Formappi Kritik Kinerja DPR Hanya Sahkan 4 UU Sejak Dilantik

13 Agustus 2021 17:35 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kinerja DPR kembali menuai kritik. Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) menyoroti fungsi legislasi DPR, lantaran hanya mengesahkan 4 undang-undang sejak mereka dilantik.
ADVERTISEMENT
Mengutip situs resmi DPR, dpr.go.id, sejauh ini RUU yang sudah disahkan menjadi UU adalah:
"Selama Masa Sidang V (terakhir), DPR hanya mampu mengesahkan satu RUU Prioritas, yakni RUU Perubahan UU tentang Otonomi Khusus Papua. Sebaliknya RUU-RUU yang sudah dibahas secara mendalam dan sudah pernah diperpanjang beberapa kali masa sidang seperti RUU Perubahan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara, RUU Perubahan UU Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, dan RUU tentang Perlindungan Data Pribadi (PDP) tidak kunjung disahkan, padahal UU tentang PDP dan penanggulangan bencana sangat dibutuhkan masyarakat," kata peneliti Formappi, Lucius Karus, dikutip dari keterangan rilis, Jumat (13/8).
Suasana sidang tahunan MPR dan Sidang Bersama DPR-DPD di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (14/8). Foto: Akbar Nugroho Gumay/ANTARA FOTO
Pengesahan RUU Otsus Papua pun dinilai tak layak mendapatkan apresiasi. Sebab pembahasannya sangat minim partisipasi masyarakat.
ADVERTISEMENT
"Sejauh penelusuran Formappi, Pansus RUU Perubahan UU Otsus Papua ini hanya mengadakan satu kali RDPU, yaitu dengan Direktur Pusat Telaah dan Informasi Regional (Pattiro) dan Ketua Forum Komunikasi Antar Daerah Tim Pemekaran Papua Selatan. Lebih dari itu, Majelis Rakyat Papua (MRP) yang merupakan representasi kultural Papua juga tidak diminta memberikan pasukan. Padahal RUU Otsus sendiri mengatur tentang posisi MRP yang salah satunya disebutkan bahwa keanggotaannya tak boleh dari kader politik," ujarnya.
"Dengan demikian, kelihatan bahwa DPR dan pemerintah melalui RUU ini ingin menjadi pemegang kendali atas Papua," lanjutnya.
Selain itu, DPR juga dinilai bisa lebih produktif jika konsisten dan berkomitmen untuk fokus bekerja sesuai dengan fungsi pokok mereka. Formappi mengatakan, keberhasilan memenuhi target pengesahan RUU yang sudah ditetapkan sendiri sebagai program prioritas merupakan tolok ukurannya.
ADVERTISEMENT
"Diperpanjangnya kembali pembahasan RUU PDP dan perubahan UU Penanggulangan Bencana merupakan salah satu contoh tentang rendahnya komitmen DPR dan pemerintah untuk merespons persoalan nyata yang terjadi di tengah masyarakat. Materi pembahasan yang nyaris rampung dihambat oleh perbedaan konsep lembaga pengawas data pribadi antara DPR dan pemerintah," jelasnya.
Memang jika melihat Pasal 99 UU MD3 dan Pasal 97 Peraturan DPR Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pembentukan Undang-undang, perpanjangan proses pembahasan RUU memang diizinkan. Namun tetap dengan alasan yang jelas, yaitu karena materi muatan RUU bersifat kompleks dengan jumlah pasal yang banyak, serta beban tugas Komisi, gabungan Komisi, Baleg, atau Pansus.
"Tetapi apa saja alasan perpanjangan pembahasan RUU-RUU tersebut tidak terinformasikan kepada publik sebagai pihak yang harus tunduk kepada setiap peraturan perundangan yang dikeluarkan oleh negara," pungkasnya.
ADVERTISEMENT