Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Firli Bahuri: Biaya Pilpres hingga Pileg Mahal, Jadi Bumerang bagi Demokrasi
8 Juni 2022 3:00 WIB
·
waktu baca 2 menitADVERTISEMENT
Ketua KPK Firli Bahuri mengatakan, mahalnya biaya dalam politik menjadi bumerang bagi demokrasi. Selain itu, mahalnya biaya politik ini menjadi pemicu perilaku koruptif di Indonesia.
ADVERTISEMENT
“Mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam Pemilu Presiden, Pemilu Legislatif, dan Pilkada, telah menjadi bumerang bagi keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan partai politik di Indonesia,” kata Firli dalam cuitan di akun Twitter pribadinya, dikutip kumparan pada Rabu (8/6).
Dia menilai biaya mahal dalam politik akan melahirkan praktik korupsi yang dilakukan politisi atau pejabat terpilih.
Sebab, keterpilihan mereka tidak ditentukan kualitas dan kapabilitasnya, tapi 'isi tas' alias besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana.
“Mayoritas dari mereka kemudian berupaya melakukan korupsi sebagai bentuk balas budi,” kata dia.
Firli mengungkapkan bahwa 95,4 persen balas budi pada donatur itu dilakukan dalam bentuk kemudahan memperoleh perizinan terhadap bisnis yang telah dan akan dilakukan atau 90,7 persen meminta kemudahan untuk ikut serta dalam tender proyek pemerintahan.
ADVERTISEMENT
“Prinsip balik modal dan balas budi pada donatur membuat kepala daerah dan anggota legislatif akan menciptakan birokrasi yang korup, karena mereka mencari pengganti sebagai wujud balas jasa dari kas negara,” kata dia.
Guna memutus praktik politik balas budi itu, kata Firli, diperlukan sebuah sistem yang tidak ramah terhadap korupsi. Pemerintah harus dengan melahirkan regulasi bahkan peraturan perundang-undangan yang menyediakan alokasi anggaran untuk Pilkada, Pileg dan Pilpres agar biaya politik menjadi murah.
Beberapa solusi agar biaya politik tidak mahal, yaitu negara memfasilitasi biaya saksi, biaya kampanye serta alat peraga, serta dana operasional bagi parpol.
Hal yang tak kalah pentingnya, tambahnya, yaitu bagaimana sistem demokrasi dan sistem politik didesain untuk mencegah praktik demokrasi transaksional. Sebab ini merupakan pemicu awal perilaku korupsi di kalangan politisi dan pejabat negara.
ADVERTISEMENT
“Sudah saatnya calon pejabat publik merupakan sosok yang memiliki kapasitas yang memadai karena ia dipilih dari proses demokrasi yang berkualitas,” katanya.
Untuk menciptakan good governance and clean goverment di atas, kata dia, diperlukan peran parpol dan legislatif.
“Krusial karena Legislatif merupakan representasi dari kepentingan parpol (baca: elite parpol), yang merupakan tempat disusunnya semua regulasi, produk hukum dan politik hukum,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Firli mengatakan produk regulasi, hukum dan politik hukum sangat ditentukan bagaimana parpol melakukan rekrutmen dan menyiapkan calon legislatif, serta seperti apa kepentingan parpol atas setiap produk regulasi, hukum dan politik hukum yang dilahirkan.
“Semua nampak melalui lembaga legislatif, baik dalam menjalankan fungsi legislasi dan anggaran, termasuk fungsi pengawasan,” pungkasnya.
ADVERTISEMENT