Fakta Terbunuhnya Jenderal Iran dalam Serangan AS

4 Januari 2020 6:51 WIB
comment
25
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Kedutaan AS di Baghdad Irak diserbu demonstran pro Iran. Foto: REUTERS/Thaier al-Sudani
zoom-in-whitePerbesar
Kedutaan AS di Baghdad Irak diserbu demonstran pro Iran. Foto: REUTERS/Thaier al-Sudani
ADVERTISEMENT
Militer AS berhasil membunuh pemimpin Pasukan Quds Iran, Qassem Soleimani, lewat serangan udara, Jumat (3/1) malam. Dalam perjalanan menuju Bandara Baghdad, Irak, pesawat yang ia tumpangi langsung dihantam rudal AS.
ADVERTISEMENT
Serangan tersebut memang ditargetkan ke konvoi rombongan unit militer Syiah di Irak, Hashed, dan menewaskan delapan orang termasuk Soleimani.
Selain Soleimani, Wakil komandan milisi Syiah Irak (PMF), Abu Mahdi al-Muhandis, petinggi milisi Kataib Hizbullah, dan seorang petugas protokoler bandara Irak, Mohammed Reda, juga turut tewas. Akibat serangan udara AS terbaru ini, hubungan Negeri Paman Sam dengan Irak-Iran semakin memburuk.
Instruksi Presiden AS Donald Trump
Jenderal Iran Qassem Soleimani. Foto: Office of the Iranian Supreme Leader via AP
Markas Departemen Pertahanan AS alias Pentagon memastikan serangan ke Iran atas instruksi Trump. Qassem dihabisi nyawanya lantaran dituduh bertanggung jawab atas kematian pasukan dan militer AS di Irak.
"Ini adalah tindakan defensif yang menentukan, untuk melindungi warga AS di luar negeri," ucap keterangan Pentagon seperti dikutip dari AFP, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
"Jenderal Soleimani secara aktif mengembangkan rencana penyerangan terhadap diplomat AS di Irak dan wilayah sekitarnya, Jenderal Soleimani dan Pasukan Quds bertanggung jawab atas kematian warga AS dan koalisinya, serta melukai ribuan lainnya," sambung Pentagon.
Bahkan Trump langsung memposting gambar bendera AS usai Soleimani dinyatakan tewas.
AS dan Iran dikenal kerap berseteru usai Trump berkuasa. Perseteruan dimulai dari AS menarik diri dari perjanjian nuklir yang berujung perseteruan terbuka kedua negara.
Trump Tak beritahu kongres soal rencana penyerangan
Presiden Amerika Serikat, Donald Trump. Foto: REUTERS/Leah Millis
Anggota parlemen Amerika Serikat menyatakan Trump tak memberitahu soal rencana pembunuhan Soleimani. Ketua Komisi Luar Negeri Parlemen AS, Eliot Angel, rencana pembunuhan Soleimani dilakukan AS tanpa konsultasi dengan kongres.
"Soleimani adalah dalang kekerasan luar biasa, darah warga AS ada di tangannya," sebut Angel seperti dikutip dari AFP, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
"Tetapi melakukan aksi tanpa melibatkan Kongres akan menimbulkan masalah hukum serius, ini merupakan penghinaan terhadap kekuatan kongres sebagai cabang pemerintahan yang setara," sambung politikus Partai Demokrat tersebut.
Iran akan balas dendam
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei. Foto: REUTERS
Pemimpin Tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei, berjanji akan balas dendam dengan keji terhadap Amerika Serikat.
Pernyataan Khamenei merupakan respons atas kematian Jenderal Iran yang merupakan pemimpin Pasukan Quds, Qasem Soleimani, di Irak. Soleimani tewas dalam serangan udara AS.
Khamenei menyatakan, Soleimani adalah seorang martir. Iran akan berkabung selama tiga hari untuk menghormati berpulangnya Soleimani.
"Kemartirannya adalah hadiah atas upaya tanpa hentinya selama bertahun-tahun," ucap Khamenei seperti dikutip AFP, Jumat (3/1).
"Dengan berpulangnya dia, Insyaallah, pekerjaan yang ditinggalkannya tak akan berhenti, kami akan balas dendam dengan keji kepada penjahat yang membuat tangannya bersimbah darah darinya (Soleimani) dan martir-martir lainnya," sambung dia.
ADVERTISEMENT
Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, menyebut serangan AS yang menewaskan Soleimani merupakan eskalasi berbahaya. Ia memperingatkan AS akan ada balasan atas serangan tersebut.
"Tindakan terorisme internasional AS yang telah menargetkan dan membunuh jenderal Soleimani sangat berbahaya dan ini eskalasi bodoh," sebut Zarif dalam twitternya, seperti dikutip dari AFP, Jumat (3/1).
"AS akan menanggung seluruh tanggung jawab dan konsekuensi atas tindakan jahatnya," sambung dia.
Dinilai Terkait Pilpres AS 2020
Donald Trump. Foto: REUTERS/Kevin Lamarque
Pengamat hubungan internasional dari Universitas Indonesia (UI), Shofwan Al Banna Choiruzzad, menilai motif penyerangan cukup kompleks, salah satunya bisa jadi terkait Pilpres AS 2020.
"Apakah ada faktor domestik? Mungkin saja. Apalagi, Trump sedang mengalami impeachment (pemakzulan) padahal akan segera menghadapi pilpres. Dia membutuhkan sebuah prestasi untuk ditunjukkan pada konstituen," ujar Shofwan saat dihubungi, Jumat (3/1).
ADVERTISEMENT
Jika melihat sisi politik internasional, Shofwan menilai perang terjadi karena pengaruh Iran yang kian meningkat pesat di kawasan. Di Suriah, Presiden Bashar al-Assad masih kokoh dengan dibantu Hizbullah. Sementara Yaman masih berlarut dengan milisi Houthi, yang diduga berafiliasi ke Iran.
"Sehingga mendapatkan kemampuan menyerang sampai ke kota-kota penting Saudi --sekutu AS," kata Shofwan.
Sebagai catatan, proses pemakzulan Trump masih terus bergulir. Nasibnya akan ditentukan pada Januari 2020 dalam proses voting di Kongres AS.
Dilansir AFP, alasan Trump dimakzulkan mengacu pada dua pasal, yakni penyalahgunaan kekuasaan dan penghambatan penyelidikan Kongres. Trump dituding menggunakan kekuasaannya untuk menjegal langkah politik pesaingnya, Joe Biden, di Pilpres 2020. Ia juga dituding meminta Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky untuk menyelidiki kasus pengemplangan pajak perusahaan minyak Burisma.
ADVERTISEMENT