Gagal Daftar CPNS karena Bahasa Inggris, Warga Medan Gugat Syarat TOEFL ke MK

13 November 2024 14:36 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
4
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Mahkamah Konstitusi Foto: Helmi Afandi Abdullah/kumparan
ADVERTISEMENT
Seorang warga Medan bernama Hanter Oriko Siregar mengajukan gugatan terhadap UU Ketenagakerjaan dan UU Aparatur Sipil Negara (ASN) ke Mahkamah Konstitusi (MK).
ADVERTISEMENT
Dalam gugatannya, ia meminta MK agar menghapus syarat Test of English as Foreign Language (TOEFL) untuk tes CPNS ataupun mencari kerja di perusahaan swasta di Indonesia.
Gugatan itu didaftarkan ke MK pada 28 Oktober 2024 lalu. Gugatan tersebut diregister dengan nomor perkara 159/PUU-XXII/2024.
Dalam gugatan itu, Hanter Oriko merasa persyaratan yang mewajibkan adanya tes TOEFL saat mengikuti tes CPNS di sejumlah lembaga telah merugikannya secara konstitusional. Ia mengaku ingin mengikuti tes CPNS di MA, Kejaksaan, dan KPK.
Namun, saat mengikuti tes TOEFL itu sebagai syarat mutlak pendaftaran CPNS, skor maksimal yang didapatkannya hanya 370 dalam empat kali percobaan. Sehingga, dia gagal mendaftar.
Dalam gugatan tersebut, ia menjelaskan bahwa dirinya hanya ingin melamar pekerjaan sesuai dengan kemampuan dan jurusan yang dipilihnya saat menempuh pendidikan alih-alih menjadi penerjemah.
ADVERTISEMENT
"Pemohon mendaftar CPNS dan melamar pekerjaan, baik dalam instansi negara/pemerintah maupun swasta adalah sesuai dengan kemampuan dalam bidang pengetahuan yang Pemohon miliki, serta jurusan yang Pemohon pilih dalam dunia pendidikan," tulisnya dalam permohonannya, dikutip dari situs MK, Rabu (13/11).
"Bukan melamar sebagai Penerjemah Bahasa dengan jurusan Bahasa semasa perkuliahan atau juga bukan untuk bekerja di luar negeri. Melainkan untuk dapat bekerja di negeri sendiri sesuai dengan kejurusan dan pengetahuan yang Pemohon miliki," lanjut dia.
Oleh karena itu, ia merasa pemberlakuan syarat itu justru diskriminasi dan melanggar hak asasi manusia. Hanter Oriko pun menekankan bahwa setiap lembaga pemerintah maupun perusahaan swasta yang berkedudukan di Indonesia sejatinya wajib menjunjung tinggi bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan.
ADVERTISEMENT
Dia menjelaskan, bahwa keberadaan Pasal 35 Ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2023 tentang Ketenagakerjaan jo Pasal 37 UU Nomor 20 Tahun 2023 Tentang ASN tidak memberikan batasan hukum yang jelas serta kaidah hukum yang konkret dan menyebabkan ketidakpastian hukum.
"Hal tersebut dapat menimbulkan banyak persepsi ataupun tafsir yang dapat membuat pemberi kerja dalam hal ini instansi pemerintah maupun instansi swasta dapat menentukan persyaratan dengan sebebas-bebasnya," bebernya.
Ia juga menilai keberadaan pasal tersebut mengakibatkan keterbatasan akses dan kesempatan bagi tenaga kerja untuk mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan keterampilan dan keahliannya, yang juga dapat menghambat para pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan dengan penghasilan yang layak.
Kendati begitu, ia juga secara tegas menyatakan bahwa dirinya tidak anti terhadap bahasa asing. Menurutnya, instansi pemerintah atau perusahaan swasta yang menerapkan syarat tes bahasa asing itu justru tidak bijak menjadikannya sebagai syarat utama bagi pencari kerja. Padahal, kedudukannya berada di wilayah Indonesia.
ADVERTISEMENT
"Banyak warga masyarakat lebih bangga telah menguasai bahasa asing seperti bahasa Inggris dan bahasa asing lainnya dibandingkan dengan menguasai bahasa Ibu mereka sendiri," kata dia.
"Begitu juga Lembaga Negara/Pemerintah, Instansi Swasta, seolah lebih mengutamakan penguasaan bahasa asing dibandingkan dengan bahasa bangsa sendiri, khususnya dalam hal penerimaan pekerja," paparnya.
Dalam gugatan itu, ia pun turut membeberkan sejumlah permasalahan yang ditemuinya terkait tes TOEFL yang hanya dijadikan sekadar bisnis belaka.
Tak hanya itu, pemberlakuan syarat tes TOEFL itu justru mendorong munculnya kejahatan baru, seperti pemalsuan sertifikat tes TOEFL.
"Bahwa memahami dan menguasai bahasa asing tentu sebagai suatu prestasi, tapi menjadikannya sebagai tolak ukur untuk kelayakan dalam mencapai segala sesuatu, serta menetapkan sebagai persyaratan mutlak yang wajib dipenuhi oleh seluruh warga negara Indonesia, khususnya dalam dunia pendidikan dan pekerjaan adalah sesuatu yang bertentangan dengan hukum dan konstitusi," pungkasnya.
ADVERTISEMENT
Lebih lanjut, ia pun mencontohkan beberapa negara seperti Turki, Rusia, Jerman, Rumania, Jepang, hingga China, tak mewajibkan TOEFL bagi orang yang ingin mendapatkan beasiswa untuk menempuh kuliah di negara tersebut.
Lantas, apa petitum yang dituliskan dalam gugatannya?
ADVERTISEMENT