Firli Bahuri: KPK Dapat Usut Kasus Heli AW-101, Kerugian Negara di Atas Rp 1 M

24 Mei 2022 21:07 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ketua KPK Firli Bahuri saat menerima Ketua BNPB Letjen TNI Suharyanto di Gedung KPK, Rabu (5/1/2022). Foto: KPK
zoom-in-whitePerbesar
Ketua KPK Firli Bahuri saat menerima Ketua BNPB Letjen TNI Suharyanto di Gedung KPK, Rabu (5/1/2022). Foto: KPK
ADVERTISEMENT
KPK telah menahan Direktur PT Diratama Jaya Mandiri Irfan Kurnia Saleh. Dia merupakan pihak swasta yang terjerat dalam kasus pembelian helikopter Augusta Westland (AW)-101 di lingkungan Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Udara.
ADVERTISEMENT
Kasus Irfan ini mulanya merupakan perkara koneksitas antara dengan TNI. Pihak Puspom TNI telah menetapkan 5 orang tersangka dalam kasus tersebut.
Mereka adalah Kepala Unit Pelayanan Pengadaan Kolonel Kal FTS SE, Pejabat Pembuat Komitmen dalam pengadaan barang dan jasa Marsekal Madya FA, dan pejabat pemegang kas Letkol (Adm) WW.
Kemudian staf pemegang kas yang menyalurkan dana ke pihak-pihak tertentu, yakni pembantu Letda SS, dan asisten perencanaan Kepala Staf Angkatan Udara Marsda SB.
Belakangan, KPK menyebut pihak Pusat Polisi Militer (Puspom) TNI telah menghentikan penyidikan terkait dengan dugaan korupsi pembelian Heli AW-101 ini. Namun, penyidikan KPK masih berjalan.
Pertanyaan muncul seiring KPK yang masih mengusut kasus tersebut meski sudah tak ada penyelenggara negaranya. Ketua KPK Firli Bahuri memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut. Dia mengatakan, pengusutan sudah sesuai dengan tupoksi KPK dalam UU 19 Tahun 2019.
ADVERTISEMENT
Menurut Firli, ada dua kondisi di mana KPK bisa mengusut kasus korupsi. Yakni pertama, terdapat penyelenggara negara, dan kedua yakni kerugian di atas Rp 1 miliar.
Berikut bunyi Pasal 11 yang dimaksud Firli:
(1) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf e, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap Tindak Pidana Korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, Penyelenggara Negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan Tindak Pidana Korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak hukum atau Penyelenggara Negara; dan/atau
b. menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
"Tapi syarat ini bukan kumulatif, coba rekan-rekan baca lagi, subjek hukumnya adalah aparat penegak hukum atau penyelenggara negara atau pihak terkait," kata Firli dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Selasa (24/5).
ADVERTISEMENT
Sehingga, kata Firli, jika salah satu kondisi tersebut terpenuhi, maka KPK bisa mengusut kasus korupsi tersebut.
"Kalau bicara dan atau tentu lah kawan-kawan paham itu bukan kumulatif, boleh alternatif," tutur Firli.
Firli mengatakan, pengusutan kasus Heli AW 101 ini karena kerugian negara yang muncul di atas Rp 1 miliar. Sehingga KPK bisa mengusutnya walaupun tidak ada penyelenggara negaranya.
Adapun dalam kasus dugaan korupsi pengadaan Helikopter AW-101 di TNI Angkatan Udara pada 2016 sampai 2017 ini, kerugian negara mencapai Rp 224 miliar.
Kerugian negara tersebut dikarenakan TNI AU membeli Heli AW 101 kemahalan dari nilai yang seharusnya. Belum lagi spesifikasi heli yang datang tidak sesuai. Rp 224 miliar tersebut diduga dinikmati oleh Irfan selaku sales AW dan penghubung dengan TNI AU.
ADVERTISEMENT
Akibat perbuatannya Irfan disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.