Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Fosil Purba Berusia Jutaan Tahun di Sumedang Ditemukan Petani saat Memacul
22 Juni 2022 18:55 WIB
·
waktu baca 6 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Salah satu arkeolog dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Anton Ferdiyanto menyampaikan, mulanya fosil tersebut ditemukan oleh salah satu warga desa yang berprofesi sebagai petani.
“Fosil kura-kura itu temuan warga, namanya Pak Udin, dia memang kerja di wilayah Leuwiumbar, dia menemukan (saat memacul lahan), beberapa yang diduga fosil, kemudian dari aparat desa menghubungi Dinas, dari Dinas kemudian menghubungi kita,” jelas Anton saat dihubungi kumparan pada Rabu (22/6).
Anton mengatakan, setelah mendapatkan panggilan, dia bersama tim langsung mendatangi lokasi dan melakukan penyelamatan atas fosil yang ditemukan warga tersebut.
Fosil tersebut merupakan jenis kura-kura air tawar atau kura-kura sungai dengan diameter yang ditemukan di lapangan yakni sekitar 80 cm. Namun, Anton menyebut, kemungkinan kura-kura tersebut berukuran asli lebih besar dari yang ditemukan.
ADVERTISEMENT
“80 cm ya untuk diameter, tapi saya pikir sih harusnya lebih besar, kemungkinan 1 meter. Karena dia sudah terkompresi lapisan tanah, jadi biasanya sedikit lebih kecil, jadi kurang lebih sekitar 80-100 cm,” ujarnya.
Mengenai usia fosil kura-kura tersebut, Anton menyebut kemungkinan usianya lebih dari 1 juta tahun.
“Rangenya kemungkinan lebih dari 1 juta tahun yang lalu. Karena ini kalau dilihat dari posisi dan epigrafi yang saya buat dari penelitian sejak 2016, itu dia (fosil kura-kura) memang terendapkan di bagian batu lempung hitam yang kemungkinan besar kondisi lingkungannya pada masa itu berupa rawa-rawa,” kata dia.
Proses ekskavasi fosil kura-kura purba ini lanjut Anton, melibatkan tim gabungan, di antaranya dua anggota dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dua anggota dari Museum Geologi, dan satu teknisi dari Balai Arkeologi Bandung. Fosil berhasil diangkat pada hari ketujuh proses penyelamatan.
ADVERTISEMENT
“Karena kita lakukan secara hati-hati ya. Kita mulai kupas lapisan tanahnya sedikit demi sedikit, kita perkuat pakai paraloid karena sebagian fosilnya sudah terekspos di permukaan, sudah kena watering, hujan, matahari jadi pecah-pecah,” jelas Anton.
“Tapi semakin kita turun, terlihat sebagian besar masih utuh di dalam tanah, setelah kita tampakkan semua langsung kita gips, karena setelah dia terekspos biasanya lebih cepat hancur lagi, jadi kita gips baru kemudian kita pindahkan ke balai desa,” sambungnya.
Anton menuturkan, di Balai Desa Jembarwangi, sudah disediakan satu ruangan yang digunakan khusus untuk menyimpan hasil penemuan dan penelitian timnya.
Anton mengaku dirinya sudah melakukan penelitian di Desa Jembarwangi sejak tahun 2016, dan sudah banyak menemukan jenis fosil di wilayah itu pada tahun-tahun sebelumnya.
ADVERTISEMENT
“Saat ini saya fokuskan (penelitian) di sana karena datanya masih banyak yang harus dieksplor dan diungkap, jadi dari satu tempat itu memang pertanyaannya masih banyak yang harus dijawab, permasalahannya juga masih banyak,” katanya.
Hasil temuan yang didapat selama beberapa tahun di wilayah Jembarwangi di antaranya gajah purba, kura-kura sungai, buaya purba, sejenis sapi, badak purba, babi purba, kijang hingga kera.
“Betul (semua fosil ditemukan) di Desa Jembarwangi itu, dari kotak gali saya yang di dekat Desa Jembarwanginya. Jadi saya bikin kotak ekskavasinya di sana 2016,” ujarnya.
Anton juga mengatakan, selain tim arkeologi, beberapa temuan fosil sebelumnya merupakan hasil temuan warga. Terlebih, di Desa Jembarwangi sendiri sudah dibentuk Satgas Purbakala untuk memantau temuan fosil.
