Feri Amsari ke Kepala BKN soal TWK KPK: UU ASN Tak Atur Alih Status Pegawai

30 Mei 2021 5:20 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
6
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pengamat Feri Amsari. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pengamat Feri Amsari. Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar hukum tata negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, bicara soal alih status pegawai KPK menjadi ASN yang terganjal oleh Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Diketahui, ada 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lulus tes tersebut. 51 di antaranya akan dipecat per 1 November 2021, sementara 24 lainnya akan dibina.
ADVERTISEMENT
Keputusan nasib 75 pegawai itu diambil usai KPK bersama dengan BKN, KemenPANRB, Kemenkumham, LAN, dan KASN, melakukan rapat koordinasi. Dalam konferensi pers, Kepala BKN Bima Haria mengatakan proses alih status tidak hanya tunggal berdasarkan UU KPK dan PP 41 Tahun 2020 saja, tetapi juga merujuk UU ASN.
Berikut penggalan pernyataan Bima Haria soal itu: "Yang digunakan tidak hanya UU KPK saja, tapi UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN. Pengalihan itu, itu masuk dalam UU ASN. Ini ada 2 UU yang harus diikuti, tidak bisa 1 saja, dua-duanya harus dipenuhi sebagai syarat jadi ASN."
Poin inilah yang kemudian disorot oleh Feri Amsari. Peneliti PUSAKO Universitas Andalas ini mengatakan, dalam UU ASN tidak mengatur soal alih status pegawai. Sehingga, UU KPK dan juga PP 41 Tahun 2020 dinilai bersifat khusus alias lex specialis. Pegawai lembaga antirasuah diamanatkan oleh UU KPK untuk beralih status, bukan perekrutan baru sehingga alih status tak terkait dengan UU ASN.
ADVERTISEMENT
"Saya pikir kepala BKN tidak membaca aturan ya, bahwa di UU ASN tidak diatur soal alih status pegawai. Oleh sebab itu aturan UU KPK dan PP 41 2020 tentang alih status pegawai merupakan lex specialis yang khusus mengatur tentang alih status pegawai," kata Feri kepada kumparan, Sabtu (29/5).
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana. Foto: KemenPAN RB
Feri mengatakan, dalam Pasal 4 PP 41 Tahun 2020 diatur soal teknis alih status pegawai tersebut. Ada lima tahapan proses alih status, dan tidak ada syarat TWK sama sekali di dalamnya.
Pertama, melakukan penyesuaian jabatan-jabatan pada Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini menjadi jabatan-jabatan ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kedua, melakukan identifikasi jenis dan jumlah pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi saat ini.
ADVERTISEMENT
Ketiga, memetakan kesesuaian kualifikasi dan kompetensi serta pengalaman Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi dengan jabatan ASN yang akan diduduki.
Keempat, melakukan pelaksanaan pengalihan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 menjadi PNS atau PPPK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Kelima, melakukan penetapan kelas jabatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perwakilan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos TWK berfoto bersama usai audiensi dengan Komisioner Komnas HAM di Jakarta, Senin (24/5). Foto: M Risyal Hidayat/Antara Foto
Sementara, TWK hanya diatur dalam Peraturan Komisi Nomor 1 Tahun 2021 yang ditetapkan oleh Ketua KPK Firli Bahuri pada 27 Januari 2021. Syarat TWK tersebut diatur dalam Pasal 5 ayat 4.
Berikut bunyinya: (4) Selain menandatangani surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), untuk memenuhi syarat ayat (2) huruf b dilaksanakan asesmen tes wawasan kebangsaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi bekerja sama dengan Badan Kepegawaian Negara.
ADVERTISEMENT
Pasal 2 dan 3 berisi syarat alih status yang kemudian ditandatangani dengan surat keterangan bersedia menjadi ASN.
"Di PP itu diatur pada pasal 4 nya bahwa ada 5 tahapan proses alih status pegawai sama sekali tidak ada TWK. Bahkan kalau dibaca UU ASN sekalipun tidak terdapat tes TWK untuk tes kepegawaian," kata Feri.
"Jadi pernyataan kepala BKN tidak berdasarkan atas hukum, saya merasa ada kekuatan di atas kepala BKN yang menekan beliau sehingga tidak cermat membaca undang-undang dan lebih mengikuti sikap dari kelompok yang menekan itu," sambungnya.
Muasal Presiden Jokowi pidato menyebut Bipang Ambawang sebagai kuliner Lebaran. Foto: Youtube/Kementerian Perdagangan
Ikuti Arahan Presiden?
Dalam konpers yang sama, Bima Haria berdalih keputusan dalam rapat koordinasi itu sudah sesuai aturan serta arahan Presiden Jokowi. Diketahui, arahan presiden yakni alih TWK tidak boleh serta merta menjadi dasar pemecatan pegawai KPK.
ADVERTISEMENT
Selain itu, MK juga menguatkan bahwa alih status pegawai KPK tidak boleh merugikan bagi para pegawainya. Bima dalam konpers tersebut menyatakan bahwa tidak menjadi ASN bukan berarti merugikan pegawai KPK. Menurut dia, pegawai KPK tetap mendapat haknya ketika diberhentikan.
Misalnya, 51 pegawai KPK itu masih akan tetap bekerja hingga kontraknya habis pada 1 November 2021. "Kemudian, ini juga sudah mengikuti arahan Pak Presiden, ini tidak merugikan ASN, dan di dalam keputusan MK tidak merugikan ASN itu sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," ucap Bima.
Terkait hal tersebut, Feri mengatakan bahwa ada kesan keputusan rapat tersebut untuk mengikuti arahan Presiden Jokowi, tetapi sebenarnya tidak. Ia bahkan menduga langkah pemisahan antara 51 pegawai yang sudah tidak bisa lagi dibina dengan 24 pegawai yang akan dibina sebagai upaya memecah belah.
Tulisan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tertutup kain hitam di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (9/9/2019). Foto: ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
"Selain untuk terkesan mengikuti arahan presiden juga yang mau dilakukan oleh pimpinan KPK memecah kelompok 75 ini, padahal bukan tidak mungkin nanti setelah proses pembinaan 24 ini dinyatakan tidak dapat dibina," kata Feri.
ADVERTISEMENT
Feri pun mempertanyakan pernyataan Wakil Ketua KPK Alexander Marwata terkait stempel 'merah' yang dicapkan kepada 51 pegawai KPK. Alex mengatakan, 51 orang ini tidak lulus TWK dan sudah tidak bisa lagi dibina. Ia bahkan menegaskan mereka tidak bisa lagi kembali bekerja di KPK.
Padahal, kata Feri, patut dicurigai bahwa semua proses dalam TWK yang kini menjadi polemik, hanya untuk menghentikan perkara-perkara besar yang tengah diusut oleh para pegawai KPK yang tidak lulus tersebut.
"Ini kan pernyataan yang tidak tepat dari pimpinan ya, bahwa ada 51 orang tidak dapat dibina padahal proses pembinaan belum dilakukan. Jadi ini memang targetnya adalah untuk menghentikan perkara-perkara besar yang berkaitan dengan partai penguasa, itu saja," pungkas Feri Amsari.
ADVERTISEMENT
****
Saksikan video menarik di bawah ini: