Fenomena Pengemis Bawa Anak: Pentingnya Peran Orang Tua dan Perlindungan Negara

27 Januari 2023 16:32 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi pengemis membawa anak. Foto: iman satria/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pengemis membawa anak. Foto: iman satria/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Fenomena pengemis yang memanfaatkan anak-anak dalam melancarkan aksi meminta-minta masih menjadi permasalahan sampai saat ini.
ADVERTISEMENT
Larangan menggelandang dan mengemis, di mana hal itu diatur dalam Pasal 504 dan 505 dalam KUHP, serta sanksi denda bagi pemberi pengemis yang diatur perda, tak serta merta menghapus perilaku mengemis di jalanan. Apalagi mereka yang memperalat anak-anak semakin menjamur.
Seorang staf Panti Sosial Bina Insan Ceger, Saharuddin, menyebut bahkan tak sedikit pengemis dewasa yang memiliki modus menyewa bayi dan memberikannya obat tidur.
"Biasanya dia sewa. Sewa bayi, dikasih obat tidur, mengharapkan kasihan orang. Padahal bukan anak dia. Ada yang organisir," ujarnya kepada kumparan, Jumat (27/1).
Upaya yang dilakukan selama ini juga tak jauh dari rangkaian penjaringan, pembinaan dan pengembalian gelandangan kepada keluarga. Namun, hal itu bagi Saharuddin tak berakhir dengan hasil yang diharapkan. Sebab, para gelandangan kembali ke jalan dan mengemis lagi.
ADVERTISEMENT
"Kita jaring lagi sampai mereka bosan. Memang seperti itu sosialnya. Budaya juga sih. Setelah kita berikan edukasi, pendidikan, suatu saat mereka kembali lagi," imbuhnya.

Dulu pakai saus tomat, kini anak diperalat buat bikin iba

Pengemis anak di Banda Aceh, Aceh. Foto: Zuhri Noviandi/kumparan
Sosiolog sekaligus pengamat sosial dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Soeprapto mengungkap adanya perubahan cara atau modus pengemis. Sebelumnya, sebagian pengemis menarik rasa iba dengan membuat luka palsu, yakni mengoleskan saus tomat ke kulit mereka.
Namun sekarang, cara itu tidak lagi berlaku untuk menarik hati orang-orang agar memberikan uang. Kini, anak dijadikan alat untuk mengemis agar memunculkan rasa iba.
Ada yang dengan menggendong atau menggandengnya di pinggir jalan, ada juga yang justru langsung memerintahkan mereka menjadi pengemis jalanan.
"Jadi kenapa bawa anak? Karena mereka sudah kehilangan akal untuk meminta-minta dengan cara yang wajar. Dulu dia memainkan peran seolah-olah dia sakit luka di tubuhnya, diberi saus," ujarnya kepada kumparan, Jumat (27/1).
ADVERTISEMENT
Soeprapto juga menyebut adanya modus pengemis yang menyewa atau meminjam anak orang lain untuk diajak mengemis.
"Kaitannya dengan faktor respons itu, biar orang lebih iba dengan tampang anak yang tidak punya uang. padahal kondisinya bisa di luar yang kita duga dan anak-anak itu jadi melihat, mencari uang dengan mudah dengan meminta," jelasnya.
Ia juga menekankan peran orang tua dalam menjalankan fungsi proteksi atau perlindungan. Orang tua maupun orang dewasa yang memiliki anak tidak boleh mudah percaya dengan orang lain dalam menitipkan anaknya.
Sosiolog UGM, Soeprapto. Foto: Facebook/Sosiologi UGM
"Artinya kalau orang tua merasa sibuk gitu, lalai, ah yang penting anak itu diam, dengan mudah menitipkan anak ke orang lain. Padahal orang lain nggak punya tanggung jawab dalam kepedulian yang sama dengan kita," paparnya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, ia menekankan bahwa peran negara tak cukup dengan menjatuhkan denda kepada para pemberi uang kepada pengemis. Sebab, permasalahan gelandangan tidak dapat diselesaikan dengan denda kepada pemberi uang.
"Ini bukan masalah yang diselesaikan dengan single fighter. Misal, oh ini pengguna jalan salah, karena dia beri uang, melempar kesalahan ke pengguna jalan. Padahal di undang-undang, fakir miskin dan gelandangan dijamin dan tanggung jawab pemerintah," tegasnya.
Ia menekankan pentingnya peran lembaga-lembaga sosial dalam menjaring pengemis dan memberikan wadah yang layak bagi para anak-anak jalanan.
"Maka lembaga-lembaga sosial dan terkait lainnya harus beri informasi yang jelas, kalau ada orang nggak bisa makan, nggak bisa dapat pekerjaan, ke mana mereka harus mengadu?" tandasnya.
ADVERTISEMENT