Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
ADVERTISEMENT
Pendiri Kompas Gramedia Jakob Oetama , tutup usia pada Rabu (9/9). Jakob meninggal dunia pukul 13.05 WIB di Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta.
ADVERTISEMENT
Jakob tutup usia di umur 88 tahun. Menurut keterangan resmi Kompas Gramedia Group, almarhum disemayamkan di Kantor Kompas Gramedia Palmerah Selatan dan akan dihantarkan menuju tempat peristirahatan terakhir di Taman Makam Pahlawan Kalibata pada Kamis, 10 September 2020.
Pria yang lahir di Magelang pada 27 September 1931, merupakan jurnalis senior dan tokoh pers nasional. Jakob Oetama sebenarnya selalu ingin menjadi pastor. Namun, takdir justru mengantarkannya menjadi seorang wartawan sukses.
Saat belia, selain ingin menjadi pastor, Jakob memang ingin mengikuti jejak ayahnya, Raymundus Josef Sandiya Brotosoesiswo, sebagai seorang guru. Ia sempat mengajar di SMP Mardi Yuwana Cipanas, Sekolah Guru Bagian B (SGB) Lenteng Agung Jagakarsa, dan SMP Van Lith Jakarta.
ADVERTISEMENT
Karier Jakob Oetama di dunia jurnalistik bermula dari pekerjaan barunya sebagai redaktur majalah Penabur Jakarta. Kemudian pada 1963, bersama rekan terbaiknya, Almarhum Petrus Kanisius Ojong (P.K. Ojong), Jakob Oetama menerbitkan majalah Intisari yang menjadi cikal-bakal Kompas Gramedia.
Kepekaannya pada masalah manusia dan kemanusiaanlah yang kemudian menjadi spiritualitas Harian Kompas, yang terbit pertama kali pada 1965.
Bisnisnya berkembang pesat. Tak hanya menjadi bos media, Jakob juga mengembangkan usahanya ke bidang lain, seperti perhotelan, pendidikan, hingga toko buku, di bawah nama Kompas Gramedia Group.
Meskipun begitu, Jakob Oetama tidak pernah melepas identitas dirinya sebagai seorang wartawan. Baginya, “Wartawan adalah Profesi, tetapi Pengusaha karena Keberuntungan.”
Berbagai karya Jakob di bidang literasi, menjadi sebuah perubahan segar bagi jurnalisme di Indonesia, misalnya saat ia menulis soal 'Kedudukan dan Fungsi Pers dalam Sistem Demokrasi Terpimpin'.