news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Gatot Nurmantyo: Kewenangan DPR Dilucuti, Mayoritas Parpol Dukung Jokowi

14 November 2021 21:50 WIB
·
waktu baca 2 menit
Gatot Nurmantyo di diskusi "Pilpres 2024 : Menyoal Presidential Threshold". Foto: Dok. Istimewa
zoom-in-whitePerbesar
Gatot Nurmantyo di diskusi "Pilpres 2024 : Menyoal Presidential Threshold". Foto: Dok. Istimewa
ADVERTISEMENT
Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo menilai DPR kini sudah kehilangan tajinya. Sehingga mereka tidak memiliki kontrol yang baik terhadap pemerintah.
ADVERTISEMENT
Bukan tanpa alasan, Gatot mengatakan hal ini disebabkan karena mayoritas partai politik masuk dalam koalisi Jokowi-Ma'ruf.
Hal ini disampaikan Gatot saat menjadi pembicara dalam sebuah diskusi daring bertajuk “Pilpres 2024: Menyoal Presidential Threshold”. Hadir juga pembicara lain dalam diskusi itu yakni Pakar Politik Prof Siti Zuhro, lalu lintas diskusi dimoderatori oleh Pakar Politik Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin.
“Dalam praktiknya tampak jelas bahwa Presiden tidak lagi dikontrol oleh MPR seolah-olah lepas tangan terhadap tanggung jawab dan amanah yang diemban," kata Gatot, Minggu (14/11) malam.
"Sedangkan DPR atau parpol jelas telah dilucuti kewenangan dan hak-hak konstitusionalnya hanya berdiam diri karena bergabung dengan presiden dalam koalisi kabinet yang gemuk,” tambah dia.
ADVERTISEMENT
“Sehingga dukungan DPR kepada Presiden 82 persen luar biasa. Kondisi demikian tentu saja tidak baik terlebih diwarnai politik biaya mahal akibat ketetapan threshold dalam pemilihan DPR dan eksekutif,” imbuh Gatot.
Menurut Gatot, melemahnya kontrol DPR ini menimbulkan kekuatan oligarki penguasa dan pengusaha yang sama-sama punya kepentingan untuk melanggengkan kekuasaan.
“Jadi, dapat disimpulkan sistem demokrasi Indonesia saat ini tidak efektif dalam mencapai cita-cita bernegara karena tidak cocok dengan sosio kultur dan alam pikir bangsa Indonesia yang sejati,” beber Gatot.
Gatot lalu membandingkan dengan sistem politik di negara lain. Ia menilai pilihan negara-negara maju karena sesuai dengan masyarakatnya. Sementara Indonesia, seharusnya mengikuti demokrasi musyawarah sebagaimana sila keempat pancasila.
“Amerika menjadi negara besar ya karena sistem presidensialnya cocok dengan masyarakatnya walaupun tidak melakukan pemilihan langsung, Jepang menjadi negara kuat karena sistem parlementernya cocok dengan masyarakatnya walaupun negara monarki, China menjadi besar karena sistem komunisnya cocok dengan masyarakatnya,” tegas mantan KSAD ini.
ADVERTISEMENT