Fakta Terbaru Meninggalnya dr Aulia: Dipalak Senior; Dekan FK Undip Ditangguhkan

3 September 2024 7:02 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pernyataan RSUD Kardinah, Kota Tegal, atas meninggalnya salah satu dokternya, Agustus 2024. Foto: Instagram/@rsud_kardinah
zoom-in-whitePerbesar
Pernyataan RSUD Kardinah, Kota Tegal, atas meninggalnya salah satu dokternya, Agustus 2024. Foto: Instagram/@rsud_kardinah
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Terungkap sejumlah fakta baru terkait tewasnya dokter Pendidikan Program Dokter Spesialis (PPDS) Undip dr. Aulia Risma Lestari. Mulai dari adanya pemalakan yang dilakukan pelaku bullying kepada dr. Aulia hingga Dekan FK Undip yang praktik klinisnya ditangguhkan sementara waktu.
ADVERTISEMENT
dr. Aulia merupakan dokter RSUD Kardinah Tegal yang juga mahasiswa PPDS program studi anestesi Undip. Ia ditemukan meninggal dunia diduga bunuh diri di kosannya, Senin (12/8).
Aulia diduga bunuh diri antara lain karena tak tahan menjadi korban bullying senior PPDS.
Kasus ini memicu "perseteruan" Kemenkes vs FK Undip. Kemenkes dalam surat bertanggal 14 Agustus 2024 menghentikan sementara PPDS program studi anestesi di RSUP Dr. Kariadi Semarang tempat dokter Aulia menempuh pendidikan spesialis karena ada dugaan perundungan dan melakukan investigasi.
Rektor Undip membantah soal isu perundungan yang diduga dialami dokter Aulia dalam siaran pers bertanggal 15 Agustus 2024.
Lantas apa saja fakta terbaru kasus itu? Berikut rangkumannya:

Praktik Dekan FK Undip Ditangguhkan

Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegoro (UNDIP) Yan Wisnu Prajoko menghadiri aksi solidaritas bertajuk Bersama Membangun Pendidikan Bermartabat di FK Kedokteran UNDIP, Tembalang, Semarang, Jawa Tengah, Senin (2/9/2024). Foto: Aji Styawan/ANTARA FOTO
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menghentikan sementara atau menangguhkan praktik klinis Dekan FK Undip Dr. dr. Yan Wisnu di RSUP Dr. Kariadi Semarang.
ADVERTISEMENT
Surat pemberhentian sementara Yan Wisnu itu bernomor KP.04.06/D.X/ 7465 /2024. Hal: Penghentian Sementara Aktivitas Klinis sebagai KSM Onkologi RS Kariadi.
"Menindaklanjuti surat Direktur Jenderal Pelayanan Kesehatan Nomor TK.02.02/D/44137/2024 tanggal 14 Agustus 2024 hal Pemberhentian Program Anestesi Universitas Diponegoro di RS Kariadi dan berdasarkan dugaan kasus perundungan pada PPDS Program Studi Anestesiologi dan Terapi Intensif, bersama ini disampaikan bahwa aktivitas klinis Saudara sementara diberhentikan untuk menghindari konflik kepentingan sampai dengan proses penanganan kasus tersebut selesai dilakukan," begitu bunyi surat tersebut.
Surat itu ditandatangani oleh Direktur Utama RSUP Dr. Kariadi, dr. Agus Akhmadi, M.Kes.
Menanggapi pemberhentian dirinya, Yan Wisnu meminta agar bertanya langsung ke RSUP Dr. Kariadi. Namun, ia mengatakan ia sudah berpraktik sebagai dokter selama 16 tahun di rumah sakit di bawah Kemenkes itu.
ADVERTISEMENT
"Dan terkait pemberhentian saya mungkin proseduralnya mungkin lebih baik ditanyakan ke RSUP Kariadi. Tapi yang bisa saya sampaikan bahwa saya berada di RSUP Kariadi itu sampai sekarang sudah 16 tahun," ujar Yan di kampus FK Undip di Tembalang, Senin (2/9).
Ratusan civitas akademika Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegero (Undip) Semarang menggelar apel pagi dan doa bersama dukungan kepada Dekan FK Undip dr Yan Wisnu yang diberhetikan aktivitas kliniknya di RSUP dr Kariadi Semarang, Senin (2/9). Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Menanggapi pemberhentian sementara Yan, civitas academica Undip menggelar apel solidaritas di Lapangan Basket Fakultas Kedokteran Undip, Jalan Prof Soedarto, Tembalang. Apel diikuti oleh mahasiswa, profesor, dosen-dosen, maupun alumni FK Undip.
Mereka yang hadir mengenakan baju berwarna hitam dengan pita senada. Mereka juga membawa kertas bertuliskan "We Stand With dr Yan Wisnu".
Spanduk dukungan terhadap Yan Wisnu dan karangan bunga juga dipasang saat apel solidaritas. Karangan bunga itu bertuliskan "Turut berduka cita atas terjadinya premanisme birokrasi. Tolak pemberhentian Dekan FK Undip dari RS Kariadi Semarang".
ADVERTISEMENT
Yan Wisnu juga hadir dalam apel ini. Dalam sambutannya, Yan Wisnu mengatakan, apel ini merupakan bukti solidaritas civitas academica Undip.
"Kehadiran hari ini menunjukkan kita adalah satu keluarga besar yang bersama-sama mencintai rumah kita, institusi yang kita cintai. FK Undip rumah besar tempat kita bernaung yang telah melebur dalam darah daging kita," ujar Wisnu.
Ia juga meminta seluruh civitas academica Undip untuk tetap semangat di tengah dinamika yang terjadi saat ini.

