Film Dirty Vote Bedah Pemekaran Papua Terkait Pilpres: Jokowi Tidak Pernah Kalah

11 Februari 2024 18:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peta Papua. Foto: Rainer Lesniewski/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Peta Papua. Foto: Rainer Lesniewski/Shutterstock
ADVERTISEMENT
Film dokumenter berjudul Dirty Vote, yang mengungkap desain kecurangan Pemilu 2024, langsung menyita perhatian publik.
ADVERTISEMENT
7 jam setelah ditayangkan di YouTube, film itu telah ditonton lebih dari 677 ribu kali dan mendapatkan hampir 10 ribu komentar.
Film itu akan berisikan 3 ahli hukum tata negara yakni Bivitri Susanti, Zainal Arifin Mochtar, dan Feri Amsari, yang membicarakan kecurangan pemilu. Sutradaranya adalah Dandhy Laksono.

Soal Pemilu Satu Putaran & Sebaran Provinsi

Awalnya Zainal Arifin Mochtar membuka pertanyaan, "Apakah syarat satu putaran hanya sekadar soal 50% plus 1?" tanyanya.
Feri Amsari kemudian menjelaskan bahwa syarat satu putaran memang seperti itu, mengacu Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 6a ayat 3 undang-undang Dasar 1945.
Feri pun menambahkan, "Dan harus memenangkan sebaran wilayah dari 20% suara minimum di setiap provinsi dari setengah jumlah provinsi di Indonesia," kata Feri.
ADVERTISEMENT
Karena sekarang ada 38 provinsi, maka, menurut Feri, harus ada kemenangan di 20 provinsi.
"Kemenangan satu putaran pernah terjadi dalam sejarah pemilu kita pasca-reformasi, di mana pemilu presiden 2009 memperlihatkan kemenangan Presiden Susilo Bambang Yudoyono," kata Feri.

Soal Papua

Feri kemudian menyinggung soal pulau Jawa yang jumlah penduduknya terbesar, punya 115 juta suara pemilih. "Namun sayangnya hanya ada 6 provinsi," katanya.
"Bedan dengan Sumatera. Sumatera adalah pulau yang sangat menentukan sebaran wilayah, memiliki 10 provinsi," ujar Feri.
"Lalu pulau Papua sebelumnya hanya memiliki 2 provinsi saat ini mereka telah memiliki provinsi baru totalnya 6 provinsi (hasil pemekaran). Dan 4 provinsi baru ini langsung ikut pemilu 2024," kata Feri.
Feri membandingkan pemekaran Kalimantan Utara (Kaltara) yang baru bisa ikut pemilu 6 tahun setelah pemekaran. "Itu sebabnya apa yang terjadi di Pulau Papua menjadi sangat penting untuk membicarakan sebaran wilayah," ujar Feri.
ADVERTISEMENT
"Jika kita simak hasil Pilpres sebelumnya, 2014 dan 2019, Jokowi betul-betul unggul di Papua tak pernah kalah satu kali pun dalam kontestasinya," kata Feri.
"Saat Jokowi menang pilpres di Papua, Jenderal Tito Karnavian kebetulan menjadi Kapolda Papua. Lalu pada pemilu saat ini kebetulan sekali Jenderal Tito juga merupakan Menteri Dalam Negeri," ujar Feri.
"Sebaran wilayah" menjadi hal yang sangat menentukan kemenangan pemilu. "Pemilu AS tahun 2016, Hillary Clinton memenangkan suara terbanyak tapi kalah di sebaran suara oleh Donald Trump," ujar Feri.
"Tadi kita bicara soal betapa pentingnya 'sebaran wilayah', sekarang kita bicara soal siapa penguasa di wilayah tersebut. Semenjak 2021, Presiden Joko Widodo sudah melakukan penunjukan kepada 20 pejabat Gubernur di 20 provinsi dari ujung Indonesia hingga Papua, presiden berwenang menunjuk pejabat gubernur sekaligus memberi pengaruh luar biasa dalam penunjukan pejabat bupati dan wali kota," kata Feri.
ADVERTISEMENT