Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Fatwa MUI: Mabit di Muzdalifah dengan Melintas Tanpa Turun dari Kendaraan
31 Mei 2024 1:39 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh menyampaikan hasil ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia VIII di Bangka Belitung. Salah satunya terkait panduan haji di Muzdalifah dan Mina saat mabit dengan murur atau melintas Muzdalifah tanpa turun kendaraan.
ADVERTISEMENT
"Masalah kontemporer yang dibahas dan ditetapkan panduannya adalah tentang pelaksanaan mabit di Muzdalifah dengan cara murur, yaitu melintas Muzdalifah dengan tetap berada di kendaraan tanpa turun dan menginap," kata Niam dalam keterangannya, Kamis (30/5).
Berikut secara lengkap, hukum pelaksanaan mabit di Muzdalifah dengan Cara Murur adalah sebagai berikut:
Keputusan Hukum
1. Mabit di Muzdalifah adalah termasuk wajib haji.
2. Jemaah haji yang tidak mabit di Muzdalifah wajib membayar dam, sebagai denda atas kesalahan (dam isa-ah).
ADVERTISEMENT
3. Mabit di Muzdalifah dilakukan dengan cara melakukan kegiatan berdiam diri di Muzdalifah, meskipun hanya sesaat saja dalam kurun waktu setelah pertengahan malam tanggal 10 Zulhijah.
4. Hukum jemaah haji yang mabit di Muzdalifah dengan cara hanya melintas di Muzdalifah dan melanjutkan perjalanan menuju Mina tanpa berhenti (Murur), adalah sebagai berikut:
a. jika murur (melintas) di Muzdalifah dilakukan selepas tengah malam dengan cara melewati dan berhenti sejenak tanpa turun dari kendaraan di kawasan Muzdalifah, maka mabitnya sah.
b. jika murur dilakukan sebelum tengah malam dan/atau berdiam meninggalkan muzdalifah sebelum tengah malam, maka mabitnya tidak sah dan wajib membayar dam.
5. Dalam kondisi adanya udzur syar’i, seperti keterlambatan perjalanan dari Arafah menuju Muzdalifah hingga tidak menemui waktu mabit di Muzdalifah, maka ia tidak wajib membayar dam
Rekomendasi
ADVERTISEMENT
1. Jamaah haji Indonesia perlu memperhatikan ketentuan manasik haji dalam pelaksanaan ibadah haji agar sesuai dengan ketentuan syariah.
2. Kementerian Agama RI sebagai penyelenggara ibadah haji wajib menjamin terlaksananya layanan ibadah bagi jemaah haji sesuai dengan ketentuan syariah dengan menjadikan Keputusan ini sebagai pedoman.
3. Dalam hal ada kebijakan bagi sebagian jemaah haji yang harus melaksanakan mabit di Muzdalifah dengan cara murur tanpa turun dari kendaraan, maka Kementerian Agama RI dan/atau penyelenggara ibadah haji khusus dapat mengaturnya sesuai dengan shift pergerakan jemaah dari Arafah ke Muzdalifah dan Mina; di mana jemaah yang menggunakan sistem murur adalah jemaah haji yang bergerak dari Arafah shift terakhir, dan sekira melintas di Muzdalifah setelah tengah malam.
ADVERTISEMENT
4. DPR-RI melakukan pengawasan pelaksanaan manasik haji agar sesuai dengan ketentuan syariah dengan memedomani Keputusan ini.
Acara Ijtima Ulama ini diikuti oleh 654 peserta dari unsur pimpinan lembaga fatwa Ormas Islam Tingkat Pusat, pimpinan Komisi Fatwa MUI se-Indonesia, pimpinan pesantren tinggi ilmu-ilmu fikih, pimpinan fakultas Syariah perguruan tinggi ke-Islaman, perwakilan lembaga fatwa negara ASEAN dan Timur Tengah seperti Malaysia dan Qatar, individu cendekiawan muslim dan ahli hukum Islam, serta para peneliti sebagai peninjau.
Acara ini dibuka oleh Wakil Presiden KH Ma’ruf Amin. Hadir memberikan materi pengayaan terkait tema pembahasan Ijtima antara lain Ketua BAZNAS Prof Noor Ahmad, Kepala BPKH Fadlul Imansyah, Dirjen Pengelolaan Haji dan Umroh (PHU) Kementerian Agama RI Prof Hilman Latief, Staf Ahli Menteri Luar Negeri RI Bidang Hubungan Antar Lembaga Muhsin Syihab, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 KH Jusuf Kalla serta Ketua Umum KADIN Arsjad Rasjid.
ADVERTISEMENT