Fredrich Yunadi Ajukan Kasasi ke Mahkamah Agung

12 Oktober 2018 22:12 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:05 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi di Pengadilan Tipikor (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
ADVERTISEMENT
Terdakwa kasus dugaan merintangi penyidikan KPK, Fredrich Yunadi mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung (MA) atas putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta.
ADVERTISEMENT
PT DKI Jakarta telah memutuskan Fredrich tetap dihukum selama 7 tahun penjara. Putusan PT DKI memperkuat putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Kami sudah daftarkan Kasasi pada Rabu (10/10)," kata kuasa hukum Fredrich yang bernama Mujahidin saat dikonfirmasi, Jumat (12/10).
Mujahidin mengatakan, kasasi dilakukan karena pihaknya tidak menerima atas putusan majelis hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta. Dia berharap di tingkat kasasi Fredrich dapat dibebaskan. Sebab, Mujahidin mengklaim Fredrch tidak bersalah.
Dalam kasus ini, Fredrich Yunadi adalah terdakwa kasus dugaan menghalangi penyidikan KPK terhadap Setya Novanto. Perkara Fredrich sendiri berawal saat KPK kembali menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus e-KTP pada 31 Oktober 2017.
Setya Novanto yang kala itu Ketua DPR dijadwalkan untuk hadir dalam pemeriksaan pada 15 November 2017. Namun, Setya Novanto memilih mangkir, padahal surat pemanggilan sudah dilayangkan sejak 10 November 2017.
ADVERTISEMENT
Fredrich Yunadi usai menjalani persidangan (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi usai menjalani persidangan (Foto: Nugroho Sejati/kumparan)
Fredrich yang menjadi pengacara Setya Novanto disebut menyarankan kliennya untuk tidak perlu memenuhi panggilan KPK. Sebab, Fredrich beralasan, proses pemanggilan terhadap anggota DPR harus seizin presiden. Bahkan tak hanya itu, Fredrich juga menyarankan agar UU KPK terkait perizinan panggilan anggota DPR, untuk diuji materi ke Mahkamah Konstitusi.
Kemudian, pada 14 November 2017, Fredrich menyurati Direktur Penyidikan KPK. Isi surat tersebut menerangkan kliennya yang tidak bisa memenuhi panggilan karena lebih memilih menunggu putusan judicial review MK yang baru saja diajukan di hari tersebut. Pada hari pemeriksaan, Setya Novanto mangkir. Sekitar pukul 22.00 WIB di hari yang sama, penyidik menjemput mantan Ketua Umum Golkar itu di kediamannya, Jalan Wijaya XIII Nomor 19, Kelurahan Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
ADVERTISEMENT
Di rumah itu, penyidik tak menemukan Setya Novanto. Mereka hanya bertemu Fredrich dan istri Setya Novanto, Deisti Astriani Tagor. Di sana, Fredrich langsung menanyakan penyidik soal surat tugas, surat perintah penggeledahan, dan surat penangkapan Setya Novanto. Sebaliknya, saat penyidik menanyakan surat kuasa Setya Novanto untuknya, Fredrich tak bisa menunjukkannya. Fredrich lalu meminta Deisti untuk menandatangani surat itu atas nama keluarga Setya Novanto.
Fredrich Yunadi jalani sidang pledoi di Tipikor. (Foto: ANTARA FOTO/ Reno Esnir)
zoom-in-whitePerbesar
Fredrich Yunadi jalani sidang pledoi di Tipikor. (Foto: ANTARA FOTO/ Reno Esnir)
Pada 16 November 2017, Setya Novanto --yang diakuinya ingin menyambangi Gedung KPK untuk memenuhi panggilan-- mengalami kecelakaan di kawasan Permata Hijau. Mobil Toyota Fortuner yang ditumpanginya, menabrak tiang penerang jalan. Setya Novanto lantas dilarikan ke RS Medika Permata Hijau.
Namun kemudian Fredrich dinilai merancang skenario agar Setya Novanto masuk RS Medika untuk menghindarkan pemeriksaan. Dia kongkalikong bersama salah satu dokter yang merawat Setya Novanto, Bimanesh Sutarjo, untuk memanipulasi kondisi kesehatan kliennya dari riwayat hipertensi, menjadi rekam medis kecelakaan.
ADVERTISEMENT
Saat di rumah sakit, Fredrich Yunadi dianggap menghalangi penyidikan untuk Setya Novanto. Ketika penyidik ingin mendatangi kamar pasien, Fredrich menyuruh perawat untuk mengusir mereka.
Atas perbuatannya itu, majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memvonis 7 tahun penjara, serta denda Rp 500 juta subsidair 5 bulan kurungan penjara.