Formappi Kritik DPR Usir Dirut Krakatau Steel: Arogan, Tak Profesional

15 Februari 2022 12:37 WIB
ยท
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Peneliti Formappi Lucius Karus mengkritik keputusan pimpinan Komisi VII DPR RI yang mengusir Direktur Utama PT Krakatau Steel (Persero) Tbk (KRAS), Silmy Karim, saat rapat kemarin. Menurutnya, insiden tersebut menunjukkan arogansi dan sikap tak profesional DPR.
ADVERTISEMENT
Ia mendukung langkah DPR yang mempertanyakan kebijakan PT Krakatau Steel yang dianggap janggal. Tetapi, ia menyayangkan pengawasan tersebut dilakukan DPR dengan memperlakukan Silmy seperti maling.
"Pengusiran Dirut PT Krakatau Steel oleh Komisi VII DPR memang nampak sebagai sebuah keputusan yang arogan. DPR memperlakukan mitra kerja yang dalam hal ini Dirut PT Krakatau Steel tak ubahnya maling yang masuk ke rumah tanpa izin pemilik rumah," kata Lucius saat dihubungi, Selasa (15/2).
"Peran pengawasan DPR memang dimaksudkan untuk mengontrol kebijakan dan kinerja mitra kerja. Akan tetapi, upaya kontrol yang dilakukan DPR harus dilakukan secara profesional sebagaimana Kode Etik DPR tegaskan di Pasal 4," imbuh dia.
Lucius melanjutkan, DPR tak bisa mengusir mitra kerja dari ruangan rapat hanya karena tak bisa mengontrol emosi sesaat setelah melihat respons dari mitra kerja. Relasi yang profesional harus didasarkan pada sikap saling menghormati antara DPR dan mitra kerja.
Direktur Utama PT. Krakatau Steel, Silmy Karim ketika mengunjungi kantor kumparan. Foto: Iqbal Firdaus/kumparan
"Kalau emosi menyetir keputusan DPR, maka tujuan utama mengontrol kebijakan dan kinerja mitra kerja jadi terhambat. Yang rugi tentu saja DPR dan publik," terangnya.
ADVERTISEMENT
"Upaya untuk memastikan kebijakan yang benar dari mitra kerja terhambat karena gara-gara emosi, mitra kerja diusir. Akibatnya apa yang mau diawasi terkait kinerja PT Krakatau Steel tak kesampaian," tambah dia.
Lucius menekankan setuju dengan sikap tegas yang ditunjukkan oleh DPR di hadapan mitra kerja. Mengingat ketegasan itu dimaksudkan untuk membongkar kebijakan yang menyimpang dari mitra kerja seperti yang sudah diungkapkan oleh Pimpinan Komisi VII.
Tetapi, ia mengingatkan ketegasan tak sama dengan perilaku kasar. Menurutnya, pengusiran mitra kerja tak bisa disebut tindakan tegas, tetapi cenderung ke perilaku kasar.
Lucius menegaskan, relasi antara DPR dan undangan yang menhadiri rapat kerja mestinya sejajar. Meski diakuinya, secara kelembagaan DPR merupakan lembaga tinggi setara Presiden.
ADVERTISEMENT
"Walau yang hadir secara kelembagaan berada di bawah presiden, itu tak bisa menjadi alasan mereka diperlakukan seperti anak buah di hadapan bos," lanjut dia.
"Pengusiran mitra kerja yang lebih mengekspresikan sikap kasar ketimbang tegas juga tak sesuai dengan predikat DPR sebagai orang-orang terhormat," tegasnya.
Menurut Lucius, keputusan yang bijak seharusnya dilakukan secara santun, bukan dengan mengusir. Sehingga keputusan Komisi VII mengusir Silmy dinilainya pun telah menghina parlemen.
"Perilaku kasar dan tidak sopan yang terlihat dari upaya pengusiran lebih tepat dianggap sebagai bentuk penghinaan terhadap parlemen. Demi menghormati parlemen, seharusnya perilaku saling menghargai, santun, dan bijak yang harus ditonjolkan," tandas dia.
Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi VII DPR, Bambang Hariyadi, menggarisbawahi adanya inkonsistensi manajemen Krakatau Steel dalam mengurusi proyek mangkrak senilai Rp 12,75 triliun ini, yaitu di satu sisi ingin memperkuat produksi baja dalam negeri, namun proyek ini malah dihentikan.
ADVERTISEMENT
"Jangan maling teriak maling, jangan kita ikut bermain tapi pura-pura tidak ikut bermain, dalam artian menyatakan anda ingin memperkuat, tapi ingin dihentikan, jadi mana semangat memperkuatnya," ujar Bambang kepada Hilmy dalam RDPU Komisi VII DPR, Senin (14/2).
Setelah pernyataan tersebut, Silmy langsung menyela tanggapan Bambang.
"Maksudnya maling bagaimana, Pak?"
Kemudian Bambang berang karena Silmy dianggap tidak patuh terhadap teknis persidangan dan tidak menghargai Komisi VII DPR setelah menyela tanggapannya. Untuk menjaga marwah pemimpin sidang, Silmy pun diminta untuk keluar dari persidangan.
"Ada teknis persidangan, karena anda sudah menjawab ingin keluar ya keluar. Silakan pihak Krakatau Steel keluar, biar kami sidang dengan Dirjen ILMATE," ujar Bambang.