Fakta-Fakta Penahanan Ruslan Buton, Tersangka Ujaran Kebencian terhadap Jokowi

31 Mei 2020 8:36 WIB
comment
26
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ruslan Buton (berkemeja putih) saat diperiksa di Bareskrim Polri.  Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Ruslan Buton (berkemeja putih) saat diperiksa di Bareskrim Polri. Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Penyidik Bareskrim Mabes Polri telah menahan pelaku pengunggah video ujaran kebencian terhadap Jokowi, Ruslan Buton. Namun pada awalnya, Ruslan menolak ditahan dan membantah telah melakukan ujaran kebencian berbasis SARA yang disangkakan penyidik Bareskrim Mabes Polri.
ADVERTISEMENT
"Ruslan tidak mau menandatangani BAP tersebut sebelum berbicara guna meminta nasihat dari PH (Penasihat Hukum) yang telah ditunjuknya pada tanggal 23 Mei 2020,” ujar pengacara Ruslan, Tonin Tachta Singarimbun.
Usai berbicara dengan tim kuasa hukum, Ruslan pada akhirnya tetap menjadi penghuni Rutan Bareskrim. Pasalnya, Ruslan mengakui telah membuat rekaman yang ramai beredar soal desakan mundur terhadap Presiden Joko Widodo, dan menyebarkannya ke grup WhatsApp organisasi Serdadu Trimatra Nusantara yang ia pimpin.
Dalam rekaman selama 40 detik, Ruslan mengkritik kebijakan pemerintahan Joko Widodo, serta menyebut Indonesia sedang berada dalam ancaman komunis.
Dengan tegas Ruslan meminta Jokowi untuk mundur dari jabatan presiden. “Bila tidak mundur, bukan menjadi sebuah keniscayaan akan terjadinya gelombang gerakan revolusi rakyat dari seluruh elemen masyarakat,” ucap Ruslan dalam video yang beredar.
ADVERTISEMENT
Beredarnya video tersebut merupakan pangkal penangkapan Ruslan di kediamannya Jalan Poros, Pasar Wajo Wasuba, Dusun Lacupea, Desa Wabula 1, Kecamatan Wabul, Buton, Sulawesi Tenggara. Tim gabungan Bareskrim Mabes Polri dan Polda Sultra kemudian membawa Ruslan untuk menjalani pemeriksaan di Jakarta.
Surat penolakan penahanan yang ditandatangani Ruslan Buton di Mabes Polri. Foto: Dok. Istimewa
Kabagpenum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Ahmad Ramadhan, mengatakan Ruslan bakal dijerat pasal berlapis. Rekaman yang dibuat Ruslan mengandung unsur berita bohong, menghina penguasa dalam hal Presiden Jokowi, dan dapat memicu keonaran.
Polisi menggunakan Pasal 45 A ayat (2) Jo pasal 28 ayat (2) Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan (2) dan/atau Pasal 15 Undang-undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana dan/atau Pasal 207 KUHP. Ruslan menghadapi ancaman pidana sampai 8 tahun.
ADVERTISEMENT
"Dari hasil pemeriksaan tersangka mengakui bahwa benar suara rekaman yang beredar adalah milik tersangka yang dibuat pada tanggal 18 Mei 2020 menggunakan handphone tersangka dan mendistribusikan rekaman tersebut ke dalam Group WhatsApp Serdadu Eks Trimatra," ucap Ahmad.
Ruslan merupakan pecatan prajurit TNI dengan pangkat terkahir Kapten Inf di Yonif RK 732/Banau. Pemecatannya bermula ketika Ruslan terlibat kasus penyiksaan yang menewaskan petani cengkeh yang diduga mencuri singkong 5 kilogram senilai Rp 20 ribu pada 27 Oktober 2017.
Atas insiden penyiksaan tersebut, Ruslan diperiksa oleh Detasemen Polisi Militer (Denpom) XVI/1 Ternate. Saat itu, Ruslan merupakan Komandan Kompi sekaligus Komandan Pos Satgas SSK III Yonif RK 732/Banau.
Setelah serangkaian pemeriksaan, pada 6 Juni 2018, Pengadilan Militer Ambon mengeluarkan putusan hukuman penjara 1 tahun 10 bulan serta pemecatan dari Anggota TNI AD. Ruslan Buton sendiri bebas di tahun 2019.
Ilustrasi Hate Speech Foto: Thinkstock
Usai dipecat, Ruslan eksis dengan mendirikan organisasi Serdadu Trimatra. Ruslan sendiri pernah terlihat ikut bersama mantan KSAL Slamet Soebijanto dalam aksi demonstrasi di depan Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta, pada September lalu. Massa meminta TNI untuk ikut turun mendampingi aksi di sekitar Gedung DPR, Senayan.
ADVERTISEMENT
Demo mahasiswa dan buruh dinaungi dalam wadah Majelis Kebangsaan Pancasila Jiwa Nusantara (MKPN). Slamet merupakan pendiri MKPN yang berbentuk komunitas kajian Pancasila. Ruslan saat itu tak menjawab panggilan kumparan atas keterlibatannya di MKPN.
Wadah ini memiliki beberapa anggota yang kemudian menjadi tersangka karena terlibat rencana kerusuhan bom ikan menjelang pelantikan Jokowi-Ma'ruf Amin, di antaranya mantan dosen IPB Abdul Basith. Basith yakin jika ideologi komunisme telah merasuki pemerintah.
Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Pol Argo Yuwono, mengatakan Ruslan bakal ditahan selama 20 hari sambil dilakukan pengembangan perkara hate speech. Dalam prosesnya, Ruslan mendapat bantuan hukum dari Andita's Law Firm, tim pengacara yang juga menjadi kuasa hukum dari Mayjen TNI (purn) Kivlan Zein.
ADVERTISEMENT
=====
Simak panduan lengkap corona di Pusat Informasi Corona
Yuk! bantu donasi atasi dampak corona.