ADVERTISEMENT
“Sebagian ada temuan warga. Kebetulan di sana kan sudah ada Satgasnya ya, Alhamdulillah di-support oleh Kepala Desanya. Jadi kalau mereka menemukan sesuatu, biasanya diamankan di kantor desa,” kata dia.
Mengenai beberapa warga desa yang berhasil menemukan fosil purba, Anton menyebut kebanyakan merupakan mereka yang biasanya mengolah sawah atau sedang berkebun.
“Awalnya mereka tidak tahu menahu ya itu apa, fosil apa, yang mereka tahu itu adalah batu. Mereka menemukan biasanya saat lagi mengolah sawah, atau lagi berkebun ya awalnya,” kata Anton.
Menurut Anton, saat ini warga desa sudah mulai memahami dan membedakan mana yang merupakan fosil dan perlu diselamatkan, sebab sudah dilakukan sosialisasi pada warga oleh tim satgas.
Sehubungan dengan ditemukannya fosil hewan purba di wilayah Sumedang, Bupati Sumedang Doni Ahmad Munir berencana untuk membangun museum khusus purbakala di Kabupaten Sumedang.
ADVERTISEMENT
Terkait rencana tersebut, Anton mengaku hal itu merupakan hasil rekomendasi dirinya ketika melakukan audiensi bersama Bupati pada Selasa, (21/6) lalu.
“Itu (pembuatan museum) salah satu rekomendasi yang saya masukan di laporan saya, bahwa memang harus ada storage khusus, tapi kalau memang bisa museum kecil lah yang kita bisa taruh temuan-temuan sementara di sana,” kata dia.
Dalam pembuatan museum, Anton mengatakan harus terlebih dahulu dibuat Detail Engineering Design (DED). Termasuk memikirkan kuratornya seperti apa, informasi apa saja yang mau ditampilkan, hingga narasi yang akan dimunculkan.
“Bukan cuma kita taruh bendanya, kan gak ada informasi lain. Setidaknya ada storage yang memang representatif dan masyarakat sekitar atau masyarakat luar yang melihat bisa gitu,” ucap Anton.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, Kabid Kebudayaan Disparbudpora Sumedang M Budi Akbar mengatakan, rencana pembuatan museum purbakala oleh Bupati Sumedang itu dilandasi atas banyaknya temuan-temuan fosil di Sumedang, namun dia tidak menyebut kapan pembangunan itu akan dimulai.
“Karena sudah banyak temuan-temuan (fosil) ini, sehingga Pak Bupati memerintah kami untuk mengajukan pembangunan museum khusus kepurbakalaan,” ujar Budi pada kumparan melalui sambungan telepon, Rabu (22/6).
Saat ini, Disparbudpora Kabupaten Sumedang akan melakukan pendataan dari awal semua temuan fosil yang berasal dari wilayah Sumedang.
Budi menyebut, pihaknya masih harus banyak belajar untuk melakukan pembangunan museum, sebab diperlukan banyak perhitungan dalam pembangunannya.
“Harus banyak belajar banyak bertanya Geologi, Arkeologi, Paleontologi, sebenarnya ruangan yang dibutuhkan untuk museum khusus kepurbakalaan ini ruangan apa saja, perkiraan ukuran berapa,” kata dia.
ADVERTISEMENT
“Tidak bisa langsung dikoleksi, ditampilkan ke warga, pasti ada ruangan temuan baru, ruangan rekonstruksi, ruangan koleksi, terus ada ruangan penyimpanan khusus, misalnya yang ini nggak boleh ditampilkan di umum, paling yang ditampilkan ke umum replikanya. Kami masih harus banyak belajar untuk pembangunannya,” sambungnya.
Ke depannya, proses penelitian dan penyelamatan atas temuan fosil hingga pembangunan museum tersebut akan melibatkan tiga disiplin ilmu yakni Arkeologi, Paleontologi dan Geologi. Namun, jika suatu saat ditemukan fosil manusia purba, Disparbudpora Sumedang akan turut melibatkan disiplin ilmu lainnya seperti sejarawan, sosiolog, antropolog.
“Sehingga dari beberapa disiplin ilmu ini semuanya mengkaji sesuai kompetensinya, sehingga nanti akan mengerucut pada satu kesimpulan yang sama untuk lebih menyakinkan kita lagi bahwa di Sumedang ada jejak tinggalan purba,” tutup Budi.
ADVERTISEMENT
Reporter: Ulfah Salsabilah