Febri soal Gratifikasi Jet Pribadi: Kaesang Tak Bisa Dipidana soal Nebeng ke AS

19 September 2024 10:13 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Febri Diansyah. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Febri Diansyah. Foto: Annisa Thahira Madina/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kaesang Pangarep telah menyampaikan laporan gratifikasi ke KPK terkait penggunaan private jet yang ditumpanginya ke Amerika Serikat. Putra bungsu Presiden Jokowi itu mengaku hanya nebeng pesawat temannya secara cuma-cuma.
ADVERTISEMENT
Eks juru bicara KPK, Febri Diansyah, menganalisa diksi 'nebeng' yang disampaikan Kaesang. Menurut analisisnya, nebeng termasuk dalam kategori gratifikasi.
"Kata nebeng sudah termasuk definisi gratifikasi. Nebeng (tanpa membayar) menerima fasilitas penerbangan dari pihak lain itu gratifikasi," kata Febri dalam akun X-nya, Rabu (18/9). kumparan telah diizinkan Febri untuk mengutip cuitannya.
Febri menerangkan, gratifikasi diatur dalam Pasal 12B UU Tipikor. Di situ disebut, gratifikasi memiliki artian: pemberian dalam arti luas.
Dalam pasal itu juga, menurut Febri, ada tiga aspek yang membuat gratifikasi menjadi terlarang. Tiga aspek yang dimaksud, yakni:
Pada poin pertama, Febri menyatakan, secara harfiah memang Kaesang bukanlah seorang penyelenggara negara. Namun, ada istilah pemberian gratifikasi melalui anggota keluarga.
ADVERTISEMENT
"Ada putusan MA Nomor 77 tahun 1973, yang intinya terdakwa dihukum bersalah meskipun penerimanya adalah keluarga. Tapi memang harus dibuktikan juga hubungan antara penyelenggara negara dengan keluarga," papar Febri.
"Itulah tantangan tim analis di Direktorat Gratifikasi KPK mengurai relasi Kaesang dengan penyelenggara negara. Kesimpulan baru bisa diambil jika ada hasil verifikasi," tambahnya.
Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Kaesang Pangarep menjawab pertanyaan jurnalis usai memberikan klarifikasi terkait jet pribadi di Gedung ACLC Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Selasa (17/9/2024). Foto: RENO ESNIR/ANTARA FOTO
Kemudian untuk membuktikan poin kedua, Febri menerangkan, KPK perlu memintai keterangan dari inisial Y -- teman Kaesang yang memberikan tebengan jet pribadi itu.
Tujuannya, untuk mendalami hubungan pertemanan Y dengan Kaesang. Termasuk juga menggali ada tidaknya kaitan pemberian tebengan itu dengan kepentingan dengan jabatan penyelenggara negara terkait.
"Argumentasi pemberian teman itu memang perlu dianalisis lebih lanjut. Karena jika itu pemberian murni karena pertemanan, nilai-nilai di masyarakat kita menerima itu sebagai kewajaran," ucap Febri.
ADVERTISEMENT
"Yang jadi soal, bagaimana jika dianggap teman karena posisi, jabatan atau kewenangan strategis yang dimiliki? Ceritanya bisa berbeda," ungkapnya.
Pada poin yang ketiga, Febri menyebut memiliki arti adanya konflik kepentingan antara penyelenggara negara dengan pemberi gratifikasi.
"Dalam gratifikasi, konflik kepentingan bisa bersifat nyata ataupun potensial. Kenapa bisa potensial, ingat, prinsip gratifikasi sebenarnya seperti 'menanam budi'. Buahnya dipetik suatu hari nanti. Transaksionalnya nggak terjadi saat penerimaan, tapi suatu hari nanti jika dibutuhkan," terang Febri.
Dari hasil analisisnya, Febri berkesimpulan Kaesang tidak bisa diproses pidana menggunakan Pasal 12B UU Tipikor terkait nebeng jet pribadi ke AS pada Agustus 2024. Sebab, sudah melaporkan dalam rentang waktu 30 hari sebagaimana ketentuan.
"Saya tidak ingin dahului kesimpulan KPK. Ada baiknya kita coba untuk percaya pada KPK. Tapi apa pun kesimpulannya, Kaesang tidak bisa diproses pidana Pasal 12B untuk penerbangan 18 Agustus 2024," kata Febri,
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana bila ada penerimaan fasilitas lain selain penerbangan ke AS pada 18 Agustus 2024.
"Jawabannya sederhana: perlindungan hukum (bebas atau tidak bisa dijerat) Pasal pidana gratifikasi tidak mencakup penerimaan lain yang tidak dilaporkan atau lewat 30 hari kerja," ujar Febri.
"Apakah hal tersebut otomatis salah? Belum tentu. Banyak aspek yang harus dinilai," pungkasnya.