Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Fakta-fakta Kasus Senioritas yang Renggut Nyawa Seorang Santri di Sumut
8 Juni 2021 8:58 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Usai mendapat laporan, polisi bergerak cepat mengamankan pelaku ke Polsek Kutalimbaru. Di sana pelaku menjelaskan duduk perkara yang menewaskan juniornya.
Kapolsek Kutalimbaru AKP Hendri Surbakti mengatakan pelaku tega memukul korban karena dinilai tidak disiplin. Namun ia tidak merinci pelanggaran disiplin apa yang dilakukan korban.
"Ya merasa kurang disiplin, jadi dipukuli," kata Hendri kepada wartawan, Senin (7/6).
Ia menjelaskan pelaku hanya satu kali memukul korban. Saat itu korban langsung terkapar tidak sadarkan diri.
"Ada tindakan kekerasan satu kali pukulan. Tapi korban langsung jatuh. Karena jatuh, panik mereka larikan ke klinik, (sampai sana) langsung enggak ada lagi (nyawanya)," ujar Hendri.
Pelaku telah ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat dengan Pasal 351 jo Pasal 338 KUHP tentang penganiayaan berujung kematian.
ADVERTISEMENT
Penjelasan Pihak Pesantren
Pimpinan Pesantren Harun Lubis tidak menampik jika santrinya terlibat kasus penganiayaan yang berujung kematian. Namun ia membantah jika disebutkan korban dan tersangka terlibat perkelahian sebelum ada yang tewas.
"Bukan perkelahian, jadi sifatnya karena masalah pribadi senioritas. Dan itu satu orang pelakunya. Dalam arti kata (pelaku) memukul (korban)," ujar Harun kepada wartawan, Senin (7/6).
Kata Harun peristiwa penganiayaan terjadi setelah belajar malam. Saat itu pengasuh pesantren mengumpulkan para santri yang selesai belajar, untuk diabsen. FW diajak seniornya ke luar asrama.
"Di situ mereka kejadiannya, jadi kan proses pengabsenan sekitar setengah jam, yang mengabsen dari pengasuh. Jadi kejadian di luar asrama. Bukan di dalam kamar. Masih di areal pesantren. Jadi di asrama sedang pengabsenan," ujar Harun.
ADVERTISEMENT
Setelah peristiwa itu, korban kata Harun sempat tidak sadar dan dibawa ke klinik untuk diperiksa dokter, namun nahas nyawanya tidak tertolong. Selanjutnya kata dia kasus ini diserahkan kepada pihak kepolisian.
Pihak pesantren menghormati proses hukum yang berjalan dan akan mengawalnya. Selain itu mencegah peristiwa terulang kembali mereka akan mengevaluasi segala kebijakan di pesantren tersebut.
"Bahwa Pesantren Darul Arafah Raya senantiasa berkomitmen untuk meningkatkan mutu dan pelayanan pendidikan kepada santri," ujar Harun.
Status Pesantren Ramah Anak Diminta Dicabut
Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Deli Serdang, Junaidi menyayangkan tindakan penganiayaan bisa terjadi di dalam pesantren. Padahal, kata dia, selama ini pesantren tersebut berstatus pesantren ramah anak.
"Saya selaku Ketua LPA Deli Serdang mengutuk keras peristiwa penganiayaan dilakukan kakak kelas terhadap santri pria yang berujung meninggal dunia. Untuk itu, kita minta Kementerian PPPA segera cabut status pesantren ramah anak pada pesantren Darul Arafah,” ujar Junaidi Malik melalui keterangan tertulisnya.
ADVERTISEMENT
Dari kejadian ini, kata Junaidi, status pesantren ramah anak di sana tidak berjalan dengan semestinya.
"Diberikannya status pesantren ramah anak di Darul Arafah Raya agar setiap santri baik pria dan wanita mendapat perlindungan dari segala bentuk kekerasan. Begitu juga dengan hak-hak anak dalam proses pembelajaran di sana. Tetapi, hal tersebut berbanding terbalik dengan fakta sebenarnya," ujar Junaidi.
Ia juga meminta pimpinan Pesantren bertanggung jawab baik secara moral maupun peraturan perundang-undangan.