Formappi soal Keluarga Anggota DPR Divaksin Corona: Tak Adil, Manfaatkan Jabatan

27 Februari 2021 15:00 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Petugas kesehatan bersiap menyuntikan vaksin COVID-19 kepada pedagang di Blok A Pasar Tanah Abang Jakarta, Kamis (25/2/2021).  Foto: WAHYU PUTRO A/ANTARA FOTO
zoom-in-whitePerbesar
Petugas kesehatan bersiap menyuntikan vaksin COVID-19 kepada pedagang di Blok A Pasar Tanah Abang Jakarta, Kamis (25/2/2021). Foto: WAHYU PUTRO A/ANTARA FOTO
ADVERTISEMENT
DPR sudah memulai program vaksinasi corona bagi anggota DPR, keluarga anggota, unsur tenaga ahli, hingga ASN sejak Kamis (25/2). Program vaksinasi pun diadakan tertutup demi menerapkan protokol kesehatan.
ADVERTISEMENT
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus merasa heran DPR mengadakan vaksinasi corona secara tertutup. Padahal, kata dia, Presiden Jokowi melakukan vaksinasi secara terbuka.
"Pelaksanaan vaksinasi tertutup kepada anggota DPR merupakan sesuatu yang kontraproduktif dengan upaya mempromosikan penerimaan vaksin tersebut. DPR gagal untuk diandalkan sebagai sosok teladan yang bisa meyakinkan rakyat soal pentingnya menerima vaksin," kata Lucius, Sabtu (27/2).
"Lagian menerima vaksin, kok, dibikin seperti menerima sogokan atau memberi sogokan, sih, sehingga haram untuk diakses publik? Vaksin ini kan diberikan untuk manusia sehat yang gunakan untuk menguatkan imun. Apa yang membuat DPR jadi malu-malu untuk melakukannya di ruang terbuka?" sambungnya.
Peneliti Formappi Lucius Karus di diskusi 'Nasib Murung Bangsa atas Kebijakan RUU KPK dan RKUHP' di Ciputat, Tangerang Selatan, Minggu (22/9/291). Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
Lucius menduga tertutupnya program vaksinasi di DPR lantaran keluarga anggota dewan bukan kelompok prioritas penerima jatah vaksin. Dia pun mengaku heran mengapa keluarga anggota dewan mendapat jatah vaksin yang diadakan berbasis prioritas.
ADVERTISEMENT
"Kok bisa, sih, anggota keluarga ikut rombongan anggota DPR? Padahal kita tahu bahwa program vaksinasi diberikan berdasarkan urutan prioritas tertentu. Keterbatasan vaksin membuat pemerintah tak bisa serampangan memberikan kepada siapa saja vaksin tersebut," sebutnya.
Menurutnya, seharusnya jadwal penerimaan vaksin bagi anggota keluarga DPR sama seperti masyarakat lain yang dianggap tak mendesak menerima vaksin prioritas
"Keluarga anggota DPR tentu statusnya dalam urusan prioritas penerima vaksin sama dengan warga negara lain yang atas pertimbangan kesehatan belum sangat mendesak untuk menerima vaksin," tegas dia.
Ilustrasi gedung DPR RI. Foto: Fanny Kusumawardhani/kumparan
"Tentu saja keputusan hanya untuk anggota DPR saja konsisten dengan apa yang juga dialami oleh para nakes. Hanya nakes yang mendapatkan vaksin di gelombang awal, tidak termasuk anggota keluarga walau mereka meminta itu," lanjut Lucius.
ADVERTISEMENT
Dia pun berpandangan DPR tak menerapkan praktik yang tak adil dalam program vaksinasi. Menurutnya, anggota dewan memanfaatkan jabatan untuk kepentingan keluarga.
"DPR justru memperlihatkan praktik yang tidak adil. Jabatan mereka gunakan untuk kepentingan keluarga saja walaupun aturan mestinya membatasi mereka seperti terkait kategorisasi penerima vaksin," kata dia.
"Demi melindungi praktik yang tidak adil, menyimpang dari aturan, egois, DPR memilih pelaksanaan vaksinasi dibuat tertutup. Vaksinasi yang mestinya sesuatu yang bisa menjadi panggung bagi DPR dalam meyakinkan pemilih atau publik, justru dibikin sembunyi-sembunyi dengan hanya dinikmati oleh anggota keluarga mereka saja," tandas dia.
Saat ini, program vaksinasi memang baru difokuskan untuk kelompok prioritas. Setelah nakes, kini tahap II menyasar para pedagang, tenaga pendidik, pelayan publik, aparat, hingga kelompok pekerja yang memiliki risiko tinggi tertular corona.
ADVERTISEMENT
Pemerintah juga membuka opsi vaksinasi mandiri atau gotong royong. Nantinya perusahaan-perusahaan bisa membayar vaksin untuk karyawannya.