Fakta-Fakta Pungli Rp 6,3 M di Rutan KPK: Dari Kode hingga Tradisi Lama

3 Agustus 2024 7:19 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Delapan dari 15 terdakwa menjalani sidang perdana perkara dugaan pungutan liar (pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Delapan dari 15 terdakwa menjalani sidang perdana perkara dugaan pungutan liar (pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 15 orang pegawai KPK didakwa melakukan pungutan liar (pungli) di Rutan Pomdam Jaya Guntur; Rutan KPK Gedung C1; dan Rutan Gedung Merah Putih KPK. Mereka mendapatkan uang puluhan hingga ratusan juta rupiah.
ADVERTISEMENT
Para terdakwa itu sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
"Telah memaksa para tahanan Cabang Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur, Cabang Rutan KPK di Gedung C1 dan Cabang Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4) untuk memberikan uang kepada para Terdakwa dan Petugas Rutan KPK lainnya dengan jumlah total sebesar Rp 6.387.150.000," kata jaksa KPK saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (1/8).
Dalam sidang pembacaan dakwaan tersebut juga terungkap sejumlah fakta terkait pungli tersebut. Apa saja?

Kode Pungli

Suasana sidang perdana perkara dugaan pungutan liar (pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK berlangsung di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Jaksa KPK mengungkap ada kode yang digunakan para terdakwa kasus pungutan liar (pungli) di Rumah Tahanan (Rutan) KPK. Beberapa kode itu digunakan saat membagi-bagi hasil pungli.
Bermula ketika eks Plt Karutan KPK Deden Rochendi dan Hengki selaku Koordinator Keamanan dan Ketertiban (Kamtib) Rutan KPK menunjuk "Lurah" yang bertugas untuk mengkoordinir permintaan dan pengumpulan uang setiap bulan dari para tahanan di Rutan KPK. Ada 3 rutan yang berada di bawah KPK yakni di Pomdam Jaya Guntur, Cabang Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4) dan Cabang Rutan KPK di Gedung C1.
ADVERTISEMENT
Para "Lurah" itu mengumpulkan uang yang sudah dikoordinir oleh "Korting". "Korting" adalah tahanan yang ditunjuk oleh tahanan lain untuk mengumpulkan uang.
Para "Lurah" itu kemudian meminta para tahanan untuk menyetorkan Rp 5-20 juta setiap bulannya melalui "Korting". Baik secara tunai maupun melalui transfer.
Bila tahanan tidak memberikan uang bulanan atau telat dalam menyetorkan uang bulanan, ada 'sanksi' yang dilakukan petugas Rutan KPK. Ada 3 rutan yang berada di bawah KPK yakni di Pomdam Jaya Guntur, Cabang Rutan KPK di Gedung Merah Putih (K4) dan Cabang Rutan KPK di Gedung C1.
Dari uang yang disetorkan para tahanan itu, kemudian dibagikan kepada para petugas Rutan KPK yang terlibat. Dalam pembagiannya dilakukan menggunakan kode tertentu.
ADVERTISEMENT
"Membagi uang tersebut kepada para Terdakwa dan Petugas Rutan KPK lainnya dengan menyampaikan kode-kode tertentu yaitu 'jatah 01, pempek, petik, arisan, kandang burung dan pakan jagung'," beber Jaksa.

Modus Pungli dan Sanksi untuk Tahanan yang Tak Setor

Mantan Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi (kanan) menyalami Jaksa Penuntut Umum usai menjalani sidang perdana perkara dugaan pungutan liar (pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Jaksa KPK mengungkap modus para terdakwa dalam melakukan pungutan liar (pungli) di rumah tahanan (Rutan) KPK. Ada konsekuensi bagi para tahanan yang menolak menyetorkan uang.
"Jika tahanan tidak memberikan uang bulanan atau telat dalam menyetorkan uang bulanan, ada tindakan yang dilakukan oleh Petugas Rutan KPK kepada para tahanan," kata Jaksa membacakan dakwaan.
Adapun tindakan yang akan diberikan kepada para tahanan yang tak membayar, sebagai berikut:
ADVERTISEMENT

Pungli Tradisi Lama

Empat dari 15 terdakwa bersiap mengeanakan baju tahanan usai menjalani sidang perdana perkara dugaan pungutan liar (Pungli) dalam lingkungan Rumah Tahanan (Rutan) KPK di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Kamis (1/8/2024). Foto: Aditya Pradana Putra/ANTARA FOTO
Pungli di Rutan KPK diduga sudah terjadi sejak lama. Bahkan pungli tersebut disebut merupakan "Tradisi Lama".
Pada Mei 2019, mantan Plt Kepala Rutan KPK Deden Rochendi bertemu dengan Hengki selaku Koordinator Kamtib Rutan KPK. Deden kemudian meminta Hengki untuk meneruskan soal "Tradisi Lama".
"Untuk tetap meneruskan 'tradisi lama' di Rutan KPK yaitu meminta dan mengumpulkan uang dari para tahanan," kata jaksa membacakan dakwaan.
Pada waktu itu, Deden sudah bukan Plt Kepala Rutan KPK. Posisinya sudah digantikan sejak tahun sebelumnya yakni pada 13 Desember 2018.
Meski demikian, Hengki kemudian menyanggupi permintaan itu. Deden pun meminta jatah setoran meski sudah tidak menjabat.
Merujuk dakwaan, Deden merupakan Polri. Sementara Hengki ialah ASN Kementerian Hukum dan HAM. Keduanya dipekerjakan di Rutan KPK.
ADVERTISEMENT
Juru bicara KPK Tessa Mahardhika di Ruang Konferensi Pers Gedung Merah Putih KPK, Jumat (12/7/2024). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
Terkait pungli yang disebut tradisi lama, KPK mengungkapkan alasan mengapa baru sekarang terungkap.
"Terkait kenapa tempus (waktu) sebelumnya tidak ditindaklanjuti, ya, alat buktinya kemungkinan yang memang penyidik tidak mendapatkan," kata juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, kepada wartawan, Jumat (2/8).
Tessa memastikan, jika nantinya penyidik telah mengantongi alat bukti, penyelidikan pasti akan dilakukan untuk tahun-tahun sebelumnya. Adapun dalam dakwaan, kasus tersebut diusut dari kurun waktu 2019.
"Kalau memang ada alat buktinya pasti ditindaklanjuti," tuturnya.
ADVERTISEMENT