Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Fakta-Fakta Mundurnya Lili Pintauli dari Kursi Pimpinan KPK
12 Juli 2022 9:14 WIB
·
waktu baca 8 menit
ADVERTISEMENT
Lili Pintauli Siregar mundur dari jabatannya selaku Wakil Ketua KPK. Surat pengunduran diri tertanggal 30 Juni sudah sampai dan disetujui oleh Presiden Jokowi.
ADVERTISEMENT
Menurut Staf Khusus Mensesneg Faldo Maldini, Jokowi disebut telah menandatangani Keputusan Presiden (Keppres) pemberhentian Lili.
Pengajuan pengunduran diri itu dilakukan saat Lili dihadapkan dengan sidang dugaan pelanggaran etik penerimaan akomodasi dan tiket nonton MotoGP Mandalika dari sebuah BUMN. Belakangan sidang etik gugur karena Lili mundur.
Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean menegaskan Lili sudah tak menjabat lagi per 11 Juli 2022 ini, sehingga sidang etik tak dapat dilakukan. "Jadi kenapa dihentikan? Jawabnya, dia bukan insan KPK lagi sejak hari ini 11 Juli," kata Tumpak dalam konferensi pers di kantornya, Senin (11/7).
Berikut sejumlah fakta soal mundurnya Lili Pintauli dari Wakil Ketua KPK:
Pimpinan Pertama KPK yang Mundur saat Sidang Etik
Lili Pintauli menjadi pimpinan KPK pertama yang mundur dari jabatannya saat dihadapkan dengan kasus etik. Sebelumnya, memang ada sejumlah pimpinan KPK yang lengser dari jabatannya, tetapi bukan karena masalah etik. Mereka dicopot karena kasus hingga diduga dikriminalisasi.
ADVERTISEMENT
Pada Oktober 2009, Antasari Azhar selaku Ketua KPK 2007-2011 dihadapkan dengan kasus pembunuhan. Saat itu, dia diberhentikan oleh Presiden Soesilo Bambang Yudhoyono.
Dia dihadapkan dengan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen, Presiden Direktur Putra Rajawali Banjaran. Dalam kasusnya, Antasari divonis 18 tahun penjara. Jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yaitu hukuman mati. Hakim memutuskan bahwa Antasari terbukti melakukan pembunuhan berencana.
Pada November 2016, setelah menjalani dua pertiga masa pidana, Antasari bebas bersyarat.
Kemudian, di periode kepemimpinan yang sama, wakil ketua KPK, Bibit Samad Rianto dan Chandra Hamzah, terganjal kasus penyalahgunaan wewenang. Kasus keduanya pertama kali diembuskan oleh tersangka kasus sistem komunikasi radio terpadu (SKRT) Anggoro Widjojo.
Anggoro sempat mengaku kepada Antasari --yang masih menjadi ketua saat itu-- bahwa ia telah menggelontorkan uang Rp 6 miliar untuk 'membereskan' kasus di KPK. Di akhir Juli 2009, Antasari yang berada di tahanan karena kasus pembunuhan mengeluarkan pernyataan yang menuding ada dua petinggi KPK yang diduga menerima suap.
ADVERTISEMENT
Bibit dan Chandra pun harus dinonaktifkan sementara pada 21 September 2009 akibat kasus ini.
Pada 6 Oktober 2009, SBY melantik tiga orang Plt, yakni mantan Ketua KPK Tumpak Hatorangan Panggabean (plt untuk Antasari), Waluyo (plt untuk Bibit), dan Mas Achmad Santosa (plt untuk Chandra). Penunjukan ini hanya berselang lima hari sebelum Antasari resmi dicopot tetap dari jabatannya pada 11 Oktober 2009.
Pada 4 Desember 2009, Bibit dan Chandra kembali menjabat sebagai Wakil Ketua KPK setelah kasus yang menjerat keduanya dihentikan. Sedangkan pengganti definitif Antasari, Muhammad Busyro Muqoddas, baru dilantik 20 Desember 2010.
Selanjutnya pada periode 2011-2015, Ketua KPK saat itu, Abraham Samad, dan Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto harus mundur karena terjerat dua kasus berbeda.
ADVERTISEMENT
Abraham Samad dicopot dari jabatannya pada 18 Februari 2015. Ia dicopot setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pemalsuan dokumen bersama seorang perempuan bernama Feriyani Lim pada 9 Februari 2015.
