Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0

ADVERTISEMENT
Kawanan burung layang-layang Asia (Hirundo rustica) menghiasi langit di atas Jalan Mayor Suryotomo, Kecamatan Gondomanan, Kota Yogyakarta, pada Senin (21/10) sekitar 17.00 WIB. Ribuan burung itu berhamburan sebelum bertengger di kabel-kabel listrik, pohon, dan bangunan sepanjang jalan tersebut.
ADVERTISEMENT
Damar, salah seorang karyawan swasta yang setiap hari melintasi jalan tersebut, mengatakan kawanan burung sudah tampak mulai awal Oktober ini. Jumlahnya semakin hari semakin banyak. Burung yang bertengger pun mengeluarkan kotoran berwarna putih.
“Saya sempat kena tahi. Baunya lumayan menyengat,” kata Damar, Selasa (22/10).
Menanggapi fenomena ini, Asman Adi Purwanto, anggota Paguyuban Pengamat Burung Yogyakarta, menjelaskan burung layang-layang Asia bergerak dari habitatnya dari Eropa dan Asia Timur menuju Australia. Migrasi ini yang membuat kawanan burung singgah di Indonesia sebagai salah satu rute.
“Kalau musim migrasi itu mulai dari Oktober, November, Desember. Dari sana, mulai masuk musim dingin itu mereka bergerak dari habitatnya. Dan, di Indonesia, kita mulai bisa melihat keberadaan mereka itu akhir-akhir September, Oktober,” kata Asman saat dihubungi, Selasa (22/10).
“Kalau di Indonesia, kita ada jalur terbang namanya Asia Timur-Australia. Itu adalah salah satu jalurnya. Kemudian, ada jalur yang tengah Asia-Pasifik, kalau nggak salah. Kalau burung layang-layang Asia ini sepertinya lewat jalur Asia Timur-Australia itu. Dia lewat daratan China, ke selatan, turun, melewati Thailand, Malaysia, Singapura ke Indonesia lewat Sumatera. Di Sumatera itu banyak juga,” kata Asman.
ADVERTISEMENT
Menurut Asman, proses migrasi tersebut hanya berlangsung bulanan saja. Mereka lepas dari tempat asal pada Agustus dan dua bulan berikutnya sudah sampai Indonesia. Asman menganggap ini fenomena alam yang rutin.
“Cuma memang mungkin, dulu kan lebih banyak di (Toko) Progo dan lain-lain. Kalau dulu lebih banyak di Gedung Agung, (gedung) BNI, Kantor Pos, banyak di sana," urainya.
Dulu, untuk mengusir burung itu dengan memasang balon besar. Jika balon bergerak karena angin, burung pun terusir. Menurut Asman, upaya mengusir burung itu dilakukan karena terganggu oleh kotoran burung yang menempel di gedung-gedung.
Asman mengakui bahwa kotoran burung tersebut pasti menganggu masyarakat. Namun dia mengimbau agar burung itu tidak diganggu. Pasalnya ketika diganggu maka burung tersebut justru akan semakin banyak mengeluarkan kotoran.
ADVERTISEMENT
“Kalau strss itu mereka terbang dan akan mengeluarkan kotoran. Antisipasi ke situ saja. Seperti kasus yang di Progo dan Beringharjo, kalau pas dia terbang, diganggu, dia akan mengeluarkan kotoran. Karena ini rutin tahunan sebenarnya bisa diantisipasi, entah itu dilakukan pembersihan rutin seminggu sekali atau apa,” kata Asman.
Dia menjelaskan, dari hasil penghitungan anggota paguyuban pada 2015, jumlah burung layang-layang Asia yang singgah di Yogyakarta mencapai 147.870 ekor. Angka tersebut tercatat pada 16 November 2015.
Sementara itu, Kasi Konservasi Wilayah I BKSDA Yogyakarta, Untung Suripto mengatakan fenomena ini biasanya mulai September sampai Januari. Namun pada tahun ini baru tampak pada Oktober.
“Sebetulnya ini fenomena rutin dan paling banyak (jumlahnya) dua tahun terakhir ini. Sebelumnya tahun 2017 ada tapi tidak sebanyak dua tahun ini. Kami tidak tahu juga fenomena alam seperti apa, apa sangat ekstremnya suhu udara di kutub utara dan kutub selatan sehingga fenomena ini menjadi lebih besar dari sebelumnya” kata Untung.
ADVERTISEMENT