Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Fakta-fakta Hendri, WNI Korban TPPO yang Kini Disandera di Myanmar
14 Agustus 2024 9:42 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Suhendri Ardiansyah (SA) atau bisa disebut Hendri merupakan korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Myanmar — negara yang sedang berkonflik. Pemuda asal Jakarta Selatan itu diiming-imingi mendapat pekerjaan dengan gaji fantastis senilai Rp 150 juta, namun ia justru disekap dan disiksa.
ADVERTISEMENT
Terkait hal tersebut, Ketua RT 11 Petukangan Utara, Jaksel, Kadimin, menyatakan, keluarga Hendri merupakan keluarga yang baik. Hanya saja nasib apes yang tengah menimpa mereka hingga Hendri menjadi korban TPPO.
"Ya baik, cuma karena lagi apes saja. Ada musibahlah," ujar Kadimin kepada kumparan, Selasa (13/8).
Keluarga Hendri merupakan orang Betawi asli yang memang tinggal di wilayah tersebut. Ayahnya merupakan seorang ojek online.
Ayah Hendri, Hendri, dan kakak perempuan dari ayahnya tinggal mengontrak.
Kadimin mengaku tak tahu apa pekerjaan dari Hendri. Ia hanya mendengar cerita saja, bahwa Hendri pernah bekerja sebagai TKI di Dubai.
"Katanya, katanya begitu. Tapi wallahualam ya, namanya cerita, saya kan enggak langsung menemui anaknya," ucap Kadimin.
Ketua RT Sebut Hendri ke Thailand Secara Ilegal, Kini Disandera di Myanmar
ADVERTISEMENT
Ketua RT 11, Petukangan Utara, Kadimin, mengaku kaget bahwa Hendri (27) korban TPPO di Myanmar tak berangkat melalui jalur legal. Melainkan melalui jalur ilegal.
Ia mengetahui Hendri terkena TPPO setelah ayahnya, Saadih bersama pengurus musala bercerita kepada Kadimin.
"Saya kaget juga, loh kok berangkat nggak yang resmi, saya bilang. Kalau resmi kan bisa nanti data-datanya kan masuk di kedutaan gitu kan? Nanti kan ada apa-apa yang backup kedutaan. Kalau begini ya aduh gimana ya? Saya agak kurang ini juga, kurang paham ya," ujar Kadimin kepada kumparan, Selasa (13/8).
Ia mengatakan, berbagai upaya telah dilakukan oleh keluarga Hendri, namun ia tak bisa membantu apa pun terkait hal tersebut.
"Siapa yang bisa, saya bilang gitu terserah. Yang penting bisa keluar anak kamu," ucap Kadimin.
ADVERTISEMENT
Menurut Kadimin, keberangkatan Hendri ke luar negeri tak melapor ke pihak RT, sehingga ia tak bisa mencegah Hendri untuk bisa melalui jalur yang legal.
TPPO di Myanmar, Kemlu Imbau WNI Lebih Kritis Terima Kerja Luar Negeri
Kementerian Luar Negeri RI sebenarnya telah mengimbau agar WNI lebih kritis menyaring informasi terkait lowongan pekerjaan. Hal itu lantaran ribuan kasus TPPO WNI yang kebanyakan termakan tawaran gaji tinggi dan titel bekerja di luar negeri.
"Yang dikejar, yang diingat, adalah gaji tingginya dan kerja di luar negeri, keren, tapi tidak kritis terhadap prosedurnya," tutur Direktur Perlindungan WNI Kemlu RI, Judha Nugraha, dalam podcast bersama kumparan, Juli lalu.
Judha mengatakan, dalam kebanyakan kasus, lowongan bodong itu tak bisa diverifikasi legitimasinya karena perusahaan hanya terdapat di media sosial.
ADVERTISEMENT
Ia meminta agar para WNI tak memaksakan diri untuk pergi ke negara tujuan jika lowongan tersebut terbukti tidak resmi.
26 WNI Pernah Disekap dan Jadi Korban TPPO di Myanmar
Ternyata kasus yang menimpa Hendri bukan pertama kali terjadi. Pernah menimpa sekitar 26 WNI pada 2023 lalu.
Ketika itu Direktur Perlindungan WNI Kemlu, Judha Nugraha, menyebut mereka adalah korban TPPO.
Penelusuran kumparan, kasus TPPO puluhan korban ini terungkap setelah viral di sosial media. Kemudian kepolisian memburu pelaku TPPO ke Myanmar ini.
Hasilnya Bareskrim Polri telah menetapkan dua tersangka atas nama Andri Satria Nugraha dan Anita Setia Dewi. Mereka ditangkap di Apartemen Sayana, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi pada Selasa (9/5/2023) malam.
Saat itu, Dirtipidum Bareskrim Polri, Brigjen Djuhandani Rahardjo Puro menjelaskan, puluhan WNI itu awalnya diimingi untuk bekerja di Thailand. Tawaran itu disampaikan pelaku melalui media sosial.
ADVERTISEMENT
"Korban direkrut pelaku dengan tawaran ke negara Thailand melalui kerabat, teman ataupun kenalan kemudian korban," ujar Djuhandani dalam jumpa pers, Selasa (16/5).
Namun, serupa dengan Hendri, puluhan WNI ini malah dibawa ke Myanmar. Kemudian mereka bekerja di perusahaan yang terkait online scam.