Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
ADVERTISEMENT
Duduk di bawah pohon kelapa memandang Laut Banda, suasana terasa sunyi sempurna.
ADVERTISEMENT
Namun tiba-tiba sekumpulan bocah melintas ramai. Mereka berlarian sambil memeluk ayam piaraan masing-masing.
Bocah-bocah itu berkumpul tepat di depanku. Aku yakin betul ini akan jadi arena pertarungan ayam jantan kelas berat atau yang biasa dikenal dengan istilah “sabung ayam”.
“Lepas! Lepas! Lepas!” teriak sejumlah anak yang menginginkan agar ayam milik dua teman mereka, Husen dan Ole, segera dilepaskan.
Husen dan Ole segera melepas ayam mereka. Benar saja, kedua ayam tersebut langsung mengembangkan bulu leher, saling adu pamer kejantanan dan kesangaran.
Kedua ayam, dalam hitungan detik, lantas melompat, mematok, dan mencakar satu sama lain.
Setelah satu menit bertarung, ayam milik Ole terlihat kepayahan, lalu lari keluar arena menuju rumah-rumah warga. Si ayam kalah itu terus dikejar oleh ayam pemenang milik Husen yang dinamai “Pak Jenggot”.
ADVERTISEMENT
“Jenggot, Pak Jenggot!” teriak Husen sambil menarik tali rafia yang diikatkan di ceker si ayam.
Teriakan “Jenggot, Pak Jenggot!” diikuti teman-teman Husen dengan penuh keriuhan bak pertandingan tinju yang akan dimenangkan Manny Pacquiao.
Pertarungan pun selesai, dimenangi ayam milik Husen.
Seorang pemuda desa kemudian mengambil ayam milik Ole yang terlihat sudah setengah mati. Dia berkata pada Ole agar ayamnya digoreng saja sebelum mati.
Ole terdiam, seakan ikhlas melihat ayam kesayangannya hendak disembelih oleh si pemuda desa.
Tunggu dulu, tarung ayam Ole vs ayam Husen itu ternyata belum berakhir. Keriuhan dan keriaan kembali bergemuruh.
Rupanya pertarungan-pertarungan selanjutnya segera dimulai.
Ole yang sempat murung, ikut bersorak menyambut pertarungan baru.
Ya, inilah kehidupan di Desa Iha, Pulau Seram, Maluku.
ADVERTISEMENT
Listrik yang terbatas membuat anak-anak jauh lebih senang berkumpul bersama dan bermain. Meski, tentu saja, mungkin banyak orang tak setuju dengan permainan sabung ayam itu.
Ayam-ayam kampung Iha, menurut pemuda lokal, memang asli Pulau Seram. Sebagian ayam jantan tersebut laku dihargai Rp 250 ribu, tergantung dari kemampuannya di arena tarung.
Ketika bocah-bocah Iha sedang asyik menyabung ayam, ayah mereka sibuk menambang batu sinabar. Ibu-ibu bahkan kerap ikut sibuk mencari sinabar, membuat mereka meninggalkan dapur keluarga. (Baca: Menggadaikan Nyawa demi Sinabar si “Api” Merkuri )