Dokter Aulia Kerap Dipalak

Undip mengucapkan duka cita atas meninggalnya dokter peserta PPDS Prodi Anestesi FK Undip, 15 Agustus 2024. Foto: Dok Undip
Hasil penyelidikan sementara Kemenkes terungkap bahwa almarhumah dokter Aulia kerap dipalak oleh seniornya. Pemalakan ini terjadi sejak semester pertama dari rentang waktu Juli-November 2022.
"Uang ini berkisar antara Rp 20-40 juta per bulan," kata Juru Bicara Kemenkes dr Mohammad Syahril saat dikonfirmasi, Minggu (1/9).
ADVERTISEMENT
Permintaan dana ini, kata Syahril, karena dokter Aulia ditunjuk sebagai bendahara angkatan. Dia bertugas untuk mengumpulkan pungutan dari teman-teman angkatan.
Namun, uang hasil pungutan ini digunakan untuk kebutuhan non-akademik seperti membiayai kebutuhan senior hingga menggaji OB. Hal ini diduga menjadi salah satu pemicu dokter Aulia mengalami tekanan saat menempuh program spesialis di Undip.
Untuk mengungkap kasus ini Kemenkes bekerja sama dengan Kepolisian. Bukti-bukti yang ditemukan Kemenkes, soal pemalakan ini, juga diary hingga rekaman voice note dokter Aulia sudah diserahkan kepada pihak kepolisian untuk diproses lebih lanjut.
Kabid Humas Polda Jateng, Kombes Pol Artanto. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Kabid Humas Polda Jawa Tengah, Kombes Pola Artanto, membenarkan pihaknya telah menerima laporan dari Kemenkes terkait dugaan pemalakan tersebut.
"Data hasil investigasi dari kemenkes sudah diserahkan ke pihak kepolisian guna dilakukan penyelidikan dan pendalaman," kata Artanto saat dihubungi, Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
Artanto memastikan pihaknya akan mendalami data yang sudah dilaporkan Kemenkes tersebut.
"Bahan hasil investigasi kemenkes sebagai petunjuk pihak kepolisian untuk melakukan penyelidikannya," lanjut Artanto.
ADVERTISEMENT
Sementara itu Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Undip, dr. Yan Wisnu, menegaskan bahwa akan ada sanksi bagi para pelaku bila terbukti melakukan pemalakan.
"Justru itu yang saya sampaikan, kita membuka investigasi seluas-luasnya dan diungkap saja. Kami pun berkomitmen jika ada pelaku, akan disanksi seberat-beratnya. Tapi kalau dipalak, itu berarti ada yang memalak, ada korban yang dipalak, dan uang yang dipalak masuk ke kantong yang memalak, jadi di sini dibuka saja," ujar Wisnu saat menghadiri apel solidaritas, Senin (2/9).
Pihaknya juga ikut menginvestigasi terkait temuan pemalakan tersebut. Namun, hingga kini belum ada laporan terkait adanya pemalakan terhadap korban atau terhadap mahasiswa PPDS lainnya.
ADVERTISEMENT
"Kami harus melihat lebih lanjut, tapi kalau laporan yang masuk ke kami, pemalakan itu kok sepertinya tidak," kata Wisnu.
Guru Besar Bedah Saraf FK Undip Semarang, Prof. Dr. dr. Zainal Muttaqin SpBS (K), juga ikut buka suara terkait dugaan pemalakan ini. Ia mengatakan Aulia saat itu merupakan penanggung jawab angkatan.
Aulia, kata Zainal, memang ditugasi mengumpulkan iuran dari teman-teman seangkatannya. Uang itu digunakan untuk uang makan mahasiswa PPDS Anestesi.
“Si Risma (Aulia) kebetulan dia pengelola, penanggung jawab angkatan, dia mengumpulkan uang sebesar Rp 30 juta per bulan dari teman-temannya, bukan untuk seniornya, tapi untuk makan mereka sendiri,” ujar Zainal usai aksi solidaritas FK Undip, Senin, (2/8).
Zainal menjelaskan, uang puluhan juta rupiah itu merupakan iuran mahasiswa semester awal. Mahasiswa semester pertama itu setiap bulan iuran Rp 3 juta per bulan selama 1 semester.
ADVERTISEMENT
"Penerimaan PPDS itu setiap semester, bukan setiap tahun. Jadi mereka yang semester 1 iuran ada 10 sampai 12 orang. Tiap bulan Rp 3 juta untuk biaya makan 84 orang, itu hanya dilakukan selama 1 semester atau 6 bulan. Satu angkatan, bukan per orang," jelas Zainal.
Lebih lanjut Zainal mengatakan, uang iuran angkatan itu kemudian digunakan untuk membeli makanan. Dijelaskannya, dokter residen memiliki jadwal yang padat, sehingga, tidak semuanya bisa beristirahat di waktu yang sama.
"Uang itu mereka kelola sendiri kok, bukan dikelola seniornya, atau departemennya, dan itu kesepakatan tiap bagian akan berbeda karena siklus kerja tiap departemen tidak sama. Nanti kalau mereka tahun kedua itu tidak lagi, giliran yang tahun pertama, mereka mendapatkan uang yang mereka tabung itu," jelas Zainal.
ADVERTISEMENT

