Gajah di Aceh Utara Mengamuk Akibat Perambahan Hutan

11 November 2019 13:37 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi gajah.  Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi gajah. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pembukaan lahan dan perambahan hutan serta illegal logging kian marak terjadi di Aceh Utara. Aktivitas orang-orang tidak bertanggung jawab itu telah mengusik kawasan habitat gajah. Akibatnya hewan bertubuh besar itu mengamuk dan turun ke perkampungan.
ADVERTISEMENT
Sejak tiga hari terakhir kawanan gajah berjumlah 20 ekor dilaporkan telah merusak perkebunan warga. Kemarahan gajah itu menyebabkan empat gubuk milik petani dan tanaman di dalamnya rusak.
“Sekitar 20 ekor masuk ke kebun warga Desa Alue Rimeh, Kecamatan Pirak Timur. Empat gubuk rusak beserta tanaman seperti pisang, pinang, dan karet,” kata Kepala Seksi Konservasi Wilayah I Lhokseumawe BKSDA Aceh, Kamarudzaman, saat dihubungi kumparan, Senin (11/11).
Tidak ada korban jiwa dalam peristiwa itu. Kamarudzaman mengatakan, saat ini pihaknya bersama anggota Conservation Response Unit (CRU) Cot Girek telah menggiring gajah kembali secara manual menggunakan mercon.
“Alhamdulillah tidak ada korban jiwa hanya gubuk dan tanaman warga saja yang rusak,” ujarnya.
ADVERTISEMENT
Kamarudzaman mengakui konflik antara satwa dan manusia di kawasannya sulit terbendung. Dia tidak menampik, sejak setahun terakhir ada saja kawanan gajah yang turun dan masuk ke perkebunan warga. Hal itu disebabkan areal yang saat ini sudah menjadi kebun warga merupakan bekas kawasan habitat gajah.
“Untuk luasan areal yang diamuk gajah tidak bisa diprediksi lantaran kawasan tersebut memang merupakan habitat dia. Gajah itu punya jalur sendiri di dalam rumahnya, salah satu permasalahan terjadi akibat pembukaan lahan secara terang-terangan baik dalam bentuk perambahan, illegal logging, dan perburuan,” ungkapnya.
“Saya mengimbau kepada semua pihak untuk menghentikan aktivitas perambahan dan illegal logging karena telah mengganggu dan merusak kawasan habitat gajah,” tambahnya.
Pawang gajah atau mahout membawa Gajah Sumatera jinak yang hamil untuk dimasukkan ke dalam kandang di Conservation Response Unit (CRU) Desa Alue Kuyun, Woyla Timur, Aceh Barat, Aceh. Foto: ANTARA FOTO/Syifa Yulinnas
Kamarudzaman menjelaskan, beberapa penyebab terjadinya konflik gajah dan manusia adalah akibat pembukaan lahan secara serampangan baik berupa perambahan, illegal logging, dan ekspansi-ekspansi tanaman sawit ke dalam kawasan hutan. Kemudian alih fungsi kawasan habitat yang dulunya milik gajah menjadi lahan perkebunan.
ADVERTISEMENT
“Paling parah kegiatan perburuan daging. Gajah itu punya insting yang kuat, karena perburuan itu menimbulkan kemarahan sehingga memicu konflik antara satwa dan manusia,” tuturnya.
Aktivitas pelanggaran yang terjadi di dalam hutan (kawasan habitat gajah) tidak hanya di Aceh Utara namun hampir menyeluruh terjadi di Aceh. Kendati demikian, kata Kamarudzaman, untuk antisipasi konflik itu terjadi pihaknya telah mendirikan CRU Cot Girek, sebagai salah satu bentuk respons untuk menjaga kenyamanan masyarakat.
“Salah satu bentuk respons cepat kita telah mendirikan CRU Cot Girek, begitu ada gajah yang turun bisa langsung menggiringnya sehingga memberikan kenyamanan kepada masyarakat, itu yang utama,” ungkapnya.
Hidup Berdampingan dengan Gajah
Kamarudzaman mengaku masyarakat Aceh Utara telah memberikan respons positif dan ikut membantu menjaga serta menghalau gajah saat konflik terjadi. Hanya saja kata dia, masyarakat perlu terus didorong untuk meningkatkan kesadarannya akan keberadaan gajah itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Menurut Kamarudzaman, permasalahan satwa tidak hanya kewenangan BKSDA tetapi semua stakeholder termasuk masyarakat ikut bergerak untuk mengantisipasi dan menghindari agar tidak terjadi konflik antara satwa dan manusia.
“BKSDA bisa menggiring gajah sementara rumahnya terus dirusak akhirnya tidak ada solusi juga. Kita menjaga satwanya, tapi rumah gajah yang notabene habitatnya juga perlu dijaga sama-sama dari aktivitas orang-orang tidak bertanggung jawab,” katanya.
“Kita tidak menyalahkan masyarakat, banyak faktor terjadi hingga areal yang dulu kawasan gajah kini menjadi perkebunan, mungkin akibat pertambahan penduduk, tidak ada yang menyalahkan cuma bagaimana mengatasi ini bersama-sama untuk bisa hidup berdampingan,” tambahnya.