Feri Amsari Kritik MK Cuma Bisa Sidangkan Angka: Kecurangannya Sudah Dikalkulasi

25 Februari 2024 12:55 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, mengkritik soal Mahkamah Konstitusi (MK) yang kini hanya bisa menyidangkan gugatan soal hasil pemilu saja. Hal ini, kata Feri, semakin memperlihatkan bahwa kecurangan dalam pemilu sebenarnya sudah dihitung dengan baik oleh pelakunya.
ADVERTISEMENT
"Kita menduga karena sekarang MK sudah dibatasi dengan hanya menyidangkan angka, maka sebenarnya proses kecurangan di administrasi itu juga sudah dikalkulasikan dengan baik oleh pelaku kecurangan. Masif itu kan dampak dan keterlibatan juga," ucap Feri dalam talkshow kumparan, Info A1, yang tayang Jumat (23/2).
"Dampaknya berupa pemilu curang dengan hasil seperti itu, dan juga masifnya keterlibatan aparat penyelenggara pemerintahan yang melakukan kecurangan," lanjutnya.
Feri mengibaratkan, hasil pemilu sebenarnya sama seperti hasil pertandingan bola. Di balik skor akhir, menurutnya, juga harus dibahas soal apakah ada yang mengatur skor, apakah ada permainan wasit, hingga harus ada penjelasan bagaimana skor itu bisa muncul.
"Tiba-tiba UU MK yang baru meng-cut itu. Ini tiba-tiba hanya untuk MK, dan ini untuk Bawaslu. Padahal ini satu rangkaian yang saling terhubung," kata Feri.
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
Feri menjelaskan, masyarakat sipil, baik pemilih maupun peserta, jika menemukan kecurangan tak bisa langsung melaporkan ke MK, namun harus melewati Bawaslu dulu. Masyarakat sipil pun, kata Feri, laporannya hanya bisa sebatas di Bawaslu saja, tak bisa jadi pihak di MK.
ADVERTISEMENT
"Kecuali 01, 02, 03 meminta masyarakat menjadi ahli atau saksi. Nah itu mereka bisa masuk. Tidak seperti pilkada, tidak seperti pengujian UU, masyarakat bisa jadi pihak. Kalau perselisihan hasil pemilu presiden tidak bisa. Karena terbayang, logikanya sederhana, kalau boleh ramai itu yang ngaku-ngaku tim 01, 02, 03 masuk semua jadi pasti crowded dan pasti tidak fokus," jelasnya.
Ia lalu mengingatkan, saat Pilpres 2019 lalu, ada "kecelakaan sejarah dan normatif" yang terjadi. Saat itu, kata Feri, MK membuat aturan bahwa pihak pemohon sengketa hasil pilpres tak bisa memperbaiki permohonannya.
"Tidak diperkenankan pihak pemohon memperbaiki permohonannya. Karena MK itu berasumsi seluruh tim capres ini sudah mempersiapkan berbulan-bulan, jadi enggak perlu, ini sudah matang. Beda dengan pileg, pilkada, boleh diperbaiki," ucap Feri.
ADVERTISEMENT
Namun pada akhirnya, perbaikan permohonan yang diajukan tim Prabowo Subianto-Sandiaga Uno tetap diterima dengan menggunakan azas hakim tak boleh menolak perkara.
"Tapi yang lucu kalau kemudian prosedural itu disalahlaksanakan harusnya permohonan itu tidak diterima alias substansi perkara diabaikan. Tapi oleh MK substansi malah dibahas. Sehingga kemudian putusan itu dinyatakan ditolak," jelas Feri.
Jika dalam kasus Pilpres 2024 tiba-tiba saja MK menjadi lebih taat prosedural, menurut Feri, hal itu menjadi aneh. Apalagi saat Pilpres 2019 mereka bisa menggunakan pertimbangan suasana kebatinan publik.
"Termasuk para pihak dan menerima perkara lalu memeriksanya, sekarang mestinya juga harus memeriksa karena tradisi di MK tidak ada tuh yang jadi mahkamah kalkulator, angka-angka ditambahkan, dikurangi saja, tetapi juga harus dilihat ini angka asalnya dari mana dan dari mana bekerjanya," pungkas Feri.
ADVERTISEMENT
Simak pemaparan lengkap Feri Amsari soal dugaan kecurangan di Pilpres 2024 dalam video berikut: