Franz Magnis: Tak Mungkin Bicara soal Palestina Merdeka tanpa Eksistensi Israel

29 November 2022 19:51 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Seorang pria Palestina mengangkat bendera Palestina di seberang orang Israel yang memegang bendera Israel di Gerbang Damaskus ke Kota Tua Yerusalem. Foto: Ammar Awad/REUTERS
zoom-in-whitePerbesar
Seorang pria Palestina mengangkat bendera Palestina di seberang orang Israel yang memegang bendera Israel di Gerbang Damaskus ke Kota Tua Yerusalem. Foto: Ammar Awad/REUTERS
ADVERTISEMENT
Kemerdekaan Palestina tidak lepas dari pembicaraan soal eksistensi Israel, selaku negara yang telah menduduki wilayah itu sejak puluhan tahun lalu dan menolak mengakui kemerdekaan Palestina itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Hal ini disampaikan oleh sejarawan, filsuf, dan Direktur Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat (STF) Driyarkara, Franz Magnis Suseno.
Pria yang disapa dengan Romo Magnis itu menghadiri acara Penutupan Bulan Solidaritas Palestina (BSP) yang digelar di Universitas Al-Azhar, Jakarta Selatan, pada Selasa (29/11).
Menurut Romo Magnis, jika membicarakan kemerdekaan Palestina maka penting untuk menyikapinya secara realistis, yakni dengan tidak menolak eksistensi Israel sebagai negara yang telah diakui oleh PBB pada 1949 secara internasional.
“Meskipun Israel mencapai kenegaraan melalui perjuangan bersenjata, akan tetapi dengan pengakuan Israel oleh PBB pada tanggal 11 Mei 1949 negara Israel adalah negara yang diakui secara internasional,” jelas Romo Magnis.
Pria kelahiran Jerman itu menuturkan, banyak negara-negara yang batas negaranya diperoleh dari zaman kolonial, lahir dari konflik bersenjata.
ADVERTISEMENT
Sementara secara historis, negara Israel saat ini adalah tempat pelarian mereka yang menjadi korban anti-semitisme dan pembunuhan sistematik oleh Jerman di bawah Hitler pada era Perang Dunia yang kita kenal sebagai Holocaust.
Kendati demikian, Israel yang diakui secara internasional adalah yang batas-batas negaranya ditentukan pada 1949 saja.
Filsuf dan sejarawan Franz Magnis Suseno dalam acara Penutupan Bulan Solidaritas Palestina (BSP) di Universitas Al-Azhar, Jakarta Selatan, Selasa (29/11/2022). Foto: Aliyya Bunga/kumparan
Di masa sekarang, pelanggaran perbatasan negara dan penempatan permukiman penduduk Israel di dua wilayah milik Palestina — Gaza dan Tepi Barat sejak permulaan 19870-an, menjadi isu yang memperkeruh konflik kedua pihak.
“Dua daerah Palestina itu diduduki oleh Israel dalam perang enam hari tahun 1967 dan sejak itu sudah 55 tahun sampai sekarang merupakan wilayah yang diduduki Israel,” tutur Romo Magnis.
Ia menambahkan, yang disebut sebagai masalah Palestina adalah kenyataan bahwa Israel sampai sekarang enggan memenuhi hak Palestina atas kemerdekaannya.
ADVERTISEMENT
“Segala usaha rakyat Palestina di Tepi Barat maupun di Gaza untuk menjadi merdeka ditindas dengan kekerasan oleh Israel di mana jumlah orang Palestina yang mati cukup besar,” kata Romo Magnis.
Ia menyayangkan sikap pemerintah Israel yang justru secara terus-menerus mendukung permukiman warga negaranya secara ilegal di Tepi Barat.
“Sekarang sudah lebih dari setengah juta orang Israel hidup di wilayah Palestina dalam permukiman-permukiman itu, di mana tempatnya sering dengan paksa diambil alih dari pemilik yang sah — ya orang-orang Palestina,” tuturnya.
Romo Magnis pun menegaskan pandangannya bahwa bangsa Palestina berhak atas kemerdekaan dan kenegaraannya sendiri, bebas dari pendudukan Israel — terutama di wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.