Undip Evaluasi PPDS di RS Kariadi

Ratusan civitas akademika Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Diponegero (Undip) Semarang menggelar apel pagi dan doa bersama dalam rangka dukungan terhadap Dekan FK Undip dr Yan Wisnu yang diberhetikan aktivitas kliniknya di RSUP dr Kariadi. Foto: Intan Alliva Khansa/kumparan
Undip melakukan evaluasi terkait PPDS di RSUP Dr. Kariadi. Namun, Wakil Rektor IV Undip, Wijayanto PhD, belum bisa memastikan apakah akan menghentikan PPDS di RSUP Dr Kariadi.
"Sekarang sedang kita lakukan evaluasi memang. Sekarang sedang diskusi serius di rektorat, bagaimana sikap kita ke depan. Tapi yang mau kita lakukan sekarang adalah kita menghargai ini negara hukum. Kita menunggu hasil investigasi keluar sampai tuntas," ujarnya di kampus Tembalang, Senin (2/9).

RS Kariadi Bantah Jam Kerja Dokter PPDS Undip Berlebihan

Manajemen RSUP dr Kariadi membantah mahasiswa PPDS Undip di rumah sakitnya dibebani jam kerja yang berlebihan.
"RS Kariadi kalau operasi segera dan darurat, IGD buka 24 jam, operasi pun sebenarnya ada yang buka 24 jam. Jadi bukan overload ya, rumah sakit ini menyediakan operasi-operasi yang gawat darurat 24 jam, kan tidak mungkin ada kecelakaan jam 1 butuh operasi cepat kejaran-kejaran nyawa, kalau nggak 24 jam bagaimana?" ujar Manajer Hukum dan Humas RS Dr Kariadi Semarang, Vivi Vira Viridianti, Senin (2/8).
ADVERTISEMENT
Ia justru menilai kondisi ini yang diuntungkan masyarakat. Sebab, dokter selalu siap sedia selama 24 jam untuk melakukan tindakan atau penyelamatan.
"Sebenarnya itu yang diuntungkan masyarakat. Kita RSUP dr Kariadi melayani masyarakat luas dalam bidang kesehatan," jelas dia.

Menkes Ingin Pidanakan Pemalak dr Aulia

Menkes Budi Gunadi Sadikin usai raker bersama DPR RI, Senin (8/7/2024). Foto: Haya Syahira/kumparan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mendorong kasus dugaan bullying atau perundungan terhadap dokter Aulia Risma Lestari diproses secara hukum atau pidana.
Budi mengatakan, penyelesaian kasus itu secara pidana penting untuk memberikan efek jera ke para pelaku, sehingga kasus yang sama tidak lagi terjadi.
"Saya kasih (serahkan penanganan kasus pemalakan dokter Aulia) ke polisi saja biar langsung dipidanakan saja, biar semuanya jelas kemudian orang-orangnya juga tahu," kata Budi usai peresmian RS Ibu dan Anak Prof IGNG Ngoerah di Denpasar, Senin (2/9).
ADVERTISEMENT
"Karena kalau tidak diberikan (efek jera) nanti akan terus-menerus menganggap ini hal yang biasa. Karena memang biasa dilakukan seperti itu. Ini yang saya inginkan tekankan ini harus ditindak tegas," lanjutnya.

Bullying PPDS Sulit Dihilangkan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengaku sulit menghilangkan perilaku bullying atau perundungan calon dokter spesialis di PPDS.
Selama menjabat sebagai Menteri Kesehatan, Budi Gunadi yang merupakan sarjana fisika nulir ITB ini mencatat sudah ada tiga kasus perundungan di PPDS.
"Perundungan ini sudah puluhan tahun tidak pernah bisa diselesaikan secara tuntas karena memang kurang komitmen dari pada stakeholder," katanya usai peresmian RS Ibu dan Anak Prof IGNG Ngoerah di Denpasar, Senin (2/9).
Penyebab lainnya adalah perundungan dianggap hal yang biasa. Bentuk perundungan mulai dari fisik, mental, finansial bahkan pelecehan seksual.
ADVERTISEMENT
Budi Gunadi berharap seluruh stakeholder berkomitmen menghilangkan perilaku bullying. Menurutnya, melakukan perundungan bukan solusi menciptakan tenaga kesehatan yang tangguh.