Formappi Setuju Ada Batas Masa Jabatan DPR-DPRD: Harus Ada Regenerasi

16 Januari 2020 6:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
ADVERTISEMENT
Masa jabatan anggota dewan yang tak memiliki batas maksimal digugat oleh elemen masyarakat, Ignatius Supriyadi, ke Mahkamah Konstitusi. Menurut Ignatius, seharusnya masa jabatan anggota DPR, DPD, dan DPRD dibatasi menjadi hanya dua periode seperti halnya jabatan kepala daerah.
ADVERTISEMENT
Menanggapi hal itu, peneliti Formappi Lucius Karus mengaku setuju dengan tuntutan tersebut. Menurutnya, hanya dengan pembatasan masa jabatan, eksekutif dan legislator bisa menghargai jabatannya dengan baik.
"Harus ada batasan, baik di eksekutif maupun legislatif agar partai dipaksa untuk melakukan regenerasi dan hanya dengan pembatasan itu, baik eksekutif dan legislator, bisa menghargai jabatan yang durasinya terbatas itu," kata Lucius kepada kumparan, Kamis (16/1).
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi), Lucius Karus. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Kan yang paling menjengkelkan dari legislator itu, sudah rusak masih saja terpilih lagi. Kalau tidak dibatasi, bukan tidak mungkin orang-orang yang sama akan terus dicalonkan," imbuhnya.
Lucius menilai, biasanya kader partai yang sudah duduk di kursi legislatif akan dicalonkan lagi karena dianggap sudah berpengalaman dan lebih berpeluang menang. Kemenangan anggota di pileg akan mengangkat suara partai dan memantapkan kekuasaan parpol tersebut.
ADVERTISEMENT
Ia juga menanggapi argumentasi PKS yang menilai anggota dewan tidak perlu dibatasi masa jabatannya karena dianggap tidak terlalu berpengaruh. Sedangkan kepala daerah, tetap dibatasi dua tahun karena khawatir bisa menjadi 'raja' jika menjabat terlalu lama.
"Saya kira ini bukan soal fungsi yang berbeda antara legislatif dan eksekutif, tapi soal keegoisan DPR yang tidak mau diatur dan dibatasi, sehingga inginnya bisa menjabat sebagai legislator sampai mati," tegasnya.
Padahal, kata Lucius, jabatan eksekutif maupun legislatif sama-sama dihasilkan dari pemilihan umum langsung oleh rakyat. Meski dipilih langsung, namun sejatinya rakyat tidak bisa dengan bebas mengusulkan sendiri calonnya karena hanya parpol yang memiliki kewenangan itu.
Sehingga, Lucius menilai, terkadang masyarakat terpaksa memilih legislator yang disediakan parpol, suka atau tidak suka. Di sisi lain, parpol juga akan cenderung memilih calon yang menguntungkan partai meski tidak bisa bekerja atau tidak punya integritas.
ADVERTISEMENT
"Jadi faktanya, yang jadi raja, yang berkuasanya bisa abadi adalah parpol. Parpol bisa sangat sewenang-wenang saat mengusung calon, baik di eksekutif maupun legislatif, sekalipun mungkin tidak disukai rakyat," tutur Lucius.
Ia menegaskan, yang harus dilakukan sebenarnya adalah bagaimana menghindari kekuasaan yang dimiliki agar tidak disalahgunakan untuk kepentingan pribadi atau parpol saja. Sebab, baik legislatif maupun eksekutif, dua-duanya sama-sama memiliki potensi penyimpangan jabatan.
"Agar tidak melakukan penyimpangan, maka diperlukan pembatasan masa jabatan. Legislator atau eksekutif, harus dibatasi karena jabatan publik itu bukan tentang dipilih atau tidak dipilih lagi, tapi apakah itu bermanfaat bagi yang memilih atau tidak," pungkasnya.