pelaku sebagai bentuk rasa hormat pada senior.
ADVERTISEMENT
"Setelah itu pelaku mulai melakukan interaksi yang intens melalui media sosial. Korban merasa perlakuan pelaku pada saat pertama kali ketemu sangat baik, gentleman dan alim," kata Bahrul dalam keterangan tertulisnya, Senin (30/12).
Seiring waktu, sambung Bahrul, hubungan di mereka makin dekat. Pelaku kemudian mengajak korban menonton di bioskop dengan dalih merasa kesepian. Korban yang empati menyetujui ajakan pelaku.
Namun, sebelum menonton, pelaku memaksa korban untuk mengirimkan foto syurnya. Bahrul mengatakan tidak mengetahui apakah korban mengirimkan foto syur tersebut atau tidak.
Pelaku kemudian meminta korban untuk datang ke indekosnya dengan alasan mempermudah persiapan ke bioskop. Setibanya di sana, ada satu momen saat korban menggigit bibirnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Bahrul mengatakan melihat hal tersebut pelaku lalu bertanya korban menggigit bibirnya apakah bermaksud ingin dicium ataukah bukan. Korban membantah anggapan pelaku. Akan tetapi pelaku tetap berupaya mencium korban hingga akhirnya terjadi hubungan badan.
"Korban sontak menolaknya tapi pelaku tetap mencium korban dan 'hubungan' tersebut terjadi," jelas dia.
Ketika itu, Bahrul menuturkan, korban mengalami kondisi yang dinamakan tonic immobility atau reaksi biologis. Korban saat pelecehan seksual itu mengalami kelumpuhan sementara atas apa pun yang diterima oleh tubuhnya.
Setelah itu, keduanya menonton di sebuah bioskop dan pelaku kembali melakukan aksi bejatnya. Pelaku meminta korban untuk menciumnya dan meremas alat kelaminnya. Tapi korban menolak.
Di indekos korban, pelaku kembali lagi menyetubuhi korban. Dia mengatakan korban tidak melawan karena takut dan mengalami tonic immobility. Tak hanya melakukan hubungan badan, pelaku juga melakukan aksi masturbasi di hadapan korban.
ADVERTISEMENT
Akibat mengalami trauma ringan korban setelah itu berada di indekos pelaku selama satu pekan.
Karena tak kuat dengan perlakuan pelaku korban akhirnya melarikan diri ke tempat unit kegiatan mahasiswa (UKM). Menurut Bahrul, pelaku kembali menghubungi korban beberapa bulan kemudian atau tepatnya pada bulan Ramadan 2019.
"Pada bulan Ramadan tahun 2019. Pelaku menghubungi melalui korban mengirimkan hal tidak senonoh. Korban marah dan melaporkan kepada senior (lainnya) dan pelaku meminta maaf," kata dia.
Setelah kejadian, Bahrul menuturkan, korban mengalami kondisi rape trauma syndrome yang ditandai dengan rasa takut, syok dan benci terhadap diri sendiri. Korban bahkan melakukan percobaan bunuh diri setiap mengingat peristiwa yang dialaminya. Korban juga semakin menutup diri dari lingkungan di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Pendamping korban dari United Voice, Bahrul Bangsawan, menuturkan, kekerasan seksual bukanlah perbuatan sepele apalagi apabila dilakukan di ranah pendidikan.
Menurut dia, hal tersebut merupakan tindakan amoral yang mencoreng lembaga kampus terutama terkait jaminan keamanan bagi mahasiswi.
"Ini adalah bentuk tindakan amoral yang mencoreng lembaga dan instansi untuk terus melakukan evaluasi terkait keamanan perempuan dalam melakukan aktivitas yang aman dan nyaman," kata dia melalui keterangan yang diterima kumparan.
Ada tujuh tuntutan agar pihak himpunan memberi sanksi berupa pemecatan pelaku sebagai anggota hingga menuntut pelaku diberi sanksi tegas pihak kampus. Tujuh poin tuntutan itu adalah:
1. Menuntut himpunan terkait untuk segera memberikan sanksi tegas berupa pemecatan dan menarik haknya sebagai anggota himpunan;
ADVERTISEMENT
2. Menuntut kampus Telkom University menindak tegas mahasiswa yang melakukan pelecehan seksual termasuk pelaku;
3. Melarang pelaku melakukan kegiatan kemahasiswaaan;
4. Melawan segala bentuk intimidasi dan ancaman kriminalisasi terhadap penyintas;
5. Mendorong semua elemen mahasiswa menindak tegas pelaku predator seksual;
6. Mendorong diadakannya pencerdasan pada setiap elemen mahasiswa terkait pelecehan seksual;
7. Mendorong terbentuknya solidaritas seluas-luasnya bagi korban kekerasan seksual;
Bahrul mengakui tujuh tuntutan yang dimaksud masih terbilang ringan. Akan tetapi, hal tersebut sudah disesuaikan dengan keinginan korban yang masih mempertimbangkan masa depan pelaku. Adapun sejauh ini, korban belum melaporkan dugaan pelecehan yang dialaminya kepada pihak kepolisian.
kumparan kemudian mendatangi Fakultas Teknik Elektro Telkom University di Gedung Panamulai Telekomunikasi Jalan Terusan Buah Batu, Bandung.
ADVERTISEMENT
Sebelum menyambangi Fakultas Teknik Elektro, kumparan melihat sejumlah fakultas lainnya di universitas tersebut pada Senin (30/12) siang. Di setiap fakultas terlihat sepi dari aktivitas mahasiswa karena libur akhir tahun. Di Telkom University ada 7 fakultas.
Alvin, mahasiswa angkatan 2015, mengaku tidak mengetahui secara detail kasus yang terjadi di fakultasnya.
"Belum tau mungkin karena saya tingkat akhir dan jarang gaul," kata dia.
Namun demikian, Alvin mengaku sempat mendengar adanya masalah di himpunan. Dia tak menelisiknya lebih jauh karena sedang fokus untuk mengerjakan tugas akhir demi memperoleh gelar sarjana.
"Saya cuma dengar, ada masalah gitu sih tapi enggak tahu kasus apa," ucap dia.
Senada dengan Alvin, Fahri dari angkatan 2015, sama sekali belum mendengar adanya kabar mengenai kasus tersebut. Sebab, dia kini sedang fokus mengerjakan tugas akhir dan jarang terlibat di himpunan.
ADVERTISEMENT
"Enggak tahu sama sekali dan enggak denger peristiwanya. Saya jarang di himpunan dan sekarang lagi sibuk ngurusin tugas akhir," ungkap dia.
Pihak kampus sedang melakukan serangkaian proses penyelidikan untuk mengungkap kebenaran dari perkara tersebut. Dalam surat bernomor 137/SKR4/SUV/2019 yang ditandatangani oleh Direktur Sekretariat Telkom University Lia Yuldinawati terdapat delapan point penjelasan terkait kasus ini.
"Dengan kejadian tersebut, Telkom University langsung melakukan hearing dan investigasi dengan para pihak terkait yaitu himpunan, United Voice dan dengan pihak terduga pada hari Senin, 30 Desember 2019. Proses investigasi masih akan terus berlanjut," kata Lia.
Investigasi dilakukan untuk menguji kebenaran informasi yang disampaikan pihak United Voice. Proses investigasi dilakukan dengan melibatkan ahli tapi tidak dirincikan ahli dari bidang apa yang dimaksud.
ADVERTISEMENT
Lia menegaskan, dari proses investigasi pihaknya akan menindak secara tegas pelaku sesuai dengan ketentuan yang berlaku dengan memberikan sanksi bagi pihak yang terbukti bersalah.
"Tindak lanjut dari proses investigasi adalah akan menindak tegas pelaku sesuai dengan aturan yang berlaku di Telkom University dan hukum yang berlaku di Indonesia. Serta akan memberikan sanksi bagi pihak yang terbukti bersalah," tegas dia.
Adapun hasil dari proses investigasi pihak United Voice melalui Bahrul Bangsawan diharuskan untuk melakukan klarifikasi atas informasi yang disebar karena tidak berupaya melakukan cover both side atau mengedepankan keseimbangan.
"Untuk berita yang sudah terpublikasi di media massa yang bersumber dari Sdr. Bahrul Bangsawan yang mengatasnamakan United Voice terbukti tidak sepenuhnya benar. Pihak Telkom University meminta Sdr. Bahrul Bangsawan (United Voice) untuk mengklarifikasi berita yang sudah terpublikasi," ucap Lia.
ADVERTISEMENT
Terakhir, Lia menegaskan, Telkom University bakal menjamin keamanan dan keselamatan civitas akademika dan menjamin proses pendidikan yang bermartabat dengan mengedepankan Pancasila. Segala hal yang bertentangan dengan norma atau ketentuan akan ditindak secara tegas.
Presiden Mahasiswa BEM Telkom University Yusuf Sugiyarto menuturkan kabar dugaan pelecehan tersebut meresahkan. Yusuf menegaskan, akan memberi fasilitas berupa pendampingan kepada korban dalam menghadapi perkara tersebut.
Adapun bentuk pendampingan yang dimaksud, yakni berupa pendampingan hukum hingga trauma healing untuk korban.
"Yang pasti kami akan mendampingi, baik nantinya sisi hukum, konseling, nanti trauma healing untuk korban," kata Yusuf melalui sambungan telepon.
Terkait perkara tersebut, Yusuf mengatakan, pihaknya belum dapat memberi pernyataan secara resmi karena masih menginvestigasi dan memvalidasi data-data yang diperoleh. Dia menambahkan, sedang berupaya untuk menjalin komunikasi dengan korban dan kampus agar peristiwa serupa tidak terulang di kemudian hari.
ADVERTISEMENT
"Kami masih menginvestigasi, mencari validasi kejadian, validasi problem seperti apa, sedang kami investigasi untuk mencari kebenarannya," ucap dia.
Sejauh ini, Yusuf mengakui belum menemui korban. Namun tim di lembaganya sedang berupaya untuk bertemu sekaligus menjalin komunikasi. Dengan demikian, dia mengaku belum menerima informasi mengenai kondisi korban saat ini.
"Sedang berjalan. Untuk bertemu dengan korban sejauh ini belum. Tapi pasti akan menemui korban. Hari ini tim sedang berjalan," terang dia.
Meskipun enggan menyebut secara rinci jumlahnya, Yusuf mengungkapkan, dugaan pelecehan seksual di Telkom University bukan pertama kali terjadi. Menurut dia, kasus sebelumnya diselesaikan secara tertutup melalui mediasi, pemberian sanksi, dan berakhir secara kekeluargaan atau tidak berlanjut ke ranah hukum.