Foto: Sabung Ayam Seru Bocah-bocah Iha

21 Maret 2017 15:59 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:17 WIB
comment
5
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
ADVERTISEMENT
Penambang mengangkut karung berisi batu cinnabar. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Penambang mengangkut karung berisi batu cinnabar. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Duduk di bawah pohon kelapa memandang Laut Banda, suasana terasa sunyi sempurna.
ADVERTISEMENT
Namun tiba-tiba sekumpulan bocah melintas ramai. Mereka berlarian sambil memeluk ayam piaraan masing-masing.
Bocah-bocah Desa Iha membawa ayam-ayam mereka. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bocah-bocah Desa Iha membawa ayam-ayam mereka. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Bocah-bocah itu berkumpul tepat di depanku. Aku yakin betul ini akan jadi arena pertarungan ayam jantan kelas berat atau yang biasa dikenal dengan istilah “sabung ayam”.
“Lepas! Lepas! Lepas!” teriak sejumlah anak yang menginginkan agar ayam milik dua teman mereka, Husen dan Ole, segera dilepaskan.
Pertarungan ayam milik Husen dan Ole. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pertarungan ayam milik Husen dan Ole. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Husen dan Ole segera melepas ayam mereka. Benar saja, kedua ayam tersebut langsung mengembangkan bulu leher, saling adu pamer kejantanan dan kesangaran.
Kedua ayam, dalam hitungan detik, lantas melompat, mematok, dan mencakar satu sama lain.
Pertarungan ayam milik Husen dan Ole. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Pertarungan ayam milik Husen dan Ole. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Setelah satu menit bertarung, ayam milik Ole terlihat kepayahan, lalu lari keluar arena menuju rumah-rumah warga. Si ayam kalah itu terus dikejar oleh ayam pemenang milik Husen yang dinamai “Pak Jenggot”.
ADVERTISEMENT
“Jenggot, Pak Jenggot!” teriak Husen sambil menarik tali rafia yang diikatkan di ceker si ayam.
Bocah-bocah Desa Iha yang saling mengadu ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bocah-bocah Desa Iha yang saling mengadu ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Teriakan “Jenggot, Pak Jenggot!” diikuti teman-teman Husen dengan penuh keriuhan bak pertandingan tinju yang akan dimenangkan Manny Pacquiao.
Pertarungan pun selesai, dimenangi ayam milik Husen.
Seorang pemuda desa kemudian mengambil ayam milik Ole yang terlihat sudah setengah mati. Dia berkata pada Ole agar ayamnya digoreng saja sebelum mati.
Sejumlah bocah bersiap untuk mengadu ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Sejumlah bocah bersiap untuk mengadu ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Ole terdiam, seakan ikhlas melihat ayam kesayangannya hendak disembelih oleh si pemuda desa.
Tunggu dulu, tarung ayam Ole vs ayam Husen itu ternyata belum berakhir. Keriuhan dan keriaan kembali bergemuruh.
Rupanya pertarungan-pertarungan selanjutnya segera dimulai.
Bocah-bocah Desa Iha bermain sabung ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bocah-bocah Desa Iha bermain sabung ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Ole yang sempat murung, ikut bersorak menyambut pertarungan baru.
Ya, inilah kehidupan di Desa Iha, Pulau Seram, Maluku.
ADVERTISEMENT
Listrik yang terbatas membuat anak-anak jauh lebih senang berkumpul bersama dan bermain. Meski, tentu saja, mungkin banyak orang tak setuju dengan permainan sabung ayam itu.
Bocah-bocah Desa Iha yang mengadu ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Bocah-bocah Desa Iha yang mengadu ayam. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Ayam-ayam kampung Iha, menurut pemuda lokal, memang asli Pulau Seram. Sebagian ayam jantan tersebut laku dihargai Rp 250 ribu, tergantung dari kemampuannya di arena tarung.
Ayam tarung milik bocah-bocah Desa Iha (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ayam tarung milik bocah-bocah Desa Iha (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Ketika bocah-bocah Iha sedang asyik menyabung ayam, ayah mereka sibuk menambang batu sinabar. Ibu-ibu bahkan kerap ikut sibuk mencari sinabar, membuat mereka meninggalkan dapur keluarga. (Baca: Menggadaikan Nyawa demi Sinabar si “Api” Merkuri)
Seorang ibu mencari batu cinnabar di Desa Iha. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang ibu mencari batu cinnabar di Desa Iha. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
Suasana Desa Iha, Pulau Seram. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Suasana Desa Iha, Pulau Seram. (Foto: Naufal Abdurrasyid/kumparan)