Feri Amsari soal Kotak Kosong: Kandidasi Lemah, Partai Dikendalikan Pemilik Dana

11 September 2024 16:23 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Sebanyak 41 calon kepala daerah akan menghadapi kotak kosong dalam Pilkada 2024. Fenomena kotak kosong ini menurut Pengamat Hukum Tata Negara Universitas Andalas Feri Amsari, menunjukkan lemahnya kaderisasi yang dilakukan partai politik.
ADVERTISEMENT
"Partai tentu saja secara kaderisasi tidak siap, tidak matang. Dan kita bisa melihat bahwa ini bukan upaya partai untuk memunculkan tokoh tetapi upaya partai dikendalikan oleh orang yang memiliki dana untuk menentukan siapa yang menang. Dari awal proses kandidasi dan kaderisasi partai memang sangat lemah," kata Feri saat dikonfirmasi, Rabu (11/9).
Feri menuturkan kotak kosong merupakan rencana jahat partai politik dalam mengendalikan uang demokrasi di tingkat lokal. Demokrasi juga menjadi tidak tercipta karena calon tunggal tidak menghadirkan kompetisi.
Warga menggunakan hak suaranya pada Pemilu 2024 di TPS 60, Lebak bulus, Jakarta, Rabu (14/2/2024). Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
"Seluruh kepentingan bertemu dan uang menjadi alat penentu siapa yang akan memenangkan pertarungan. Tidak ada lagi kompetisi sebagai dasar demokrasi berpemilu di mana dibangun persaingan kompetitif di antara berbagai pihak agar publik bisa menentukan pilihan," tutur Feri.
ADVERTISEMENT
"Sekarang pilihan itu dikendalikan oleh uang yang terbanyak dan bangunan koalisi kepentingan dari partai-partai yang ada sehingga ruang demokrasi pilkada menjadi hilang," tambahnya.
Pilkada yang hanya melawan kotak kosong, kata Feri, tentu merugikan warga. Sebab masyarakat kini tidak punya pilihan lain untuk memastikan calon mana yang cocok untuk membangun kotanya.
"Publik sangat dirugikan mereka tidak ada pilihan tertentu dari tawaran-tawaran pilkada, padahal esensinya adalah memastikan pemilih memiliki keberagaman pilihan agar mereka bisa menentukan mana yang paling cocok dengan apa yang mereka inginkan," ujar Feri.
"Sekarang suka atau tidak suka mereka hanya akan memilih kotak kosong dan calon tunggal itu adalah pemaksaan terhadap pemilu," pungkasnya.