FITRA Soroti Politisasi Anggaran Calon Petahana di Pilkada Serentak

21 Februari 2018 13:57 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Diskusi Fitra (Foto: Soejono Eben Ezer Saragih/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Diskusi Fitra (Foto: Soejono Eben Ezer Saragih/kumparan)
ADVERTISEMENT
Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menyebutkan bahwa ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian pemerintah menjelang berlangsungnya Pilkada Serentak 2018. Di antaranya soal potensi politisasi anggaran oleh calon petahana yang kembali maju di pilkada.
ADVERTISEMENT
Peneliti FITRA, Gunardi, berpendapat, para petahana yang maju di pilkada sangat berpotensi memanfaatkan APBD untuk kepentingan pilkada dengan kekuatan jaringan dan kewenangan yang dimiliki. Salah satunya seperti me-mark down Pendapatan Asli Daerah (PAD) untuk modal pemenangan.
"Kalau kita mengamati politisasi APBD, ada 5 hal yang kemudian kita amati bahwa ini berpotensi untuk dipolitisasi sebagai alat mobilisasi di tingkatan internal, eksekutif, dan legislatif, hingga mobilisasi penanam modal dan pemberi modal," ujar Gurnadi di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Rabu (21/2).
Gunardi mengungkapkan rata-rata Pendapatan Asli Daerah di provinsi peserta pilkada mengalami penurunan sebesar 7 persen dari total belanja pada tahun 2017. Nilai penurunan terbesar rata-rata ditemukan mencapai 7,2 miliar di Provinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Selain di provinsi, penurunan PAD juga terjadi di beberapa kota dan kabupaten lain seperti Bandung, Bekasi, Tangerang, Kabupaten Bogor dan Kabupaten Tangerang.
ADVERTISEMENT
"Kota Bandung pada tahun 2016 PAD-nya Rp 2,153 miliar. Di tahun 2017 hanya Rp 978 miliar atau turun 45 persen. Begitu juga Kota Bekasi turun sekitar 42,2 persen, Kota Tangerang turun 42,8 persen, Kabupaten Bogor 55 persen dan Kabupaten Tangerang 52 persen," paparnya.
Menurutnya, fenomena penurunan ini yang terjadi selama 3 tahun terakhir ini selalu terjadi di masa-masa pilkada. Tidak hanya PAD, peningkatan belanja sosial seperti bansos juga patut menjadi sorotan dan sangat riskan untuk dimanfaatkan calon petahana.
"Tanpa disadari oleh aturan, terdapat 9 daerah yang meningkatkan belanja hibah dan bansos di tahun 2017. Rata-rata daerah tersebut meningkatkan belanja bansos sebesar 35,4 persen menjelang pilkada," ungkapnya.
Hal ini, kata dia, harus menjadi perhatian untuk pemerintah. Dia berpendapat perlunya pengawasan yang ketat dan juga monitoring dari pemerintah pusat untuk mencegah hal-hal itu terjadi lagi.
ADVERTISEMENT
"Kita mengharapkan pengawasan yang ketat dari pemerintah lewat lembaga yang ada. Jangan sampai ada kejadian yang terus berulang-ulang yang nantinya merugikan negara," pungkasnya.