Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Ganjar Undang Eks Napi Teroris Ikuti Upacara HUT ke-77 RI
17 Agustus 2022 12:05 WIB
·
waktu baca 4 menitADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo yang bertindak sebagai inspektur upacara secara khusus menyematkan hasduk merah putih di kepala Joko Priyono eks napi terorisme (napiter) sesaat sebelum upacara dimulai.
Tak hanya Joko Priyono, hadir pula 2122 eks narapidana teroris dalam upacara itu. Mereka khidmat mengikuti upacara bendera seperti masyarakat lainnya
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, kehadiran eks napiter dalam upacara ini untuk bisa turut serta memberikan pemahaman terhadap bahayanya intoleransi dan radikalisme.
"Saya ingin mereka bercerita kepada masyarakat, menyampaikan pendidikan baik kepada pelajar, di rumah ibadah bahwa mereka punya pengalaman dan pernah salah dan itu diakui," ujar Ganjar, Rabu (17/8).
Menurut dia, itu akan menjadi satu nilai kebersamaan dan nilai persatuan. Sekaligus sebagai pengingat kepada generasi penerus.
ADVERTISEMENT
"Dan, mereka bisa memberikan testimoni bagaimana mereka berproses kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi dan kemudian mereka bisa mengedukasi dan kegiatannya banyak termasuk aktivitas sosial. Itu pesan yang ingin saya sampaikan agar anak bangsa tidak salah arah, agar semua nilai Pancasila betul membumi," tegas dia.
Keterlibatan eks napiter dalam upacara tersebut menunjukkan bahwa Jawa Tengah memiliki toleransi yang tinggi. Sementara itu usai upacara, Joko Priyono mengatakan, sebagai eks napiter, masyarakat masih mau menerimanya dengan naik.
“Ya, Alhamdulillah kita bisa bersilaturahmi dengan eks napiter yang lain, dan dengan seluruh elemen masyarakat di sini. Jadi, ketika kita di sini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Tengah memiliki toleransi tinggi. Kita bisa diterima dari kalangan mana pun," ucap Joko.
ADVERTISEMENT
Joko yang pernah divonis empat tahun penjara karena terlibat jaringan Jamaah Islamiyah (JI) tersebut juga mengapresiasi langkah Ganjar yang mengundang para eks napiter untuk ikut memberi hormat bendera merah putih di hari kemerdekaan.
"Jadi saya apresiasi Pak Gubernur Ganjar yang telah memberi kesempatan eks napiter dalam upacara 17 Agustus ini," lanjut dia.
Selain itu, ia mengaku di bawah kepemimpinan Ganjar eks napiter diberikan perhatian lebih. Misalnya, dengan memberikan pelatihan wirausaha, sekaligus pinjaman modal untuk usaha.
"Pemerintah Alhamdulillah baik. Setelah keluar dari penjara ada proses mengembalikan kesejahteraan, misalnya usaha. Itu dilakukan secara nyata. Seperti memberikan pelatihan memasarkan produk. Dan, usaha bisa mengajukan proposal, Insyaallah dibantu," ungkap Joko yang saat ini merintis usaha optik.
ADVERTISEMENT
Joko, saat ini mengaku membentuk Neo JI bersama rekan-rekannya yang telah keluar dari JI, dengan tujuan meluruskan pemahaman terorisme menuju ahlussunnah wal jamaah. Bukan hanya bersama Pemprov dan masyarakat, pembinaan anti radikalisme juga dilakukan bersama Ruangobrol Unit Idensos Densus 88 AT Satgaswil Jateng.
"JI bubar di tahun 2007, dan di tahun 2008 saya mendirikan Neo JI untuk meluruskan pemahaman. Bersama teman-teman yang lain kita mencoba mengajak kembali kepada akidah ahlussunnah wal jamaah. Tolong pahami Pancasila ini lebih adil, dari proses sejarah terbentuknya, sebagai suatu kemaslahatan, dan dibuat untuk kebaikan bangsa Indonesia," ungkapnya.
Rasa haru juga diungkapkan pasangan suami-istri eks napiter yang lain, Ahmad Supriyanto dan Ika Puspita Sari juga menuturkan bahwa baik pemerintah maupun masyarakat Jateng sangat terbuka dan menerima dengan baik para teroris yang telah kembali menerima konsep NKRI.
ADVERTISEMENT
“Alhamdulillah bebas Januari kemarin. Baik mereka (pemerintah dan masyarakat Jawa Tengah). Alhamdulillah mereka membantu kami termasuk proses pernikahan kami, membantu mensupport semuanya,” tuturnya.
Ia berpesan kepada generasi muda, untuk dapat mempelajari agama melalui banyak guru. Sehingga, tidak hanya bersumber dari satu guru dan satu pemahaman saja.
"Ceritanya panjang. Sebenarnya karena faktor ilmu, karena dulu kebodohan yang menyertai kami. Dan, ketika dalam penjara datang ilmu-ilmu yang belum pernah kami pelajari sebelumnya, akhirnya kami mengakui bahwa inilah NKRI yang harus kita perjuangkan. Pesannya, belajarlah ilmu yang mana harus pada gurunya jangan satu guru saja, belajar dari banyak guru, karena satu guru hanya menyesatkan karena dia hanya taklid buta," kata dia.