Film Tilik Lahir dari Obrolan Sang Sutradara di Angkringan

21 Agustus 2020 12:45 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
(kiri ke kanan) Sutradara Film Tilik Wahyu Agung Prasetyo, pemeran Bu Tejo Siti Fauziah, produser Film Tilik Elena Rosmeisara Foto:  Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
(kiri ke kanan) Sutradara Film Tilik Wahyu Agung Prasetyo, pemeran Bu Tejo Siti Fauziah, produser Film Tilik Elena Rosmeisara Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
ADVERTISEMENT
Film 'Tilik' meraih popularitas usai ditayangkan secara cuma-cuma di YouTube. Film produksi Ravacana Films tahun 2018 ini mengangkat kisah pergunjingan ibu-ibu di atas bak truk dalam perjalanan tilik atau menjenguk Bu Lurah yang dirawat di rumah sakit.
ADVERTISEMENT
Film yang meraih Piala Maya 2018 itu juga mengangkat popularitas Bu Tejo, tokoh utama dalam film tersebut. Lalu bagaimana ide 'Tilik' ini bisa muncul? Sutradara Wahyu Agung Prasetyo (27) dan produser Elena Rosmeisara (27) membagikan kisahnya.
"Pertama, itu biasa anak Yogya nongkrong di angkringan, aku dengan penulisnya Mas Bagus Sunartono malam-malam nongkrong gitu. Terus dia cerita habis lihat ibu-ibu tilik ke PKU Muhammadiyah Kota, tapi mereka sebenere tilik cuma sebentar karena mau ke Malioboro. Aku kemudian ngulik karena aku belum pernah tahu," kata Agung ditemui di Galeri Lorong, Tamantirto, Kasihan, Kabupaten Bantul, DI Yogyakarta, Kamis (20/8) lalu.
Obrolan dengan Bagus ternyata memunculkan niatan untuk mengangkat fenomena tilik ini ke dalam sebuah film. Namun, butuh waktu dua tahun atau pada 2018 ide ini baru bisa tertuang dalam sebuah karya ciamik.
ADVERTISEMENT
"Selama dua tahun, itu kan 2016 aku resah sama Elen, dia kan produser. Aku resah sama film 'Tilik' ini karena menurutku seksi waktu itu, dan menurutku itu hal yang unik diangkat medium film. Kami berembug dan merasa tidak punya effort dan enggak punya budget mumpuni ketika mau independen. Ada Danais (Dana Keistimewaan) kita coba ke situ dan dapat projectnya," jelasnya.
Karakter Bu Tejo di film pendek Tilik. Foto: Youtube/Ravacana Films
Dia mengajukan ke Danais pada bulan Februari, dan produksinya memakan waktu 8 bulan. Tidak sesederhana judulnya yang berarti menjenguk, film ini membawa banyak pesan, termasuk soal perempuan.
Bagi Agung, 'Tilik' adalah film keenamnya. Sebelumnya ada lima judul film pendek yang dia sutradarai yaitu Mak Cepluk, Nilep, Singsot, Kodok, dan Anak Lanang.
ADVERTISEMENT
"Sebenarnya kita menarasikan berita sesat hoaks dan macam-macam. Di samping itu kita juga narasin perempuan yang berstatus single," tuturnya.
"Karena aku, Elen, dan Mas Bagus kita sama-sama memiliki ibu berstatus janda dan single. Berangkat dari itu kita merasa ini harus menjadi film yang menarasikan itu karena kita pernah mengalami ibu kita digunjing karena status single itu," ujarnya.

Produser 'Tilik' Ikut Ibu-ibu Naik Truk untuk Observasi

Untuk menyelami tilik, keduanya melakukan obsesrvasi di Saradan, Desa Terong, Kecamatan Dlingo, Kabupaten Bantul. Mereka ikut ibu-ibu tilik dan turut naik bak truk di dalamnya. Bermula dari situ tema yang disampaikan dalam film ini bisa dinarasikan dengan baik.
Contohnya soal hoaks, Agung menjelaskan ingin menyampaikan bahwa masih banyak desa-desa yang menjadi korban black campaign. Penyebabnya tak lain soal kurangnya verifikasi masyarakat dalam menerima suatu informasi melalui gawainya.
ADVERTISEMENT
"Kita sama-sama satu visi narasi ngangkat berita hoaks karena saat itu mau pilpres. Kita bawa itu karena sekarang banyak desa-desa jadi korban black campaign, menurutku dah lama juga berita kaya gini tersebar luas. Tidak ada validasinya mereka nge-share dan sebagainya," jelasnya.
Sutradara Film Tilik Wahyu Agung Prasetyo. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Yang kedua soal perempuan yang mungkin kenapa akhirnya perempuan ditonjolkan. Aku sebagai laki-laki hidup dari kecil sampai besar dengan perempuan itu yang jadi nafas kekaryaanku juga. Soal status single janda dan macam-macam. Single pun dia bisa memutuskan sikap," ujarnya.
Di satu sisi, Agung juga mendapati suatu fakta bahwa tilik ini tidak hanya sekadar menjenguk orang sakit. Pada kenyataannya, tilik menjadi momen bagi masyarakat desa untuk refreshing. Mereka berangkat ke kota, menjenguk tetangga yang sakit, lalu kemudian menyempatkan ke tempat lain misal untuk berbelanja.
ADVERTISEMENT
"Tilik ini momentum bagi mereka kadang untuk refreshing. Makanya di ending ke Pasar Beringharjo," ujarnya.
Agung sendiri tak menyangka filmnya akan direspons semasif ini. Dia sadar bahwa budget untuk publikasi film ini nol rupiah dan hanya mengandalkan rekan-rekannya untuk mempublikasi film ini.
Agung pun sadar ketika filmnya jadi pembahasan maka dia harus siap tidak hanya dipuji, tetapi juga dikritik.
Sutradara Film Tilik Wahyu Agung Prasetyo. Foto: Arfiansyah Panji Purnandaru/kumparan
"Sangat senang dengan kritikan dan kami memang menamkan diri untuk open mind dan open kritik. Menurut kami itulah pertumbuhan sinema yang sehat ketika ada yang mengkritik dan memuji. Kami tidak mau menampik kami oke setuju karena itu mendewasakan kami ketika bikin karya selanjutnya. Mejadi goal bahwa isu yang kita bawa terbahas," katanya.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Elen mengatakan pihaknya memutuskan menggratiskan film ini setelah dua tahun didistribusikan ke festival-festival. Elen merasa film ini perlu bertemu publik seluas-luasnya.
"Karena dua tahun dipingit untuk festival terus kami merasa bahwa belum semua lini menonton Tilik. Kita punya visi bertemu penonton seluas-luasnya. Dua tahun pingitnya tilik dengan cara inilah menurut kita wadah yang tepat," katanya.
"17 Agustus (diunggah di Youtube), merdeka itu dalam bentuk karya juga," lanjutnya.
Saat ditanya, apakah 'Tilik' akan ada lanjutannya, keduanya kompak mengaku belum ada rencana apapun soal lanjutan 'Tilik' ini. Namun, mereka tidak menolak apabila kelak ada kabar baik.
"Kalau ada kabar baik. Mungkin saja ada part dua ada serial atau film panjangnya mungkin. Kita belum tahu," kata Agung.
ADVERTISEMENT