Fatwa MUI soal Human Diploid Cell untuk Obat dan Vaksin: Boleh dengan Syarat

27 November 2020 9:24 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pegawai berjalan melewati meja resepsionis kantor pusat Majelis Ulama Indonesia (MUI). Foto: Helmi Afandi/kumparan
ADVERTISEMENT
Dalam Munas X, MUI membahas sejumlah fatwa-fatwa terkait kondisi terkini di tengah pandemi corona. Salah satunya soal penggunaan human diploid cell untuk bahan produksi obat dan vaksin.
ADVERTISEMENT
Sekretaris Komisi Fatwa MUI sekaligus juru bicara sidang fatwa MUI Asrorun Niam menjelaskan, penggunaan human diploid cell boleh dengan syarat.
"Dalam hal terjadi kondisi kedaruratan (dharurah syar'iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar'iyah), penggunaan human diploid cell untuk bahan obat atau vaksin hukumnya boleh, dengan syarat," kata Asrorun, Jumat (27/11).
Berikut bunyi fatwa MUI soal hal tersebut yang ditetapkan 26 November 2020:
Ketentuan Hukum
Sekretaris Komisi Fatwa MUI, Dr. HM. Asrorun Ni'am Sholeh. Foto: Dok. BNPB
1. Pada dasarnya penggunaan sel yang berasal dari bagian tubuh manusia untuk bahan obat atau vaksin hukumnya haram, karena bagian tubuh manusia (juz’u al-insan) wajib dimuliakan;
2. Dalam hal terjadi kondisi kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah), penggunaan human diploid cell untuk bahan obat atau vaksin hukumnya boleh, dengan syarat:
ADVERTISEMENT
a. Tidak ada bahan lain yang halal dan memiliki khasiat atau fungsi serupa dengan bahan yang berasal dari sel tubuh manusia;
b. Obat atau vaksin tersebut hanya diperuntukkan untuk pengobatan penyakit berat, yang jika tanpa obat atau vaksin tersebut maka berdasarkan keterangan ahli yang kompeten dan terpercaya diyakini akan timbul dampak kemudaratan lebih besar;
c. Tidak ada bahaya (dharar) yang mempengaruhi kehidupan atau kelangsungan hidup orang yang diambil sel tubuhnya untuk bahan pembuatan obat atau vaksin;
d. Apabila sel tubuh manusia yang dijadikan bahan obat atau vaksin bersumber dari embrio, maka harus didapatkan melalui cara yang dibolehkan secara syar’i, seperti berasal dari janin yang keguguran spontan atau digugurkan atas indikasi medis, atau didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada inseminasi buatan atau IVF (in vitro fertilization);
ADVERTISEMENT
e. Pengambilan sel tubuh manusia harus mendapatkan izin dari pendonor;
f. Dalam hal sel tubuh berasal dari orang yang sudah meninggal harus mendapatkan izin dari keluarganya;
g. Sel tubuh manusia yang menjadi bahan pembuatan obat atau vaksin diperoleh dengan niat tolong-menolong (ta’awun), tidak dengan cara komersial.
h. Kebolehan pemanfaatannya hanya sebatas untuk mengatasi kondisi kedaruratan (dharurah syar’iyah) atau kebutuhan mendesak (hajah syar’iyah).