Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.92.0
Feri Amsari Curiga Bamsoet soal Keadaan Darurat Pemilu: Sudah Rencanakan Molor?
30 Agustus 2023 13:10 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo (Bamsoet) bicara soal amandemen UUD 1945 yang diusulkan mengisi ruang kosong sistem saat pemilu terpaksa ditunda bila ada keadaan darurat. Hal ini kemudian dinilai sebagai salah satu upaya penundaan pemilu, bahkan memperpanjang masa jabatan presiden.
ADVERTISEMENT
Lantas, melihat kondisi saat ini, apa iya potensi darurat itu betul adanya?
Pengamat Hukum Tata Negara Pusako Universitas Andalas Feri Amsari menilai sejauh ini belum ada indikasi situasi di Indonesia mengarah ke kedaruratan. Dia malah curiga, usulan ini memang sudah direncanakan sehingga ada kondisi yang dinilai darurat dan berujung pada penundaan pemilu.
"Belum ada indikasi kedaruratan apa pun, dia sudah bicara darurat. Darurat itu kan tidak terprediksi. Kalau dia sudah memprediksi keadaan darurat atau apa pun, jangan-jangan dia sedang merencanakan keadaan darurat yang mau dia bangun," kata Feri dalam keterangannya, Rabu (30/8).
Feri kemudian menjelaskan, apa yang dimaksud kondisi darurat sebenarnya. Menurutnya, hal itu belum ada tanda-tanda, kecuali faktor alam seperti bencana nasional.
ADVERTISEMENT
"Ada keadaan darurat yang menuntut tidak berlangsungnya aktivitas kenegaraan dengan baik. Misalnya perang, kalaupun terjadi bencana harus nasional sifatnya, bukan di daerah tertentu, itu kan bukan kondisi emergency atau darurat," urai dia.
"Kalau darurat tuh misalnya, kalau tidak terlaksana maka negara kacau. Tidak terlaksananya sistem, timbulnya keonaran. Dan itu masih jauh, kita alur pemilunya masih berjalan, kedaruratan itu akan ancaman yang tidak terprediksi," imbuh Feri.
Feri kemudian mencontohkan kondisi di masa sebelum dan awal kemerdekaan. Saat belum ada Pemilu tapi muncul tokoh seperti Sukarno dan Mohammad Hata atau bahkan pengganti mereka.
Itu bisa berlaku kondisi darurat. Sistem dan UU-nya pun pasti darurat.
"Masuk darurat karena ada kondisi ada penjajah. Itu pemerintahan darurat, itu wajar kondisinya. Ini kondisi apa darurat yang mengharuskan Pemilu ditunda atau molor. Sementara tahapan pemilu sudah berjalan. Caleg sudah mendaftar, capres sudah siap-siap mendaftar," jelasnya.
ADVERTISEMENT
Kata Bamsoet
Sebelumnya, Bamsoet mengatakan, sudah empat kali diamandemen, masih banyak ruang kosong yang tidak ter-cover oleh konstitusi. Konstitusi tidak memberikan 'pintu darurat' manakala terjadi kedaruratan.
Misalnya, tidak ada ketentuan dalam konstitusi tentang tata cara pengisian jabatan publik yang pengisian jabatannya dilakukan melalui pemilu, seperti Presiden dan Wakil Presiden, anggota MPR RI, DPR RI, DPD RI, hingga DPRD Kabupaten/Kota.
Jabatan-jabatan itu akan kosong bila pemilu tidak bisa dilaksanakan. Bamsoet mencontohkan, kondisi tersebut bisa saja terjadi karena gempa bumi megathrust, perang, kerusuhan massal, maupun karena pandemi.
"Jika pemilu tidak dapat diselenggarakan tepat pada waktunya sesuai perintah konstitusi, maka secara hukum tidak ada anggota legislatif dari tingkat pusat hingga daerah maupun presiden dan/atau wakil presiden yang terpilih sebagai produk pemilu. Menteri pun sudah berakhir masa jabatannya karena mengikuti masa jabatan presiden yang tersisa hanya Panglima TNI dan Kapolri," kata Bamsoet dalam keterangan tertulisnya, Selasa (29/8).
ADVERTISEMENT
"Dalam keadaan tersebut timbul pertanyaan, siapa yang memiliki kewajiban hukum untuk mengatasi keadaan darurat politik tersebut? Lembaga manakah yang berwenang menunda pelaksanaan pemilu? Bagaimana pengaturan konstitusionalnya jika pemilu tertunda?" tambahnya.