Feri Amsari Tak Yakin Pansel Kali Ini Dapat Jaring Pimpinan KPK Berintegritas

16 Juli 2024 16:43 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Pakar Hukum Tata Negara, Feri Amsari, dalam program Info A1 kumparan. Foto: Jamal Ramadhan/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kinerja panitia seleksi (pansel) calon pimpinan dan Dewan Pengawas (Dewas) KPK diragukan. Bahkan, Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Andalas, Feri Amsari, ragu pansel yang dipimpin Kepala BPKP Yusuf Ateh akan menghasilkan calon pimpinan KPK yang berintegritas.
ADVERTISEMENT
"Lebih buruk menurut saya (kinerja daripada pansel 2019). Panselnya tidak menjanjikan menghasilkan pimpinan KPK yang benar," kata Feri kepada wartawan, Selasa (16/7).
"Karena track record Pansel KPK saja bermasalah," jelasnya.
Ia pun mengaku tidak yakin dengan Pansel tahun ini bisa memilih pimpinan KPK yang berintegritas dan mampu memperbaiki citra lembaga antirasuah itu.
"Sangat tidak yakin," ungkapnya.
Ilustrasi KPK. Foto: Hedi/kumparan
Pansel KPK telah resmi menutup pendaftaran pada Senin (15/7) per pukul 23.59 WIB kemarin. Total, ada 318 orang pendaftar Capim dan 207 yang mendaftar Dewas KPK.
Selanjutnya, Pansel akan melakukan verifikasi dokumen. Seleksi administrasi akan diumumkan pada 24 Juli 2024.
Nantinya, proses seleksi akan dilakukan Pansel hingga berujung pada penyaringan 10 nama untuk diserahkan kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi).
ADVERTISEMENT
Jangan Ulang Kesalahan Pansel 2019
Feri sepakat soal pansel 2019 lalu tidak mengakomodir masukan dari masyarakat. Sehingga menghasilkan pimpinan KPK bermasalah.
"Ya enggak lah [menerima masukan masyarakat]. Kan, hasilnya 5 orang [pimpinan KPK] yang punya catatan masalah," tutur Feri.
Jika berkaca pada seleksi Capim KPK lima tahun lalu, ICW juga sempat meminta Jokowi untuk mendengarkan masukan masyarakat sebelum menyerahkan 10 nama Capim KPK ke DPR.
Peneliti ICW Kurnia Ramadhana pada 2019 lalu juga sempat meminta Jokowi untuk mengevaluasi kinerja Pansel saat itu. Sebab, lanjut dia, kinerja Pansel pimpinan Yenti Garnarsih saat itu sangat mengecewakan.
Kurnia menyebut Pansel saat itu tak mampu menjaring Capim yang memiliki integritas baik dan justru meloloskan capim yang bermasalah.
ADVERTISEMENT
Terlebih ketika KPK mengundang Pansel untuk mengecek rekam jejak, Pansel justru menolaknya.
Lalu, Wadah Pegawai KPK juga sempat meminta Jokowi tak memilih Capim yang bermasalah. Saat itu, proses seleksi Capim KPK tengah berjalan.
Petisi itu dikirim saat Jokowi menerima Pansel yang menyerahkan 10 nama Capim KPK untuk mengikuti seleksi tahap akhir.
Namun, hal itu tak digubris hingga Firli kemudian terpilih dan ditunjuk menjadi pimpinan lembaga antirasuah itu.
Seleksi tahun ini diharapkan tak mengulangi kejadian lima tahun lalu. Saat nama-nama Pansel Capim dan Dewas KPK 2024 diumumkan, ICW berharap 9 Pansel belajar pada kesalahan penjaringan pimpinan pada tahun 2019.
Produk pimpinan yang dilahirkan Pansel 2019 dianggap gagal karena melahirkan pimpinan seperti Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar. Firli kini menjadi tersangka pemerasan. Sementara Lili mundur dari jabatannya saat hendak disidang etik.
ADVERTISEMENT
Dua pimpinan tersebut dinilai ICW sebagai bagian dari kesalahan Pansel yang tidak transparan dalam melakukan penjaringan. Meloloskan orang-orang yang dianggap nirintegritas.
“Belajar dari kerja Pansel tahun 2019 yang lalu, yang pertama tentu kami mendesak agar Pansel bekerja transparan dan akuntabel. Jangan sampai ada hal-hal yang ditutup-tutupi dari masyarakat,” kata peneliti ICW Kurnia Ramadhana kepada wartawan, Kamis (30/5) lalu.
“Dua orang yang sebelumnya diklaim terbaik oleh Pansel (Firli Bahuri dan Lili Pintauli Siregar) ternyata melanggar etik, bahkan diproses hukum karena disinyalir melakukan praktik korupsi. Ini tentu menjadi bukti konkret betapa buruknya proses seleksi Pimpinan KPK periode sebelumnya,” tambah dia.