Ferdy Sambo Batal Dihukum Mati, Efek KUHP Baru?

9 Agustus 2023 12:50 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Terdakwa kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir Yosua, Ferdy Sambo mengikuti sidang lanjutan di PN Jakarta Selatan, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
Hukuman mati Ferdy Sambo diubah oleh Mahkamah Agung (MA) menjadi hukuman penjara seumur hidup. Apakah putusan tersebut dipengaruhi KUHP baru?
ADVERTISEMENT
Majelis hakim MA belum membeberkan pertimbangan hukum soal vonis Sambo itu. Namun Pengajar Hukum Pidana Universitas Indonesia (UI) Gandjar Laksmana Bonaprapta menilai, putusan itu sedikit banyak dipengaruhi oleh UU Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP.
"Hukuman Ferdy Sambo cs itu bukan dikurangi, tapi diharmonisasi dengan sanksi pidana di UU Nomor 1 tahun 2023 tentang Hukum Pidana Indonesia yang disahkan awal 2023 dan baru akan berlaku tahun 2026 nanti. Sungguh futuristik," kata Gandjar dikutip dari Twitter pribadinya, Rabu (9/8).
Dihubungi terpisah, Gandjar menjelaskan soal kaitannya KUHP baru dengan vonis Sambo tersebut. Menurutnya, dalam penerapan suatu undang-undang, ada proses yang dinamakan masa peralihan.
Sehingga, meski KUHP baru akan diterapkan pada 2026, tetapi proses peralihannya sudah dimulai sejak saat ini.
ADVERTISEMENT
"Dalam hukum pidana, ada masa peralihan setiap kali UU baru sudah disahkan. Meski UU 1/23 baru akan berlaku 2026, tapi karena sudah disahkan dan KUHP lama masih berlaku, penerapan KUHP lama mesti mulai menyesuaikan dengan KUHP baru sepanjang hal-hal yang memungkinkan," kata Gandjar.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Gandjar Laksamana Bonaprapta mengikuti Focus Group Discussion membahas masa depan KPK dan Revisi UU KPK di Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Depok, Selasa (17/9). Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Gandjar mengatakan, di KUHP baru, hukuman mati memang tetap ada. Namun ada syarat tambahan yakni bisa mengubah hukuman mati menjadi seumur hidup.
Hal tersebut tertuang dalam pasal 98 dan 100 KUHP baru.
Berikut bunyi pasal-pasal tersebut:
Pidana mati diancamkan secara alternatif sebagai upaya terakhir untuk mencegah dilakukannya Tindak Pidana dan mengayomi masyarakat.
(1) Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan:
ADVERTISEMENT
a. rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri; atau
b. peran terdakwa dalam Tindak Pidana.
(2) Pidana mati dengan masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dicantumkan dalam putusan pengadilan.
(3) Tenggang waktu masa percobaan 10 tahun dimulai 1 (satu) Hari setelah putusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap.
(4) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji, pidana mati dapat diubah menjadi pidana penjara seumur hidup dengan Keputusan Presiden setelah mendapatkan pertimbangan Mahkamah Agung.
(5) Pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dihitung sejak Keputusan Presiden ditetapkan.
(6) Jika terpidana selama masa percobaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menunjukkan sikap dan perbuatan yang terpuji serta tidak ada harapan untuk diperbaiki, pidana mati dapat dilaksanakan atas perintah Jaksa Agung.
ADVERTISEMENT
Jika permohonan grasi terpidana mati ditolak dan pidana mati tidak dilaksanakan selama 10 (sepuluh) tahun sejak grasi ditolak bukan karena terpidana melarikan diri, pidana mati dapat diubah menjadi pidana seumur hidup dengan Keputusan Presiden.
Bondan menilai, majelis hakim khawatir jika hukuman Sambo tidak diubah, dia bisa dieksekusi mati dalam waktu dekat. Sehingga, vonis Sambo pun diubah menjadi seumur hidup.
"Kayaknya Majelis khawatir kalau putusan kasasi menguatkan pidana mati, eksekusinya akan segera dijalankan tanpa menunggu berlakunya KUHP baru/2026," kata dia.
Terdakwa Ferdy Sambo tiba di ruang sidang dalam agenda sidang vonis kasus pembunuhan Brigadir Yosua di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Senin (13/2). Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
Bondan mengatakan, untuk dapat menelaah putusan hakim maka harus membaca seluruh salinan dan pertimbangannya. Meski ia berpendapat hukuman mati sebenarnya sudah pas diberikan kepada Sambo, mengingat perbuatan pembunuhan berencananya terbukti.
ADVERTISEMENT
"Bagian itu saya enggak habis pikir kecuali kemungkinan Hakim Agungnya penganut aliran anti-hukuman mati. Mesti cek riwayat putusan masing-masing Hakim Agung," kata dia.
"Saya enggak mampu memahami alasan hakim mengubah hukuman mati jadi seumur hidup. Kecuali hakim penganut aliran anti hukuman mati tadi ya. Buat saya, Sangat cukup alasan untuk menjatuhkan pidana mati ke Sambo," sambungnya.
Hal senada juga disampaikan oleh peneliti pada Pusat Studi AntiKorupsi (SAKSI) di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul) Samarinda, Hardiansyah Hamzah Castro. Dia menilai, ada korelasi antara KUHP baru dengan vonis Sambo.
"Secara implisit memang ada korelasinya. Dalam KUHP baru, terpidana mati yang telah menjalani hukuman 10 tahun dan belum dieksekusi, bisa menjadi seumur hidup. Jadi kendati pun KUHP batu itu belum berlaku sekarang, tapi sangat mempengaruhi penerapan hukuman mati," kata dia.
ADVERTISEMENT
"Tapi soal KUHP baru ini bukan hal yang pokok bagi saya. Tapi ada problem dengan aspek non-hukum yang bisa jadi sangat mempengaruhi putusan hakim. Anggapan publik bahwa orang-orang Sambo bergerilya, bisa jadi benar adanya," pungkasnya.
Terkait vonis seumur hidup terhadap Sambo ini, sudah berkekuatan hukum tetap alias inkrah. Tetapi, dia masih bisa mengajukan upaya hukum luar biasa alias Peninjauan Kembali (PK). Sementara jaksa tidak bisa menempuh upaya tersebut.