Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
FIR RI-Singapura Tak Berkaitan dengan Kedaulatan Negara, Ini Penjelasannya
8 September 2022 17:19 WIB
·
waktu baca 3 menitADVERTISEMENT
Presiden Joko Widodo pada Kamis (8/9) menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengesahan Perjanjian Flight Information Region (FIR ) antara RI dan Singapura .
ADVERTISEMENT
Dengan ditekennya Perpres Pengesahan FIR tersebut, maka aktivitas penerbangan di wilayah udara Kepulauan Riau (Kepri) dan Natuna yang sejak tahun 1946 dikelola oleh Air Traffic Controller (ATC) Singapura, kini menjadi tanggung jawab ATC Indonesia.
"Kesepakatan ini merupakan langkah maju atas pengakuan internasional terhadap ruang udara Indonesia, yang sekaligus meningkatkan jaminan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta bisa meningkatkan pendapatan negara bukan pajak," ucap Jokowi dalam konferensi pers, sebagaimana disiarkan oleh Youtube Sekretariat Presiden, pada Kamis (8/9).
Penyesuaian FIR telah memperluas wilayah kendali udara Indonesia menjadi 249.575 km2. Pendelegasian layanan navigasi itu dilakukan seluas 1/3 dari total ruang udara Kepri dan Natuna dengan ketinggian 0-37.000 kaki.
Artinya, Singapura memiliki wewenang untuk mengatur navigasi penerbangan yang hendak masuk atau keluar wilayah negaranya serta melintasi Kepri atau Natuna, dan jika lokasi pesawat masih berada di bawah ketinggian 37.000 kaki.
ADVERTISEMENT
Indonesia Juga Mengelola FIR Milik Negara Lain
Meski demikian, pendelegasian FIR atau navigasi penerbangan ini sama sekali tidak berkaitan dengan kedaulatan suatu negara. Itu disampaikan oleh eks anggota DPR RI dan pemerhati penerbangan, Alvin Lie.
Alvin meluruskan, meski FIR di wilayah udara Kepri dan Natuna dikelola oleh ATC Singapura, namun kedaulatan kedua wilayah itu masih menjadi hak NKRI dan tidak diganggu gugat.
"Hak ekonomi Indonesia termasuk juga pesawat-pesawat yang masuk wilayah FIR tersebut kalau tanpa persetujuan dari Indonesia, tanpa izin Indonesia, tetap tidak bisa masuk wilayah tersebut. Singapura hanya menyediakan layanan navigasinya saja, bukan mengambil alih haknya," terang Alvin saat dihubungi kumparan, Kamis (8/9).
"Jadi ini suatu kemajuan bagi Indonesia dan kita juga jangan rancu bahwa ketika FIR itu dikelola oleh negara lain, itu seolah-olah kita kehilangan kedaulatan," imbuhnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, Alvin menjelaskan bahwa Indonesia bahkan saat ini sedang mengelola sebagian FIR milik negara lain, seperti Timor Leste dan Christmas Island yang secara geografis bagian dari teritorial Australia.
Perjanjian soal FIR itu, sambung Alvin, merupakan kesepakatan yang telah disetujui kedua negara dan bagian dari kesepakatan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO).
"Yang perlu kita cermati bahwa FIR itu kependekan dari Flight Information Region, adalah pelayanan navigasi penerbangan tidak ada kaitannya dengan kedaulatan negara," sambung Alvin.
Indonesia Harus Antisipasi Persoalan Teknis dari Penyesuaian FIR
Perpres Pengesahan FIR itu juga mengizinkan petugas-petugas dari Indonesia untuk ditempatkan di ATC Bandara Changi Singapura guna memantau lalu lintas udara di permukaan Kepri dan Natuna.
Oleh karenanya, perjanjian FIR yang sudah diratifikasi ini harus dimaksimalkan oleh Pemerintah Indonesia, terutama dalam menjaga ruang udara.
ADVERTISEMENT
"Dengan perjanjian dan Perpres tersebut, kita harus menjaga momentum untuk menunjukkan kemampuan kita mengelola ruang udara sehingga ke depan kita bisa memperoleh ruang lingkup yang lebih luas di wilayah tersebut," kata Pengajar di Departemen Ilmu Hubungan Internasional UGM, Irfan Ardhani, saat dihubungi kumparan.