Feri Amsari Kritik Proses Revisi UU TNI: Terburu-buru, Cacat Formil

16 Maret 2025 12:25 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, saat ditemui usai diskusi bertajuk 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Jumat (29/3).  Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar hukum tata negara Universitas Andalas, Feri Amsari, saat ditemui usai diskusi bertajuk 'Dalil Kecurangan Pemohon PHPU Pilpres 2024 di MK: Mungkinkah Dibuktikan?', di Rumah Belajar ICW, Jakarta Selatan, Jumat (29/3). Foto: Fadhil Pramudya/kumparan
ADVERTISEMENT
Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, mengkritik rapat pembahasan Revisi UU TNI secara tertutup di Hotel Fairmont, Jakarta Pusat. Ia menilai, hal tersebut sudah merupakan bentuk kecacatan hukum.
ADVERTISEMENT
Feri menjelaskan, dalam pembentukan suatu peraturan perundangan-undangan membutuhkan adanya partisipasi publik. Seperti yang diatur dalam Pasal 96 UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.
"Pembahasan terburu-buru ini tentu saja cacat secara formil ya," ujar Feri saat dihubungi, Minggu (16/3).
Feri mengungkapkan, agar masyarakat bisa memberikan masukan, perlu dipublikasikan adanya draf rancangan undang-undang tersebut. Begitu juga dengan naskah akademik yang menjadi pendukungnya.
"Nah kalau ada niat untuk mengabaikan ruang bagi publik memberikan masukan, tentu ini menjadi problematika dari sebuah pembentukan undang-undang," ujarnya.
Feri memandang, ada niat terselubung di balik adanya percepatan pembahasan Revisi UU TNI tersebut.
"Ini memang terkesan buru-buru. Karena itu dipercepat, dan undang-undang ini dibentuk dari untuk mengesahkan berbagai jabatan yang sudah dijabat oleh prajurit aktif," ungkap Feri.
ADVERTISEMENT
"Jadi ini mau menghalalkan yang haram. Jadi bukan untuk kepentingan publik, dan bukan untuk kepentingan konstitusi tetapi untuk kepentingan sekelompok orang saja," tambah dia.
Koalisi Masyarakat Sipil Reformasi Sektor Keamanan masuk ke ruang rapat Panja DPR RI yang bahas RUU TNI secara tertutup di Hotel Fairmont, Sabtu (15/3). Foto: Dok. Istimewa
Sebelumnya, Komisi I DPR RI menggelar konsinyering dengan pemerintah membahas revisi Undang-Undang nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Konsinyering ini dilakukan secara tertutup di Ballroom Hotel Fairmont, Jalan Asia Afrika, Jakarta Pusat selama dua hari, 14-15 Maret 2025.
Para peserta rapat juga difasilitasi kamar untuk menginap di hotel mewah tersebut selama dua malam, dilihat dari rundown acara, para peserta check-out dari Hotel pukul 10.00 pagi ini.
Dalam rapat maraton yang dilakukan secara tertutup, DPR-pemerintah telah membahas Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan membuat usulan dan kesepakatan penting di beberapa pasal.
ADVERTISEMENT
Salah satunya mengenai daftar jabatan sipil yang bisa diduduki TNI aktif tanpa harus mengundurkan diri.
Dalam UU yang berlaku saat ini, hanya ada 10 jabatan sipil yang bisa diduduki oleh TNI aktif yakni koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotika Nasional, dan Mahkamah Agung.
Dalam rapat perdana dengan pihak pemerintah 11 Maret 2025 lalu, pemerintah mengusulkan penambahan 5 jabatan sipil baru yakni Kelautan dan Perikanan, BNPB, BNPT, Keamanan Laut, dan Kejagung.
Hanya saja dalam rapat tertutup kemarin kembali diusulkan 1 jabatan lain yang bisa diduduki oleh TNI aktif, yakni Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP). Sehingga dalam pembahasan sementara ada 16 jabatan sipil yang bisa diduduki TNI aktif tanpa mengundurkan diri.
ADVERTISEMENT
Namun ini belum kesepakatan final, pembahasan pasal per pasal masih bisa berubah selama DPR belum melakukan pengesahan Undang-Undang di rapat paripurna.
Panglima TNI Jenderal TNI Agus Subiyanto rapat dengan Komisi I DPR RI, Jakarta, Kamis (13/3). Foto: Youtube/ TVR Parlemen
Kata Panglima
Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto menegaskan bahwa perluasan jabatan sipil yang bisa dijabat oleh TNI aktif dalam RUU TNI tidak akan mengganggu supremasi sipil. Ini disampaikan Agus di hadapan Komisi I DPR RI.
“TNI berkomitmen untuk menjaga keseimbangan peran militer dan otoritas sipil dengan tetap mempertahankan prinsip supremasi sipil serta profesionalisme militer dalam menjalankan tugas pokoknya,” kata Agus saat rapat dengan Komisi III terkait Revisi Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 mengenai Tentara Nasional Indonesia (TNI), Kamis (13/3).