Sementara Bambang Widjojanto juga diberhentikan dari jabatannya di KPK karena ditetapkan sebagai tersangka kasus saksi palsu dalam sidang sengketa Pilkada Kotawaringin Barat, Kalteng. Padahal, Pilkada yang dimaksud terjadi pada 2010 lalu, atau lima tahun sebelum Bambang jadi tersangka.
Kemudian pada kepemimpinan KPK 2015-2019, tiga pimpinan KPK sempat mengembalikan mandat ke Presiden Jokowi usai pemerintah menyetujui sebagian revisi UU KPK. Tiga Pimpinan KPK yang mengembalikan mandat ke Jokowi adalah Agus Rahardjo, Laode M Syarif, dan Saut Situmorang.
Namun pengembalian mandat itu tidak sampai mengundurkan diri. Ketiganya menjabat hingga akhir masa jabatannya.
ADVERTISEMENT
Dengan demikian, praktis hanya Lili Pintauli saja yang mundur dari jabatannya akibat kasus dugaan pelanggaran etik.
Pimpinan yang Paling Sering Dilaporkan
Lili Pintauli bukanlah pimpinan KPK yang pertama berurusan dengan etik. Namun termasuk pimpinan yang paling banyak dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik di lembaga antirasuah. Dia tercatat empat kali dilaporkan soal etik.
Laporan terkait acara MotoGP bukan menjadi satu-satunya kasus pelanggaran etik yang melibatkan Lili Pintauli. Sebelumnya, ia sudah pernah beberapa dilaporkan ke Dewas KPK.
Laporan pertama terkait dugaan komunikasi Lili dengan pihak berperkara di KPK serta menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi. Dia diduga berkomunikasi membahas perkara dengan Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang merupakan tersangka KPK. Selain itu, ia juga diduga meminta Syahrial membantu adik iparnya.
ADVERTISEMENT
Dewas KPK kemudian menyatakan perbuatan itu terbukti. Lili Pintauli dinyatakan bersalah melanggar etik. Lili dijatuhi sanksi berat atas perbuatannya. Namun hukumannya hanya pemotongan gaji pokok 40 persen selama setahun. Padahal perbuatannya dinilai sejumlah pihak termasuk tindak pidana sebagaimana UU KPK.
Laporan lainnya terkait dugaan tidak jujur ketika konferensi pers. Dugaan pelanggaran etik ini terkait bantahan Lili pernah berkomunikasi dengan Syahrial selaku Wali Kota Tanjungbalai yang sedang berperkara di KPK.
Belakangan, komunikasi itu terbukti. Sehingga ia kemudian dilaporkan atas dugaan membohongi publik. Lili terbukti membohongi publik dari hasil penelusuran Dewas. Namun ia tak disanksi karena Dewas menilai sanksinya sudah sepaket dengan kasus berkomunikasi dengan Syahrial.
Laporan lainnya terkait Lili dugaan intervensi penyidik dalam penanganan perkara. Diduga, ia mengintervensi penahanan eks Bupati Khairuddin Syah Sitorus yang merupakan tersangka suap.
ADVERTISEMENT
Diduga intervensi itu terjadi setelah ada komunikasi Lili dengan salah satu calon bupati Pilkada Labura 2020. Putra Khairuddin merupakan calon bupati saingan pihak yang diduga berkomunikasi dengan Lili. Namun demikian, Dewas menyatakan laporan ini tak terbukti.
Teranyar soal mendapatkan akomodasi dan tiket nonton MotoGP Mandalika. Namun saat sidang etik mulai digelar, dia mengundurkan diri. Sehingga sidangnya dinyatakan gugur.
Selain Lili, Pimpinan KPK yang pernah tersandung kasus etik ialah Abraham Samad pada 2013. Pelanggaran etik ini terkait bocornya surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) mantan Ketua Umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum.
Orang yang membocorkan sprindik diketahui adalah sekretaris Samad bernama Wiwin Suwandi. Meski tidak terlibat secara langsung, Samad dinilai lalai mengawasi Wiwin hingga sprindik tersebut bisa bocor.
ADVERTISEMENT
Perbuatan Samad itu dinilai sebagai pelanggaran sedang. Samad pun dikenai sanksi peringatan tertulis yang direkomendasikan oleh Komite Etik.
Kemudian Adnan Pandu Praja merupakan mantan Wakil Ketua KPK yang juga terjerat pelanggaran etik terkait sprindik Anas Urbaningrum. Namun kasus Pandu berbeda dengan yang dilakukan Samad.
Pandu dinilai melanggar kode etik karena mencabut parafnya dari draf sprindik Anas. Selain itu, Pandu juga dinilai melanggar kode etik dengan mengatakan kasus Anas bukanlah level KPK. Atas perbuatannya, Pandu dinilai terbukti melakukan pelanggaran ringan. Ia pun dikenai sanksi teguran lisan.
Saut Situmorang juga pernah divonis melanggar etik. Ia melanggar etik terkait pernyataannya dalam sebuah acara di sebuah stasiun televisi pada 2016. Kala itu, Saut menyinggung kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) terkait dengan perilaku koruptif. Pernyataan ini sempat memicu aksi yang berujung ricuh di Gedung KPK.
ADVERTISEMENT
Komite Etik kemudian menyatakan Saut sudah melakukan pelanggaran sedang atas ucapannya itu. Saut pun dikenai sanksi berupa peringatan tertulis serta harus memperbaiki sikap, tindakan, dan perilaku.
Sanksi etik juga pernah dijatuhkan kepada Ketua KPK Firli Bahuri. Dia dinyatakan melanggar etik terkait penggunaan helikopter ke Baturaja, Sumatera Selatan, pada 20 Juni. Ia dinilai melanggar poin integritas dan kepemimpinan dalam kode etik KPK.
Meski dinyatakan melanggar etik, Firli hanya dijatuhi sanksi ringan berupa teguran tertulis II. Eks Kapolda Sumsel tersebut diminta tak mengulangi perbuatannya. Dia pernah terjerat etik pada 2018 saat menjadi Deputi Penindakan KPK, tetapi dia keburu ditarik ke instansi Kepolisian sebelum putusan etik dijatuhkan.
Firli juga dilaporkan terkait dugaan pelanggaran etik dalam pembuatan mars dan hymne KPK yang dibuat oleh istrinya, Ardina Safitri. Dua lagu itu pengadopsian oleh KPK dinilai syarat akan konflik kepentingan. Ini masih ditelusuri oleh Dewas KPK.
Diawali Isu Mundur, Semua Berdalih
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Isu mundurnya Lili dari kursi pimpinan KPK sebenarnya mencuat sejak awal bulan lalu. Namun, baik pimpinan KPK maupun Dewan Pengawas menyebut tak tahu soal kabar tersebut. Meski belakangan terungkap surat pengunduran Lili disampaikan sudah sejak 30 Juni 2022.
Ketua KPK Firli Bahuri, Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron serta dua Anggota Dewas KPK, Albertina Ho dan Syamsuddin Haris, mengaku belum mengetahui informasi tersebut. KPK secara lembaga juga menyatakan Lili belum mengkonfirmasinya.
"Wah aku belum tahu," ujar Firli yang dikonfirmasi usai rapat kerja dengan Komisi III DPR pada Kamis malam (30/6).
Lili yang diagendakan menjalani sidang perdana kode etik pada 5 Juli pun nyatanya tak hadiri sidang. Dia ternyata berada di Bali menghadiri ACWG G20. Dewas KPK kemudian menunda sidang hingga 11 Juli 2022.
ADVERTISEMENT
Namun pada tanggal tersebut, Dewas KPK malah mengumumkan Lili sudah bukan lagi Wakil Ketua KPK. Sehingga, laporan terhadap Lili pun gugur. Dewas KPK menyatakan sidang tersebut gugur dan tidak lagi dilanjutkan. Sebab, Lili Pintauli disebut sudah bukan lagi Insan KPK yang merupakan ranah Dewas.
Calon Pengganti Lili Pintauli
Merujuk pada UU KPK, Presiden akan mengajukan calon pengganti Lili Pintauli ke DPR. Calon dipilih dari 5 orang capim KPK yang tidak dipilih oleh DPR.
Pada seleksi capim KPK periode 2019-2023, Jokowi mengirimkan 10 nama calon ke DPR untuk menjalani fit and proper test. Lima di antaranya tidak terpilih.
Mereka adalah:
ADVERTISEMENT
Belum ada pernyataan mengenai calon yang akan diajukan Presiden Jokowi untuk menggantikan Lili Pintauli.